Untuk kalian semua readers saya tercinta, maaf ya kalau kalian sedikit bingung dengan kisah flashback yang sering ada dicerita-cerita saya.
Saya memang tidak pernah mencantumkan kata-kata sepuluh tahun yang lalu atau juga beberapa tahun yang lalu, di setiap kisah flashback yang saya tulis di novel-novel saya. Melainkan langsung ke inti ceritanya.
Tapi saya yakin kalian juga bakal paham dengan itu ya, atau anggap saja itu sebagai ciri khas dari cerita-cerita saya. Tidak mencantumkan kata-kata seperti di atas.
Oke dear, terima kasih buat atensi kalian dengan semua cerita-cerita saya yang lain. Saya harap kalian terhibur dan menyukainya. Follow, vote, dan comment kalian adalah penyemangat saya. Sehingga saya terpacu untuk membuat cerita-cerita lainnya yang lebih menarik dan semoga tidak membuat kalian bosan.
Arigato, Eykabinaya.
****
Dewa menyeringai lebar ketika melihat akhirnya Laras setuju ikut ke pesta ulang tahun bersamanya. Tapi senyumnya sedikit menghilang saat melihat Laras tidak mengenakan gaun yang dibelikannya untuk gadis itu.
Laras justru mengenakan gaun berwarna hijau lemon yang sangat biasa. Saking biasanya, Dewa sampai tahu kalau harga gaun yang dipakai Laras pasti tidak sampai tiga ratus ribu!
"Di mana gaun hitam yang gue kasih ke elu? Kenapa gak memakai gaun itu?" Dewa menatap Laras tajam. Matanya menilik dari atas ke bawah. Dari bawah ke atas. Membuat yang ditatap risih. "Kita mau pergi ke pesta. Bukan ke pasar!"
Duh, pedas sekali omongannya. Tapi Laras memang sengaja tidak mau memakai gaun yang diberikan Dewa. Bukan karena gaun itu kurang bagus atau harganya murah. Dari bahannya saja Laras tahu kalau itu gaun mahal. Cuma modelnya ... ya ampun. Sexy sekali.
Waktu mencobanya, Laras malu bukan main. Gaun itu tanpa lengan. Pendek setali. Menampilkan belahan dada dan paha ke mana-mana. Rasanya Laras tidak akan sanggup bila harus memakai gaun sesexy itu untuk berbaur dengan orang banyak. Seperti mau jual diri saja.
Belum lagi bahannya yang ketat. Pres body, menampilkan setiap lekuk tubuhnya. Dan tonjolan buah dada dan bokongnya. Membuatnya risih. Usianya memang baru enam belas tahun. Masih remaja. Tapi malah diusia itu tubuhnya sedang berkembang menjadi tubuh seorang wanita. Yang harusnya tumbuh, tumbuh dengan tepat. Bahkan payudaranya saja sudah tumbuh lumayan besar. Bulat sempurna.
Saking malunya, Laras tidak berani melihat tampilan dirinya di cermin. Tidak sadar sesexy apa dia dengan gaun itu. Karena itu diletakannya lagi gaun hitam itu di lemari. Dipakainya gaun hijau lemon yang modelnya lebih sopan dan tertutup. Gaun yang ia beli setahun yang lalu. Ketika datang ke pesta ulang tahun teman sekelasnya di Malang. Tapi sepertinya Dewa tidak puas. Dia langsung menanyai Laras begitu gadis itu muncul dengan gaun yang berbeda.
"Aku gak mau memakai gaun itu."
"Kenapa? Harganya kurang mahal?"
"Bukan!" Laras sudah lihat kok label harganya. Bikin shock. Sebuah gaun hitam sederhana begitu harganya bisa sangat mahal. Apa itu dibeli Dewa dengan uangnya sendiri? Berapa sih uang sakunya?. "Gaun itu terlalu sexy. Terlalu terbuka. Aku gak mau pakai."
"Norak!" Naik pitam Dewa. "Itu gaun standar yang biasa dipake cewek-cewek buat ke pesta. Ganti gaunnya. Gue gak mau pergi ke pesta dengan lu yang memakai gaun murahan ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung di ujung Senja
General FictionBagi Dewa Putra Bramasta, Larasati adalah serangga pengganggu. Kehadiran gadis itu sama buruknya dengan ibunya yang tanpa malu merayu kakeknya demi harta. Karena itu ia melakukan berbagai cara untuk membuat gadis itu menderita. Membully, melecehkan...