Hormon dopamin dalam diri Jungkook berlimpah hari ini. Tatapan matanya penuh semangat, senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Hal-hal kecil tampak begitu menyenangkan—musik yang mengalun di ruangan, tawa rekan-rekannya, bahkan secangkir kopi hangat di pagi hari terasa lebih nikmat dari biasanya. Jungkook seperti berada di puncak energi, seolah dunia berkonspirasi untuk membuatnya merasa lebih hidup. Hari ini, segalanya terasa sempurna.
Langkahnya terasa lebih ringan, seolah gravitasi tak lagi punya kuasa atas tubuhnya. Dia menyapa setiap orang dengan ceria, bahkan bersenandung pelan saat berjalan di sepanjang koridor.
"Aku akan mengunjungi Jungkook sore nanti. Tolong kirim lokasi syuting, ya!" Pesan dari Taehyung yang diterima pukul delapan pagi tadi membuat hati Jungkook semakin berbunga hingga sore hari.
Setelah syuting dijeda, Jungkook berlari keluar menghampiri Hoseok, dengan cepat menyambar coat panjang yang disodorkan manajernya. Cuaca hari ini cukup dingin, jari-jarinya memerah sedikit.
"Jungkook sudah bekerja keras hari ini," Hoseok berkata sambil tersenyum hangat, khas dirinya.
"Terima kasih, Kak," jawab Jungkook dengan senyum tanpa ragu. Ia lalu menoleh pada manajer Jieun yang baru keluar dari ruangan, senyum puas tampak di wajahnya.
"Hei, Jungkook! Kau semakin hebat!" Niel, manajer Jieun, menepuk bahunya dan memberikan dua jempol. "Aku benar-benar terharu tiap kali melihatmu berakting."
"E-eh?" Jungkook hanya tersenyum kikuk saat Jieun menarik tangannya, menjauhkannya dari mereka. Namun dia menurut, mengikuti wanita itu seperti anak patuh.
"Ceritakan lagi tentang kalian berdua. Seperti apa saat pertama kali bertemu?" Jieun bertanya tiba-tiba.
"Apa?" Jungkook terdiam sejenak, mencerna pertanyaan Jieun. Lalu tertawa pelan, mengingat cerita yang semalam belum sempat ia selesaikan. "Saat itu, aku benar-benar terkejut. Dia tampak... menjijikkan dan membosankan." Meski kata-katanya terdengar kasar, matanya justru berkilau saat berbicara tentang Taehyung. Seberapa buruk pun Jungkook menggambarkan Taehyung, tidak ada yang bisa menyangkal perasaan dalam hatinya. "Dia selalu menunduk, tampak kesepian dan tak berdaya. Sungguh menyedihkan."
Mereka tiba di truk kopi, sementara Jungkook masih mengingat masa lalu, Jieun sudah sibuk memesan kopi.
"Lalu kenapa kau tetap bersamanya?" Tanya Jieun dengan nada menggoda.
Pertanyaan itu membuat Jungkook terdiam. Selama ini, ia juga sering bertanya-tanya hal yang sama. Mengapa ia masih di sini, berdiri di samping Taehyung?
"Itu karena...."Jungkook menunduk, memandangi kerikil di bawah kakinya. "Aku tak tahu bagaimana menjelaskannya."
Jieun terkekeh pelan, menariknya untuk duduk di bawah tenda.
"Dia seperti seorang penggemar fanatik. Dia akan melakukan apa saja untuk melindungiku," kata Jungkook, mengingat saat Taehyung membela dirinya di masa sekolah. Memukuli Mingyu untuk dirinya. "Saat itu aku mulai penasaran, apakah aku bisa mempercayainya. Sampai akhirnya aku menyadari... bahwa aku tidak bisa menolak tatapannya."
Jungkook menarik napas panjang. Meski langit hari itu cerah, pikiran tentang Taehyung lebih indah dari segalanya.
"Jungkook."
Hembusan angin menyentuh wajah Jungkook saat ia menoleh ke arah Jieun yang menatapnya penuh godaan, sambil menyeruput kopi. Senyuman manis terpampang di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
pulchritude • tk
Teen FictionTaehyung berada di kasta terbawah di kelasnya, berusaha agar tetap tak terlihat di sekolah. Dia tidak pernah ingin membuka mulutnya, takut ketahuan bahwa ia berbicara gagap di depan teman-temannya. Taehyung lebih memilih melihat dunia melalui lensa...