Kesibukan memenuhi studio Min Yoongi. Lensa kamera berkilauan di bawah cahaya lampu studio, dan deretan barang peralatan foto berserakan di sekitarnya. Ren, asisten Yoongi yang sudah lama bekerja bersamanya, berdiri sambil memeriksa daftar barang di tangannya. Ia sesekali melirik jam, memastikan semuanya berjalan sesuai jadwal.
"Oke. Ayo kita masukkan ini semua ke mobil begitu mobilnya sampai," katanya tegas sambil mencatat sesuatu di daftar.
"Baik," jawab Taehyung singkat. Ia meletakkan tas kecilnya di meja dan mulai mencari ponsel. Begitu menemukannya, ia membuka aplikasi forum yang sering ia gunakan belakangan ini. Pertanyaan yang ia kirim minggu lalu sudah direspon banyak orang. Taehyung menggerakkan ibu jarinya, membaca komentar-komentar yang masuk dengan seksama.
Salah satu komentar membuat jantungnya berdetak lebih cepat. “Kau harus menemui dokter.” Pendapat itu terasa menusuk.
Belum sempat ia memikirkan maksud dari komentar tersebut, Yoongi tiba-tiba muncul di belakangnya. Sebuah tepukan ringan mendarat di bahunya.
"Beberapa mahasiswa benar-benar menarik," kata Yoongi santai, sambil mengamati layar ponsel di tangannya.
Taehyung menoleh cepat, terkejut.
Yoongi menyeringai penuh arti. "Saat aku membaca pertanyaan itu semalam, aku hampir tertawa terbahak-bahak. Jujur, aku ingin berterima kasih kepada orang itu karena telah memberiku hiburan yang tak terduga. Jadi, aku memberinya sebuah saran." Yoongi melangkah ke sofa, duduk santai, dan mengeluarkan ponselnya.
"Saran apa?" tanya Taehyung gugup, jemarinya bertaut erat di pangkuannya.
Yoongi membuka forum yang sama dan menunjuk ke layar ponselnya sambil tersenyum tajam. "Pendapat ini: Kau harus menemui dokter."
Taehyung menelan ludah, menatap layar dengan tatapan melotot. Dalam hati ia bergumam, “Aku tidak menyangka pendapat teratas itu adalah milik Kak Yoongi!”
Yoongi tertawa sarkastis. "Sungguh pemuda yang ambisius. Dia bahkan ingin memenangkan penghargaan Luminaires," katanya, matanya berkilat tajam penuh ejekan.
Taehyung terdiam, menelan kembali kegelisahannya. Namun, sebelum ia sempat membalas, Ren masuk ke ruangan dengan langkah cepat.
"Mobilnya sudah sampai, Taehyung. Ayo angkut barangnya," katanya singkat.
Taehyung berdiri terburu-buru. "Baik," sahutnya dengan nada gugup. Ia meninggalkan Yoongi yang masih duduk di sofa, sementara pikirannya mulai dipenuhi rasa cemas yang tak berkesudahan.
Di sudut ruangan, Yoongi terdiam, menatap salah satu piala bertuliskan Luminaires di lemari kaca. Sebuah senyum misterius menghiasi wajahnya, seolah-olah ia tengah memikirkan sesuatu yang hanya bisa ia pahami.
•••
Rintik hujan mulai turun meski tak terlalu besar, mengiringi gemuruh air terjun yang deras. Para kru sibuk menyiapkan perlengkapan mereka di lokasi pemotretan. Ren berdiri di sisi Taehyung, matanya melirik ke arah Lee Jieun, aktris terkenal yang sedang berbincang dengan manajernya.
"Benar-benar seorang A-lister," bisik Ren pelan, tak ingin Jieun mendengar. "Dia terlihat seperti peri."
Taehyung yang tengah menuangkan air panas ke dalam termos hanya mengangguk pelan. "Benar," gumamnya sambil melirik Jieun sekilas. Namun, pikirannya mulai melayang. “Lee Jieun, senior Jungkook di agensi. Aktris dengan kemampuan akting luar biasa, meski banyak majalah mengkritiknya karena sikapnya yang dianggap sombong dan kasar.”
Saat ia mendekati Jieun dengan secangkir minuman hangat, ia merasa canggung. Rumor bahwa dia adalah ratu yang egois terus menyebar belakangan ini. “Tapi... apakah benar begitu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
pulchritude • tk
Teen FictionTaehyung berada di kasta terbawah di kelasnya, berusaha agar tetap tak terlihat di sekolah. Dia tidak pernah ingin membuka mulutnya, takut ketahuan bahwa ia berbicara gagap di depan teman-temannya. Taehyung lebih memilih melihat dunia melalui lensa...