Bab 28

2.5K 73 0
                                    

"Ada yang menggelapkan dana perusahaan, jadi gue harus ke kantor. Lo tunggu disini jangan kemana-mana. Sebentar lagi Sella datang." Pinta Rasello dan Viola menjawabnya dengan anggukan.

"Ingat, jangan kemana-mana." Rasello mengusap lembut puncak kepala Viola.

"Iya kak Ello."

Rasello pun pergi meninggalkan Viola seorang diri. Tak lama kemudian seorang suster datang menemuinya hendak memeriksa keadaannya. Setelahnya, Viola meminta suster itu untuk membawanya keluar dari kamar inapnya. Ia merasa suntuk terus berada di sana. Dirinya ingin menghirup udara segar.

Karena hasil pemeriksaan Viola yang dinyatakan stabil, jadi suster itu menyetujui permintaannya. Viola bersama suster itu pun mengelilingi rumah sakit. Mencari udara segar sekaligus merefleksikan pikirannya dan hatinya yang sedang kacau.

Ketika ia menyusuri rumah sakit, pandangannya tak sengaja melihat sosok yang dikenalnya. Sosok itu pun juga melihatnya tepat ketika mereka berpapasan. "Sus berhenti." Ucap Liam. Ternyata dialah sosok yang dikenal Viola.

"Bukannya itu Ola?" Lirih Liam menoleh kebelakang.

"Sus, kejar perempuan yang itu." Tunjuknya. Suster pendamping Liam membawanya mengejar Viola.

"Tunggu." Cegat Liam.

"Ola?"

Awalnya Viola menatap Liam dengan heran tapi beberapa saat ia mengenali sosok yang tadi ia lihat. "Liam?" Ucap Viola tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Liam bangun tertatih lalu memeluknya. "Akhirnya lo kembali," haru Liam.

"Kenapa lo bisa di sini Liam?" tanya Viola seraya melepas pelukannya.

"Gue kecelakaan." jawab Liam mendudukkan kembali dirinya ke kursi roda di bantu oleh sang suster.

"Ya ampun ..."

"Lo sendiri kenapa bisa di sini?"

"Penyakit gue kambuh dan gue harus operasi,"

Liam mengangguk mengerti, "Sus bawa kita ketempat yang agak sepi. Kami ingin bicara."

Suster-suster itu mengikuti permintaan Liam. Sekarang tinggalah mereka berdua karena kedua suster tadi pergi atas keinginan mereka berdua.

"Selama ini lo kemana?"

"Tinggal di rumah Ayah."

"Kenapa gak ngabarin gue kalau lo pindah?"

"Gue gak sempat. Sorry."

"Lo tau? Setelah lo gak ada hidup gue kembali sepi,"

Viola menepuk-nepuk pundak Liam. "Sorry, gue lakuin ini demi lupain kak Ello." Jujur Viola.

"Sekarang lo udah lupain Ello?"

"Gue gak tau."

"Kayaknya perkataan lo waktu itu benar. Lo gak akan bisa lupain Ello. Mungkin cinta lo udah ada di level tertinggi. Ello beruntung bisa di cintai lo."

Viola tersenyum kecil. "Nggak. Kak Ello gak beruntung dapatin cintanya gue. Cewek penyakitan kayak gue gak mungkin membawa keberuntungan." Ucapnya sendu menundukan kepalanya.

Liam memegang tangan Viola. "Tatap gue."

Viola menurutinya dan ia pun menatap Liam. Ia tidak tahu atas dasar apa Liam menyuruhnya untuk menatapnya. Bisa ia lihat, pancaran matanya dari enam tahun terakhir tidak ada yang berubah baginya. Kesedihan dan kesepian terlihat di sana.

"Lo membawa keberuntungan bagi gue. Lo cewek pertama yang bisa luluhkan hati gue. Lo cewek pertama yang kasih nasihat ke gue, dan lo cewek pertama ..."

Liam menaruh tangan itu ke dadanya. "yang membuat hati gue berdebar."

Ello Untuk Ola {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang