PART 4

1.4K 65 1
                                        

Keempat terduga telah kami jejerkan di divisi kriminal.

"Apa keperluanmu datang ke rumah pak Adi dan bu Wini?" Tanya kiki sambil duduk disudut meja dengan kerennya sambil menatap Mutiara.

Mutiara ini baru berusia 18 tahun. Dia kuliah di salah satu universitas negri. Gadis ini tinggi, berambut sebahu,berkulit putih,cantik namun menyamarkan usianya karena tingginya.

"Aku hanya singgah ke rumah kak Wini. Karena kebetulan aku sedang ada urusan di rumah kawanku yang lumayan dekat dari rumah kak Wini jadi skalian saja." Jelas Mutiara. Kiki manggut-manggut seraya mencatat.

"Bukannya kak Wini dibunuh suaminya?" Tanya Mutiara bingung. Kiki geleng-geleng sambil berkata:

"Mereka dibunuh orang luar" Wajah ke empat terduga mengeras mendengarnya. Sulit menduga siapa diantara mereka pembunuhnya.

"Kalo anda?" Astro bertanya pada pak Wahyu dengan tak sabar,malas menunggu mereka berlarut-larut dengan kekagetan mereka.

"Saya hanya datang kesana untuk menjelaskan bahwa..." Pak Wahyu tak meneruskan perkataannya karena menatap wajah istrinya dahulu.

"Apa?" Astro makin tak sabar. Pak Wahyu tertunduk dan menjelaskan:

"Dulu ketika SMA,saya dan Wini berpacaran. Kemudian kami putus setelah SMA dan stelah reuni kami bertemu. Namun tak ada hubungan antara saya dan Wini lagi. Kami dicurigai suaminya berselingkuh. Jadi saya kesana hanya berniat menjelaskan bahwa kami tak ada hubungan apa-apa." Jelas pak Wahyu menatap Astro. Bu Meilan memijit tangan suaminya sesekali untuk menguatkan suaminya.

"Kalau ibu?" Tanya Kiki.

"Saya cuma mencari suamiku disana." Jawab bu Meilan singkat. Kami menoleh ke terduga terakhir. Galih. Dia daritadi hanya menatap lantai tanpa mengangkat wajahnya. Dia bahkan tak menangis selama ayah dan ibunya ditemukan sampai skarang.

Keheningan terjadi. Ketiga terduga menatap Galih,kami berempat juga. Namun dia hanya menunduk. Kami tak tau bagaimana caranya kami bertanya. Antara tak tega dan tak ingin jawabannya membuatnya menjadi tersangka.

"Saya kesana tapi lampu dirumah padam,jadi saya berusaha menyalakannya tapi karena saya minus dan phobia gelap,saya jadi membutuhkan waktu lama untuk meraba-raba. Tapi saya memutuskan untuk pergi karena saya tak berhasil menyalakan lampu" Jelas Galih tanpa ditanya dan dengan suara yang cukup membuat perasaanku takut. Suaranya sungguh tenang untuk ukuran anak yang ditinggalkan orangtuanya. Namun benarkah dia takut gelap?

"Waktu kami ke TKP,lampunya tidak mati" Aku meluruskan

"Saya tak tau kalau ada yang menyalakannya. Yang jelasnya saya pergi dalam keadaan lampu rumah yang padam" Galih menatapku. Tatapannya sungguh dingin. Aku tak bisa menebak,apa yang dipikirkan anak ini.

Anehnya disini adalah,kenapa tetangga mereka mengatakan yang terakhir datang adalah Galih? Dan mreka bilang tidak ada lagi yang datang. Lalu siapa yang menyalakan lampunya?

Siang itu terlalu panas untuk kami berempat tapi rasa penasaran dan loyalitas kami membuat kami begitu semangat.

Kami mendatangi para tetangga bu Wini dan pak Adi. Entah bagaimana tetangga mereka lelaki semua.

"Ini kompleks pekerja,jadi kami yang tinggal di perusahaan FoodCountry tinggal disini" Jelas Pak Fuad. Kami berempat duduk di ruang tamunya dengan gelas teh seadanya dan biskuit. Pak Fuad masih bujangan.

"Dekat-dekat pak Adi itu bujangan semua. Jadi cuma ibu Wini yang di blok sini yang perempuan" Ujar pak Fuad sambil tertawa.

"Apakah anda memperhatikan keadaan rumah sewaktu kejadian? Misalnya lampu yang mati?" Tanya kiki.

"Ohh itu. Iyaa,aku melihat Galih masuk kerumahnya padahal sedang gelap dan dia keluar mungkin karena tak bisa menyalakan lampu. Dia phobia skali gelap" Jelas pak Fuad. Kami berempat saling menatap. Artinya Galih tak berbohong?

Telpon Kiki berdering
"Pak Ilyas!" Seru Kiki. Kami mendekatkan kuping kami ke ponsel kiki. Agak konyol dan sulit karena kami berempat. Sedangkan kami tak boleh sembarangan mendengarkan orang jika kami speaker ponselnya. Keterangan pak Ilyas makin membuat kami buntu. Galih di test apa benar dia phobia gelap atau tidak,dan ternyata 100% phobia. Bahkan akut.

"Maaf saya sholat dulu yaa.." ijin pak Fuad.

Wait! Sholat? Terpikir suatu trik yang bisa dilakukan,tinggal bagaimana cara dia masuk dan pelakunya.

"Berhubung anda polisi,saya tak perlu mengunci pintu saya kan?" Tanya pak Fuad

"Tunggu! Apa ibu Wini pernah mengeluh kunci rumahnya hilang?" Tanyaku tersadar sesuatu.

"Ya sering skali. Istrinya sangat teledor." Jawab pak Fuad acuh sambil mengambil sajadah di bufet kamarnya.

"Kau menyadari sesuatu?" Tanya kiki penasaran.

"Jangan sampai kita dikalahkan wanita" Celetuk Hendrik kesal. Aku menyadari pelakunya. Aku masuk mendatangi pak Fuad yang sedang berwudhu di blakang rumahnya. Cukup tak sopan aku mendatangi lelaki bujang dan berjalan disekitaran rumahnya. Aku langsung bertanya kepadanya tanpa tedeng aling-aling. Ketiga temanku menoleh memperhatikanku. Mereka penasaran juga bingung,apa yang kulakukan skarang.

Aku kembali pada mereka,dan menatap mereka serius sambil berkata: "Aku tau pelakunya"

I'm a daughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang