Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Astro menutup telponnya dan aku heran dengan gelagatnya belakangan ini. Oh iya aku hampir saja lupa,karena semua kejadian yang ada,aku hampir lupa perasaanku ke Astro apa walaupun jika ku tau,itu akan membuat ku merasa canggung dekat Astro.
Harry datang dengan senyum diwajahnya. Sepertinya dia bahagia. Bahagia apa? Bahagia karena aku?
Kami berdua minum coklat hangat di balkon rumah Harry. Udara malam itu menenangkan,tapi ada sisi lain dari hatiku yang tak tenang. Apa ini? Apa karena Astro tak disini?
"Kau tak mau kuliah?" Pertanyaan Harry membuyarkan lamunanku.
"Kuliah...apa?" Aku tak mengerti
"Kau sekolah kepolisian dulunya,skarang untuk apa itu?" Ya tentu saja menjebloskanmu ke penjara.
"Kau harus kuliah management dan lain-lain. Belajar bisnis. Pergi shoping dan semacamnya.. apa yang dilakukan seorang gadis."
"Saya tak suka belajar matematika dan semacamnya. Bisnis atau apapun. Saya lebih suka menembak dan yang lainnya."
"Kau perempuan..." Interupsi Harry membuatku meradang. "Ibuku juga perempuan,tapi dia mampu membesarkanku sendirian" Singgunganku terlalu jelas. Membuat mata tua Harry berkaca. Atau memang pengaruh malam saja. Dia sedang ngantuk.
"Sudah. Saya lelah pak Harry. Selamat malam." Aku tak ingin drama dimulai. Aku maupun dia tau,kami kebetulan saja jadi ayah dan anak. Tidak perlu didalami maupun dibaperi kata anak jaman sekarang.
"Kau bahkan tidak pernah memanggilku ayah. Kau tidak mau,atau tidak biasa?" Aneh. Dari caranya bertanya benar-benar seperti seorang ayah. Aku hampir terperdaya. Aku hanya tersenyum dan beranjak pergi.
Tidak,aku tak lelah. Aku sengaja pamit dari Harry untuk mencari sesuatu dikamar Harry. Tidak ada yang boleh masuk kekamarnya. Di pintu kamarnya bahkan ada security code. Aku tau sandinya. Beda dengan pekerjanya satupun bahkan tak tau sandinya. Tapi itu kan pekerjanya. Aku anaknya. Yah aku memanfaatkan identitas itu. Harry memberi tau kodenya pada saat jalan-jalan mengitari rumahnya pertama kali.
Aku masuk kekamarnya dan melihat kamar bak seorang raja,berbanding terbalik dengam kamar ibuku yang sederhana. Ini malah membuatku pusing.
Aku langsung mencari-cari di rak buku besar yang ada disana. Sepertinya dia juda suka novel. Dan lucunya,hampir semua novel yang dia koleksi,adalah novel yang digemari ibuku.
Lucu skali.
*** Hampir dua jam aku mencari-cari dikamar ini. Tak ada apapun. Aku mencari tak sampai membuat kqmqrnya berantakan. Hanya buka surat,lalu kembalikan ke posisi awal. Lalu aku melihat,ada tempat kue kaleng di kolong lemari besarnya.
Aku mengambilnya dan membukanya cepat-cepat. Agak susah. Karenq rapat sekali. Artinya dia jarang membuka tempat kaleng ini.
Kubuka keras-keras,berhasil dan didalamnya ada surat yang banyak dan ada foto tanpa bingkai tersimpan disitu. Difoto itu,gadis berusia 20-an tahun dengan jilbab yang di model jaman skarang. Alisku bertautan. Ini siapa? Masa pacar Harry? Terlalu polos wajah gadis ini untuk jadi selera Harry. Ibuku saja tak sepolos dia. Aku hendak membaca surat-suratnya. Namun aku mendengar suara security code,sedang di tekan seseorang. Itu HARRY!
Aku bergegas secepat kilat mengembalikan tempat kaleng itu dan langsung mengambil salah satu novel dan duduk di kursi. Bersamaan itu,Harry masuk.
"Ah kau disini."
"Saya liat ada novel kesayangan ibuku" Harry langsung tunduk dan bergumam tak jelas. Salah tingkah.
"Emm... kau mau disini? Aku akan bersama para pekerja mengadakan rapat tengah malam. Jika kau butuh sesuatu..."
"Saya pasti bilang" Bagus. Dia akan keluar. Harry hanya mengambil map yang ada di bufetnya dan pergi begitu saja. Begitu yakin pintu kamarnya tertutup dan bunyi,aku langsung mengambil tempat kaleng itu,aku mengambil 5 surat dari puluhan surat didalam. Terlalu kentara jika aku mengambil tempat kaleng itu atau mengambil semua suratnya. Apalagi fotonya yang hanya satu-satunya ditempat kaleng itu.
*** Dikamarku,aku mengunci pintu rapat-rapat dan duduk di tempat tidurku. Aku memotret surat-surat itu lalu mulai membaca satu surat isinya:
Ayah,aku berterimakasih untuk bantuan ayah kepada panti asuhan yang kubimbing. Tapi,ayah tak perlu melakukannya. Dengan tabunganku dan bekerja paruh waktu,aku masih bisa membiyai adik-adik panti asuhan. Lagipula,bukankah ayah suatu saat harus lebih fokus pada agama dan umroh? Bukan aku menasehati,tapi ayah sudah tua,jangan pikir bisnis terus. Ayah maafkan aku,aku tak bisa memberi tahu nomer handphone ataupun alamat emailku. Aku hanya ingin hidup sederhana. Ayah jangan makan yang asin-asin,darah tingginya nanti kambuh.
ASSALAMUALAIKUM.
Surat ke 21.
Sukmawati.
Apa?! Ternganga aku membacanya. Ayah? Harry punya anak yang lain? Ini saudaraku? Lalu,siapa ibunya?