Matahari mungkin sudah berada tepat di puncak kepala ketika Taehyung memutuskan untuk bangkit dari ranjangnya. Dengan langkah gontai dia keluar dari kamar. Sambil kembali mengingat kejadian semalam yang membuatnya hampir menangis semalaman jika saja tak segera menyadarkan diri bahwa tangisannya mungkin saja tak berarti apa-apa lagi untuk hubungannya dengan Jungkook.
Rasa sakit karena cinta yang tak terbalas saat sekolah menengah terasa manis. Namun, saat mereka akhirnya bisa bersama, ada rasa sakit karena takut bertanya-tanya kapan itu akan berakhir. Taehyung kira semuanya sudah benar, lebih baik ia menyerah.
Namun, setelah kepalanya berpikir seperti itu, Taehyung menghentikan langkahnya tepat di ruang keluarga saat ia melihat seseorang yang semalam ia tangisi kepergiannya dengan begitu pilu kini tengah tertidur dengan sangat damai di atas tumpukan pakaian yang belum terselesaikan untuk dilipat.
"Jungkook."
Taehyung mendekat untuk memastikan bahwa itu benar-benar kekasihnya—atau sekarang mantan kekasih? Taehyung bahkan tak tahu hubungan mereka sedang berada di tahap apa sekarang.
Ia mengucek matanya beberapa kali berpikir bahwa ini adalah mimpi tapi semuanya tak berbeda. Itu memang Jungkook."Ini benar-benar Jungkook. Ini bukan mimpi."
Taehyung murung ketika menyadari Jungkook menyelimuti tubuhnya sendiri dengan beberapa pakaian yang sebenarnya sama sekali tak membantu. Dia pasti kedinginan tertidur di sini.
"Jungkook ...."
"Jangan jadi menyeramkan." Jungkook membuka matanya setelah mengatakan itu. Dia menggeser beberapa pakaian di sampingnya sebelum akhirnya memilih duduk berhadapan dengan Taehyung yang tampak gelagapan saat ini.
"T-tapi, a-aku pikir—"
"Kau tidak akan pernah melihatku lagi?" potong Jungkook dengan datar. Dia menyingkirkan sebuah hoodie yang semalaman ia peluk untuk mengurangi rasa dingin yang menusuk kulit.
Taehyung mengangguk kaku kemudian dengan takut-takut ia menatap Jungkook.
"Lalu kenapa kau tidak mengejarku atau meneleponku?"
"I-itu ...."
"Apa kau tahu kenapa aku kembali ke sini?"
Taehyung mengangguk, tanda bahwa dia tahu.
"Untuk memukulku?" ujarnya dengan wajah patuh.Jungkook terkekeh dibuatnya. "Yah, itu mungkin benar."
Taehyung dengan caranya berpikir yang tidak biasa memang kadang merepotkan. Tapi Jungkook entah mengapa tetap tak bisa menyalahkan."Aku senang sekali mendengarnya." Taehyung membalas dengan wajah yang senang. Dia tersenyum lega ke arah Jungkook. Memajukan tubuhnya sedikit untuk lebih dekat dengan si cantik.
"Apa?!" Jungkook mengernyit. Heran seratus persen dengan respon Taehyung yang selalu tak pernah bisa dia tebak.
Memangnya siapa di dunia ini yang punya pikiran aneh macam Taehyung? Dia aneh sekali, sumpah! Jungkook tak pernah tahu bagaimana cara otaknya bekerja di dalam kepala itu.Melihat Jungkook mengerutkan alis membuat Taehyung mengira dia kembali marah. Jadi Taehyung cepat-cepat melunturkan senyumnya.
"Maaf, Jungkook. Jangan marah lagi. Ini adalah yang pertama bagiku. Aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi padaku. Itu sebabnya aku benar-benar tersesat dalam hubungan ini, jadi tolong pukul saja aku ... sebanyak yang Jungkook inginkan." Taehyung berucap dengan wajah sedih, kemudian dia memejamkan matanya bersiap menerima tamparan atau pukulan keras dari Jungkook.Taehyung dapat merasakan tangan Jungkook mulai terangkat di udara. Jadi, ia semakin memejamkan matanya erat-erat.
Namun, alih-alih sebuah tamparan dan pukulan keras yang didapat. Taehyung justru merasakan lembutnya telapak tangan Jungkook menyentuh sisi wajahnya dengan perlahan. Tangan itu mengelus-elus pipinya seolah menangkis semua yang ada di pikiran Taehyung. Ia akhirnya membuka mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
pulchritude • tk
Teen FictionTaehyung berada di kasta terbawah di kelasnya, berusaha agar tetap tak terlihat di sekolah. Dia tidak pernah ingin membuka mulutnya, takut ketahuan bahwa ia berbicara gagap di depan teman-temannya. Taehyung lebih memilih melihat dunia melalui lensa...