Bab 27

8.2K 488 15
                                    

Dewa melirik jam dinding di kamarnya, jam 11.30 malam. Sudah berjam-jam yang lalu mereka selesai makan malam, kini suasana rumah begitu sepi. Laras juga sudah masuk ke kamarnya dan mungkin sudah tidur.

Arfa, bocah bandel itu selesai makan malam pergi ke rumah pakde dan bude Laras, katanya mau menginap di sana. Mungkin kangen dengan kedua orang tua itu. Bagaimanapun, ia sudah bertahun-tahun tinggal bersama mereka. Dan sudah menganggap keduanya sebagai orang tua kandungnya sendiri. Sebelum mengetahui kebenaran tentang Laras dan Dewa.

Meski sudah tinggal serumah, Arfa belum mau mengakui Dewa sebagai ayahnya. Bahkan memanggilnya ayah saja dia tidak sudi. Dewa belum pernah menghadapi bocah menjengkelkan seperti Arfa. Menghadapinya benar-benar menguji kesabaran Dewa.

Dan yang membuat Dewa tambah pusing, ia baru saja mendapat telpon dari ibunya kalau ibunya mau datang ke Malang. Ingin melihat perkembangan pengobatan Dewa.

Selama ini Dewa tidak bilang bila ia tinggal di rumah Laras dan mempekerjakan wanita itu sebagai perawat pribadinya. Jika ibunya tahu ...

Ah, Dewa tidak khawatir akan menghadapi kemarahan ibunya. Ia yakin semua itu bukan masalah besar, ia cuma tidak ingin sakit kepala bila harus mendengar ocehan ibunya. Dan juga soal Arfa ...

Dewa tidak mungkin selamanya bisa menyembunyikan kebenaran tentang Arfa. Jika ibunya melihat Arfa, tanpa diberitahupun beliau pasti bisa menebak bila Arfa adalah anaknya. Lalu serangkaian interogasi dan cecaran pertanyaan akan dihadapi Dewa.

Dan bila tahu Arfa lahir dari rahim Laras ... maka Dewa sudah bisa membayangkan keributan apa yang akan terjadi. Ibunya pasti akan menuduh Laras merayu Dewa, sengaja membuat dirinya hamil agar bisa dinikahi Dewa. Dan menuduh Laras menginginkan harta keluarga mereka.

Dewa tidak ingin Laras dipojokkan ibunya atau mendapatkan kembali hinaan dari ibunya. Jika Laras semakin membencinya dan Dewa yakin Arfa juga akan semakin membencinya, maka keinginan Dewa untuk membawa ibu dan anak itu ke Jakarta akan semakin sulit. Akan semakin sulit baginya membuat Arfa sebagai pewarisnya.

Tapi dia juga tidak mungkin lagi bisa mencegah ibunya datang ke Malang. Alasan apalagi yang akan ia berikan? Toh, jika suatu hari nanti ia akan membawa Laras dan Arfa kembali ke Jakarta bersamanya, ibunya juga akan tahu. Jadi lebih cepat ibunya mengetahui keberadaan Laras dan Arfa, itu lebih baik.

Sekarang yang harus dilakukan Dewa hanya memberitahu Laras, bila ibunya akan datang. Agar perempuan itu tidak kaget, agar bisa mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan ibunya.

Memikirkan hal itu, Dewa perlahan beranjak dari duduknya. Meraih kruknya dan keluar kamar menuju kamar Laras yang letaknya di sebelah kamarnya.

Ia mengetuk pintu kamar Laras pelan, berharap perempuan itu belum tidur. Dan mau membukakan pintu kamarnya. Sejak hari pertama Dewa tinggal di rumahnya, Dewa tahu Laras selalu mengunci pintu kamarnya. Entah kenapa.

Mungkin takut Dewa bakal masuk ke kamarnya dengan seenaknya. Dipikirnya aku kriminal? gerutu Dewa dalam hati.

Karena itu malam ini Dewa juga berpikir bila Laras akan mengunci pintu kamarnya seperti biasa. Ia sudah mengetuk pintunya beberapa kali dan memanggil namanya, tapi Laras tidak juga membukakan pintu. Iseng, Dewa meraih gagang pintu dan mencoba membuka pintunya.

