Saya kok gak tega ya sama semua readers setia saya, yang setia menanti cerita ini. Banyak komen yang masuk minta tetap lanjut meski bulan puasa. Okelah, saya tetap publish deh. Meski awalnya pengin libur dulu selama puasa. Tapi harinya gak tentu ya dear saya publish. Lope sekebon😘😘😘
****
Kalau Wina punya penyakit jantung, ia yakin saat ini pasti sudah semaput menghadapi kejutan demi kejutan yang terjadi hari ini.
Berita Dewa yang tinggal di rumah Larasati dan mempekerjakan perempuan itu sebagai perawat pribadinya, sudah cukup membuatnya kaget dan marah. Lalu sekarang dihadapi dengan kenyataan bila selama enam belas tahun kepergian perempuan itu, tahu-tahu Wina dihadapi kenyataan bila selama ini ia sudah memiliki cucu!
Bayangkan. Seorang cucu! Dan cucu laki-laki yang sudah menginjak masa remaja pula! Jantung Wina rasanya mau copot. Mungkin kalau jantungnya tidak kuat, sudah menggelinding dari tadi!
Dan yang membuatnya nyaris pingsan, anak itu lahir dari rahim Laras! Yang dihamili anaknya sendiri!
Astaganaga! Kenapa dia baru tahu sekarang? Setelah enam belas tahun lebih? Usia berapa Dewa menghamili Larasati? Dan diusia berapa Laras melahirkan?
Wina tahu anaknya memang brengsek. Nakal dan suka membantah. Dewa juga suka berbuat seenaknya dan tidak bisa dilarang. Tapi Wina tidak menyangka, Dewa bakal senakal itu menghamili seorang gadis. Dan gadis itu ... Larasati! Anak dari perempuan yang sangat dibencinya! Anak dari perempuan yang sudah berani sekali merayu ayahnya dulu, demi ikut mencicipi kekayaan keluarganya. Bagaimana Wina bisa menerima semua ini?
"Kamu memang kepengin mama cepet mati ya, Dew! Kabar buruk apalagi yang mau kamu sampaikan sama mamamu ini, hah? Bagaimana bisa tahu-tahu kamu sudah punya anak sebesar ini?" Wina menatap tajam pada Larasati dan Arfa yang duduk di depannya bolak-balik. Terutama pada Laras, seakan ingin dilumatnya Laras detik ini juga. Beragam kata makian sudah terkumpul di benaknya.
Dasar perempuan gatel! Ngakunya tidak sudi dengan anakku, tapi dari remaja sudah merayu Dewa! Sok jual mahal, ternyata sudah punya anak dengan anakku! Ibu dan anak sama saja. Sama-sama kegatelan, sama-sama murahan! Maki Wina dalam hati.
"Mama jangan bicara begitu dong, Arfa itu memang anak saya. Mama gak lihat wajahnya? Mirip Dewa kan?" Dengan santainya Dewa menjawab semua kemarahan ibunya. Membuat Laras tidak habis pikir, bagaimana bisa bajingan itu begitu tenang, dihadapi permasalahan yang begitu pelik? Seakan memiliki anak di luar nikah dan baru diketahui orang tuanya setelah bertahun-tahun bukan masalah besar baginya.
Mungkin memang ada yang salah dengan otaknya!
Wina melirik Arfa. Tentu saja ia tidak ragu kalau Arfa memang anak kandung Dewa. Lihat saja, wajahnya saja mirip Dewa. Melihat Arfa seperti melihat Dewa saat masih remaja dulu. Cuma yang membuatnya 'meledak' kenapa Arfa harus dilahirkan oleh Larasati? Kenapa Dewa tidak menghamili gadis lain saja? Asal bukan Larasati!
Pada dasarnya, cinta dan kasih sayang Wina pada putranya itu memang membutakan. Di matanya tidak ada yang lebih baik dibanding putranya. Melihat Dewa memiliki anak di luar nikah, sebenarnya tidak akan memicu kemarahan Wina. Ia mungkin marah, tapi cuma sesaat. Yang membuatnya sangat marah, karena anak itu dilahirkan oleh Larasati.
Kebenciannya pada Larasati, memicu amarahnya. Dan itu tidak bisa dibendung dengan kata-kata manis atau bujukan dari Dewa. Wina tidak membenci Arfa, tapi ia membenci Larasati. Ia bisa menerima kehadiran Arfa, tapi tidak bisa menerima kehadiran Larasati! Baginya sampai kapanpun, Laras hanya seonggok sampah di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung di ujung Senja
General FictionBagi Dewa Putra Bramasta, Larasati adalah serangga pengganggu. Kehadiran gadis itu sama buruknya dengan ibunya yang tanpa malu merayu kakeknya demi harta. Karena itu ia melakukan berbagai cara untuk membuat gadis itu menderita. Membully, melecehkan...