"Terima kasih. Silahkan masuk."
Jungkook tersenyum singkat setelah menyerahkan sebuah undangan. Melangkahkan kakinya memasuki cafe yang sudah diramaikan oleh para model dan aktor yang juga mendapat undangan.
Merasa ada yang janggal, Jungkook menolehkan kepalanya untuk mengecek ke belakang. Dan dia tak menemukan Taehyung mengekorinya, pemuda itu justru hanya diam di depan pintu masuk sembari menunduk.Jungkook menghela napasnya. Menghampiri Taehyung lalu memegang kedua pundaknya. Tindakan yang dilakukannya membuat Taehyung mendongak.
Kemudian Jungkook bertanya, "ada apa? Kenapa kau hanya berdiri di sini?" Lembut suaranya menyebabkan Taehyung sedikit gugup."Um ... a-aku tak yakin bisa berbaur dengan para model dan juga aktor di dalam sana. Lebih baik aku—"
"Oh, kau hanya ingin berduaan denganku?" Jungkook bertanya dengan senyuman miring di bibirnya.
Taehyung gelagapan. Dia menggeleng ribut dan kedua tangannya yang penuh paper bag dibuat menyilang. "Tidak, bukan itu. Bukan itu yang aku pikirkan."
"Kau tidak?!" Jungkook menatap pemuda itu dengan mata yang melebar tak percaya.
Lantas dia diam, sorot matanya berganti. Meminta penjelasan lewat tatapan itu."Aku pikir aku tidak cocok di sini."
Jungkook mengernyit tak paham. "Tapi kau datang ke acara afterparty waktu itu."
"Aku putus asa saat itu."
Jungkook mengangkat kedua alisnya. Menganggukkan kepalanya seperti paham. "Oh, jadi kau tidak putus asa lagi sekarang? Karena kau sudah memilikiku?" tanyanya sambil bersedekap. Memberikan tatapan fokus pada Taehyung yang tampak terdiam entah karena bingung atau apa yang Jungkook lontarkan adalah kebenaran.
Namun pada kenyataannya, Taehyung justru tengah menelisik arti tatapan itu.
Mata Jungkook seolah berbicara—'Aku bisa mengesampingkanmu kapan pun aku mau.' Itulah yang mereka katakan. Taehyung tidak mencoba menyangkal. Dia yakin dengan hal ini."Baiklah. Sepertinya dugaanku salah," ucap Jungkook ketus. Pemuda cantik itu memalingkan wajahnya dan berjalan masuk tanpa peduli Taehyung. Terus meladeninya hanya akan membuat ia murka. Jungkook tak mau hilang kendali di tempat ini. Memaki Taehyung dengan disaksikan banyak rekannya di industri hiburan dan fashion. Itu akan memalukan.
"Tunggu, Jungkook! Aku akan masuk meskipun di dalam sana nanti akan membuatku terbunuh." Dengan begitu cepat dia mengejar Jungkook memasuki kafe besar tersebut. Taehyung mungkin akan mati karena berhadapan dengan banyak sekali orang yang punya selera hidup yang tinggi. Tapi itu bukan masalah jika bayarannya adalah Jungkook yang tak marah padanya. Jadi, setidaknya Taehyung tidak akan mati dengan keadaan percuma.
Berlebihan.
"Oh astaga, Jungkook!" Bae Irene—si pemilik pesta—berseru melihat kedatangan Jungkook. "Aku kira kau tidak akan datang, adik manis. Senangnya melihatmu di sini."
"Rambutmu semakin panjang saja, Jungkook. Berapa biaya perawatannya?" Son Wendy si model cantik dengan suara merdu itu menunjuk surai hitam legam milik Jungkook.
Jungkook menggelengkan kepalanya. Tertawa kecil menanggapi ucapan salah satu seniornya dalam dunia modeling itu sebelum matanya melirik Taehyung yang berdiri tak jauh darinya. Jungkook kembali tersenyum kecil. "Dia memberanikan diri untuk masuk. Bagus, Kim." batinnya.
"Um, Jungkook. Ini untukmu." Taehyung datang dengan dua cangkir minuman di tangannya. Menyodorkan salah satu pada Jungkook yang tengah berbincang-bincang dengan para wanita yang merupakan rekannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
pulchritude • tk
Teen FictionTaehyung berada di kasta terbawah di kelasnya, berusaha agar tetap tak terlihat di sekolah. Dia tidak pernah ingin membuka mulutnya, takut ketahuan bahwa ia berbicara gagap di depan teman-temannya. Taehyung lebih memilih melihat dunia melalui lensa...