Ajaib, pintu kamar Laras terbuka. Membuat Dewa sedikit tercengang sekaligus senang. Sepertinya Laras lupa mengunci pintu kamarnya. Hingga Dewa bisa membukanya dan masuk ke kamarnya.

Di atas ranjang, Laras sedang tertidur lelap. Nyenyak sekali. Pantas ia tidak mendengar aku mengetuk pintu kamarnya dan memanggil-manggil namanya sedari tadi, pikir Dewa. Rupanya tidurnya begitu lelap, mungkin kecapekkan setelah pergi kencan dengan si kelimis itu.

Entah kenapa, bila mengingat Laras pergi dengan pria lain. Api kemarahan di hati Dewa rasanya terpantik. Padahal ia tahu, itu bukan urusannya Laras memiliki hubungan dengan pria manapun. Toh wajar, karena Laras perempuan single. Tapi tetap saja Dewa merasa jengkel.

Diperhatikannya Laras yang sedang terbaring telentang di atas kasur. Ia cuma mengenakan daster tipis untuk tidur. Tapi posisi tidurnya ... aduhai, sangat menantang di mata Dewa.

Lihat saja, dasternya tersingkap sampai paha. Menampilkan sepasang paha putih mulus miliknya. Dan kancing daster atasnya ... terbuka sedikit, menampilkan belahan dadanya yang ranum mengundang gairah.  Belum lagi rambut panjang hitamnya yang tergerai di atas bantal. Sungguh sangat menarik.

Membuat Dewa harus mengepalkan tangannya rapat-rapat. Perempuan ini, pikir Dewa. Apa dia sengaja menggodaku?

Dewa yang sudah cukup lama tidak merasakan sentuhan perempuan, sejak kecelakaan sialan yang menimpanya itu. Disuguhi pemandangan seperti itu, mendadak tenggorokkannya terasa kering. Dan merasakan sesak di bagian bawah pinggangnya.

Entah bagaimana, tahu-tahu ia sudah berada di dekat Larasati. Duduk di atas ranjang, di mana perempuan itu sedang tidur. Tangannya terulur mengelus pipi  Laras. Heran, seingat Dewa. Semenjak remaja dulu, Laras tidak pernah berjerawat. Kulit wajahnya selalu mulus, bahkan hingga usia sekarang.

Matanya melirik belahan dada Laras yang membusung. Membuat otak kotor Dewa berkelana, membayangkan seperti apa bentuknya di balik bra dan daster yang Laras kenakan. Bagaimana rasanya bila lidahnya menjilat bagian itu dan menghisap putingnya.

Sialan, maki Dewa. Merasakan ereksinya semakin membengkak dan terbangun, ia pria sehat tentu saja. Tapi belum pernah gairahnya terpicu secepat ini pada perempuan manapun. Kenapa dengan Laras rasanya sangat berbeda?

Padahal posisi tidur Laras biasa saja, Dewa juga tahu Laras tidak bermaksud menggodanya. Hanya saja gairah Dewa yang mendadak naik melihat Laras dalam keadaan seperti ini. Cantik, menggairahkan dan ... tidak berdaya.

Seakan yang sedang tertidur di bawahnya ini, bukan Laras yang keras kepala. Yang suka menentangnya dan tidak pernah mau tunduk padanya. Saat ini Laras terlihat berbeda. Begitu tak berdaya dan mengundang ...

Dewa tidak tahu, apa ini sebuah keberuntungannya atau kesialan Laras yang lupa mengunci pintu kamarnya. Hingga Dewa bisa leluasa memasuki kamarnya dan melihat ia yang sedang tertidur dalam posisi rentan tanpa kewaspadaan. Yang Dewa tahu, tangannya kini mulai menyelusuri leher Laras dan semakin menjelajah ke bawah tubuhnya ...

Udah ya, gak usah banyak-banyak. Mau puasa ini loh, jaga mata dan hati.🥳

Semalam mau publish ... eh, ketiduran. Maaf ya telat. Sampai jumpa satu bab lagi.

Saya mau aktif di KK dulu selama puasa. Cerita saya di sana 'aman' soalnya. Takut di banned. Yang ini juga saya rombak biar aman. Tapi libur dulu ya man teman. Arigato.

Sampai jumpa setelah lebaran.

Lembayung di ujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang