PART 18. SATU KAMAR.

20.3K 567 2
                                    


~HAPPY READING~

Author pov.

"Bunda, Saga suka liat air terjunnya lain kali kita main kesana lagi ya?"

"Iya, tapi tunggu Saga libur sekolah dulu, oke nanti main lag-AYAH AWAASS!!"

TITT!! TIT!

BRAKK!

Sagara membuka matanya dengan nafas yang tersengal hebat dan menatap dirinya masih di dalam kamar. Helaan nafas terdengar darinya sembari bangkit duduk di sisi ranjang. Bayangan tragedi mengerikan itu kembali muncul menganggu tidurnya. Cowok itu mengusap keringat dingin yang berhasil membasahi dahinya menggunakan punggung tangan. Kecelakaan orangtuanya silam selalu melintasi tidur malamnya, kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya hingga meninggalkan ia seorang diri dengan luka dan rasa trauma yang menyakitkan.

Cowok itu menoleh ke samping untuk menyalakan lampu tidur yang sedari tadi  dibiarkan padam. Kamar nuansa monokrom itu kini tampak terlihat dengan remangan cahaya lampu tidur. Lalu tangannya bergerak meraih Segelas air minum untuk ia tengguk karena tenggorokannya yang terasa kering. Namun gelas tersebut tiba tiba terlepas dari genggaman hingga terjatuh hancur di lantai kamar.

Prang!

Dia kambuh.

Tangan Sagara kembali bergetar dan hal itu sering terjadi padanya. Tidak ada lagi pergerakan darinya dia hanya diam memejamkan kedua matanya merunduk merasakan perih di tangan bergetar tersebut sebab serpihan pecahan kaca yang terpental mengenainya.

Tidak ada ringisan perih atau semacamnya tetapi hanya diam dan menikmati semuanya.

Di posisi lain Arania keluar dari kamarnya mendekati kamar Sagara. Ia tidak salah dengar suara pecahan kaca itu berasal dari kamar milik cowok itu. Dengan pelan ia membuka pintu nya dan seketika menutup mulutnya terkejut melihat lantai yang menyuguhkan pecahan gelas kaca dan tak lupa pemiliknya tengah duduk di sisi ranjang dengan keadaan kacau.

"Sagara... " Panggil Arania pelan.

Suara itu membuat Sagara membukakan matanya menatap seseorang yang sedang berdiri di depannya.

Arania mendekat lalu berjongkok menatap khawatir apalagi netranya tidak sengaja menangkap luka dengan cairan merah segar yang keluar ditangan milik suaminya. "Are you oke? Tangan kamu luka, aku obatin ya?"

Sagara diam.

Sebelum keluar Arania menyempatkan membersihkan pecahan kaca lalu mengelap lantainya yang basah.

Kenapa tangannya bergetar? Batin Arania bertanya-tanya lalu kemudian keluar.

Ucapan Arania membuat Sagara berpikir apakah dirinya baik baik saja? Dan jawaban itu sama sekali tidak ia temukan lagi setelah tragedi belasan tahun silam. Padahal sederhana namun baginya jawaban pertanyaan itu terlalu sulit untuk ditemukan. Sagara mengusap wajahnya gusar dan berdecak melirik sebelah tangannya yang masih bergerak.

Arania kembali masuk kedalam kamar Sagara dengan membawa kotak P3K ditangannya. Ia duduk dipinggir ranjang memulai kegiatan nya mengobati luka di tangannya. Sagara bersyukur sebab tangan yang terluka itu tidak lagi bergetar seperti tadi disaat Arania mau menyentuhnya. Cewek itu sesekali meniup lukanya agar si empunya tidak merasakan perih.

Hal itu membuat Sagara diam diam menatapnya, seulas senyum tipis terbit di wajah laki laki itu.

Cantik. Batinnya.

"Masih perih nggak?" Tanya Arania sembari memasukkan obat merah ke dalam kotak P3K lagi.

Luka kecil seperti ini bahkan tidak terasa melukainya namun Sagara tetap mengeleng menyakini.

SAGARA :(He is my husband) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang