Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku langsung saja pergi begitu Nina memberi tahu bomnya tersisa 5 menit.
Andis ikut bersamaku. Sedangkan Nina kebingungan aku mau kemana. Antara ingin ikut namun bingung dengan keadaan.
Aku berlari sambil memanjat ke pipa-pipa pembuangan air gedung. Gedung yang kulalui tadi memang tetangga dengan Resto Happy Chicken. Lalu kami sampai pada lantai duanya sekejap mata. Kulihat seorang yang menggunakan ponsel namun bukan ponsel, itu pengendali jarak jauh.
Orang ini belum melihatku.
Aku berlari secepat mungkin,dia menyadarinya namun terlambat untuk lari. Kutendang perutnya hingga tersungkur. Andis mengambil pengendali jarak jauhnya
"Stro gue apain ini?!" Suara kebingungan Andis namun aku tak lihat wajahnya karena sibuk membekuk tersangka ini.
"Aku tak tau!! Tekan apa saja!! Atau injak pengendali jarak jauhnya hingga hancur" Itu hanya omongan panikku. Namun lucunya saking paniknya Andis benar-benar menghancurkan pengendali jarak jauhnya dan...
Ledakan berhenti. Tersisa dua menit pada pengendali jarak jauhnya ketika berhenti. Bayangkan saja.
Aku memborgol orang ini dan menariknya. Tidak susah memborgolnya pria ini kurus,pendek untuk ukuran laki-laki-158 cm-
Ku giring melewati gedung dan membawanya keluar menuju Nina. Nina melihat kami bergantian. Aku,Andis lalu si pelaku.
*** Kami bertiga diruang interogasi. Namun Kiki yang kebanyakan menginterogasi. Kiki seperti ingin skali mencekik pelakunya dengan skali cekik lalu pelakunya mati. Namun tak dia lakukan. Lebih mengerikan tatapannya daripada siapapun disana.
Hendrik sibuk menjaga Rina di rumah sakit korban yang hampir mati karena ketelodarannya. Dia hampir saja meninggalkan Rina begitu tau kekacauan yang kami hadapi. Namun Nina mengancamnya jika dia menyusul,akan dia hancurkan mobil-mobilan racing yang disimpan Hendrik di kantor. Tentu saja Hendrik nurut,toh mobil tamiyanya sampai sejuta biyayanya.
Akan kacau jika Hendrik mencoba menyusul sedangkan tak ada yang menjaga Rina. Keluarga Rina masih diluar negeri. Aku tak mengerti mengapa keluarganya tak peduli.
Sedangkan tersangka? Sepanjang interogasi dia tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Kiki. Membuat Kiki murka. Namun tersangka yang ternyata bernama Aryo ini cuma mengatakan
"Aku dendam pada pemerintah yang membiarkan anakku terbunuh" Itu jawaban jujur dari raut mukanya. Namun kami tak mengerti kasusnya apa.
Aku mencari tau di arsip kantor tentang kematian anak Aryo. Membuatku terbelalak membacanya. Setelah kukumpulkan juga info tentang kasus ini,aku kini paham.
Aryo menjadi korban salah tangkap ketika ada teroris yang mempunyai nama yang sama dengannya,dia di jebloskan ke penjara. Bersamaan dengan itu,anaknya sakit maag kronis. Aryo ingin keluar sebentar saja membawa anaknya kerumah sakit,namun dia dilarang petugas. Aryo menulis kasasi ke pemerintah namun tak digubris. Dampaknya,anaknya meninggal.
Aryo dibebaskan karena ada pengacara yang membantunya dan dia akhirnya terbukti tak bersalah. Namun dia malah benar-benar belajar merakit bom ketika dibebaskan karena dendamnya itu.
Dia pikir,jika dia dituduh jadi terroris dan anaknya meninggal,maka dia akan benar-benar jadi terroris.
Miris memang. Aku bahkan tak tau harus bersikap bagaimana pada pelakunya,sedangkan disisi lain,Kiki adalah temanku yang juga dendam pada Aryo karena kematian Nuril sahabatnya.
Aku duduk di kursi dengan bersandar katena kepala pening. Ada suara pintu dibuka. Itu Nina.
"Heiii jagoan.."
"Kiki mana?"
"Dia di pengadilan Aryo. Kudengar Aryo akan dihukum mati." Tak rela saja aku mendengarnya. Namun dia nyaris membunuh presiden pastinya dia tidak akan lolos. Walaupun presiden tidak kenapa-kenapa tetap saja dia membahayakan nyawa presiden. Orang nomor satu di negara ini. Kasian juga.
Tiba-tiba petugas Ishak datang
"Hei!! Berita besar!! Presiden mencabut hukuman mati untuk Aryo!! Aryo dihukum seumur hidup!! Tapi Detektif Kiki ingin membunuh Aryo!! Detektif Kiki mengacungkan pistol pada Aryo di pengadilan!!" Kami tersentak kaget luar biasa. Aku,Nina dan Hendrik berlari menuju pengadilan.