Sebenarnya mood nulis saya lagi anjlok sampai tersisa 20% saja. Entah kenapa, mungkin karena sampai sekarang laptop yang saya idam-idamkan, belum terbeli juga. Ah, sudahlah. Mungkin memang belum rejeki saya buat beli laptop.
Untuk saat ini saya menulis dengan alat yang ada saja. Mohon sabar ya teman-teman kalau updatenya lama. Maklum memory hp terbatas. Terima kasih.
*****
"Kondisi retak tulang kaki Pak Dewa sudah membaik. Kesembuhannya bagus, minggu depan kita sudah bisa mulai fisioterapi." Dokter Askar membentangkan hasil rontgen tulang kaki Dewa, dihadapan Dewa dan Laras.
Seperti biasa, hari ini adalah untuk kesekian kalinya mereka mengunjungi dokter Askar. Dan seperti biasa pula, Laras datang menemani Dewa bersama asisten pribadi Dewa dan supirnya. Tentu saja yang masuk ke kamar periksa dokter Askar cuma Laras dan Dewa.
"Kira-kira berapa lama saya harus menjalani fisioterapi itu, dok?" tanya Dewa. Awalnya ia ingin berganti dokter saat melihat kedekatan Laras dengan dokter Askar. Ia tidak suka melihat dokter duda itu bersikap genit dan sok akrab dengan Laras.
Tapi karena Laras tidak setuju, Dewa terpaksa menurut. Dalam hati ia sendiri heran, kenapa ia harus menuruti kemauan Laras yang tidak setuju untuk berganti dokter? Yang bos di sini siapa sebenarnya?
Dia yang menggaji Laras, dia juga yang punya uang. Tapi malah dia yang harus berkompromi! Mana ada bos manut dengan keputusan anak buahnya? Mungkin otaknya sudah sinting.
Tapi sinting atau tidak, Dewa mendapati dirinya tak berdaya untuk tetap berobat pada dokter menyebalkan ini. Firasatnya mengatakan, kalau dia tidak menurut. Mungkin akan ada perdebatan yang tidak ada habisnya.
"Itu tergantung dengan fisik Pak Dewa. Tapi Pak Dewa jangan khawatir, melihat kondisi Pak Dewa saat ini. Saya rasa itu tidak akan memakan waktu lama. Karena penyembuhan tulang Pak Dewa bisa dikatakan cepat. Bila keadaannya terus seperti ini, fisioterapi yang akan Pak Dewa lakukan juga tidak akan menjadi masalah. Apalagi Pak Dewa dirawat dengan sangat baik." Sambil berkata seperti itu, dokter Askar tersenyum ke arah Laras. Yang membuat Dewa diam-diam mengerutkan keningnya.
Apa dokter di depannya ini sedang berencana menggoda Laras? Di depan hidungnya?
"Oh, ya Ras. Kemarin ibu saya datang dari Madiun. Beliau membawakan saya bumbu pecel dan brem. Ini buat kamu. Dan sedikit madumongso." Dokter Askar menyodorkan paper bag saat Laras dan Dewa akan meninggalkan kamar periksa dokter Askar.
"Buat saya, dok?" Laras menerima pemberian dokter Askar dengan wajah berseri-seri. "Wah, terima kasih banyak dok. Jadi merepotkan."
"Tidak kok. Ibu tahu kamu sekarang di Jakarta. Sayang beliau tidak bisa lama-lama di Jakarta. Harus segera terbang ke Banjarmasin, ada sepupu yang nikah. Tapi ibu titip salam untuk kamu dan sekalian titip oleh-oleh buat kamu."
"Tolong sampaikan ucapkan terima kasih saya pada beliau pak. Sayang saya tidak bisa bertemu beliau."
"Nanti, kalau kamu mau pulang ke Malang. Kasih tahu saya. Biar kita barengan pulang kampungnya. Kamu bisa mampir ke Madiun untuk ketemu sama ibu saya."
"Kata siapa Laras bakal pulang ke Malang?" Belum sempat Laras menjawab sudah lebih dulu disela oleh Dewa. Membuat dokter Askar tertegun dibuatnya. "Laras belum tentu kembali ke Malang. Kontrak kerjanya dengan saya masih lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung di ujung Senja
General FictionBagi Dewa Putra Bramasta, Larasati adalah serangga pengganggu. Kehadiran gadis itu sama buruknya dengan ibunya yang tanpa malu merayu kakeknya demi harta. Karena itu ia melakukan berbagai cara untuk membuat gadis itu menderita. Membully, melecehkan...