PART 27

803 58 1
                                    

Tak ada hal nyata yang kuharapkan hanya mimpi selama ini. Aku bahkan tak mau menatapnya. Aku hanya menatap sepatu converse ku nanar. Kulihat ada sepasang kaki yang mendekatiku. Aku menutup mataku.

"...nina?" Aku tak sudi panggilan itu datang darinya. Aku berencana untuk lebih tegar lagi. Aku sanggup melewatinya setelah mengetahui dja ayahku pasti aku juga sanggup menghadapinya. Aku akan pura-pura begitu ingin bersamanya dan membantu penyelidikanku. Yah itu benar.

Dia menepuk pundakku dan tentu saja aku... meresponnya dengan... BURUK. Aku menepis tangannya dan berlari keluar.

Tak bisa. Rasanya ada duri yang tertancap dihatiku. Seperti tulang ikan yang menancap di kerongkonganku namun tak bisa keluar. Tidak. Bukan tulang ikan,tapi beling. Rasanya aku seperti luka dalam.

Aku tak bisa. Kupegang dadaku dan berusaha menahannya.

Aku berusaha berkelahi dengan rasa sakitku. Aku harus bisa menghadapinya. Kumantapkan diriku berbalik dan mau berjalan masuk. Kakiku berat. Sungguh.

Kudengar suara ibuku dan Harry berbincang.

"Harusnya tak kau biarkan dia jadi polisi" perkataan Harry tidak seperti marah. Tapi teguran.

"Aku tak ingin dia sepertimu" nada suara ibu gemetaran dan takut. Namun dia sepertinya tak masalah jika harus diapa-apakan Harry karena aku.

"Setidaknya aku bisa membunuhnya jika tak tau. Kau hampir membuatku membunuh anakku sendiri. Satu-satunya" Hah? Dia tak pernah menikah lagi.

"Harusnya.. kau tak begini. Kalau tidak,Nina akan sempurna. Punya kau dan aku!!" Jerit ibu penuh sesal. Hening sejenak. Aku berusaha mengintip pada celah jendela rumahku. Harry tampak gusar sekali dengan perkataan ibuku. Aku langsung masuk.

"Harry!" Panggilku. Aku tak ingin memanggilnya ayah. Rasanya aku seperti masuk kedunia Alice saja. Belum kedunia nyata. Aku belum bisa menerima kenyataan.

Harry menoleh jengkel kearahku. Pasti karena aku memanggil namanya saja.

"Aku ingin bergabung." Celetukku sarkastik. Menatapnya dingin. Harry tidak sebodoh itu. Wajahnya tak kaget. Masih dengan wajah jengkelnya karena aku memanggil namanya saja.

"Kenapa polisi mau masuk ke tempatku?" Ucapan sinis itu dia lontarkan sebagai mafia kepada polisi. Bukan ayah kepada anak.

"Aku dipecat" jawabku yakin seakan-akan itu benar.

"Kami melakukan banyak ulah belakangan jadi komandan ku memecat beberapa orang" Memang itu yang nyaris terjadi. Harry menatapku tanpa perubahan ekspresi dinginnya tadi. Harry beranjak dari kursi dan berjalan. Awalnya kupikir dia mau mendatangi ku. Tapi tidak. Dia malah keluar dari rumah. Lalu diikuti para mafia yang menemaninya.

Sepeninggalan mereka,ibu menangis lagi. Ya,lagi.
Sedangkan setetespun air mata tak pernah kukeluarkan karena masalah ini.

***
Di kantor aku memegangi kepalaku pusing. Tiba-tiba tanganku ditarik begitu kencang. Aku begitu kaget dan itu Astro. Dia menggiringku sampai dilorong kantor polisi. Astro melepas tanganku kasar. Menatapku dan berkata.

"Kenapa lu sembunyiin kalo lu anak Harry GardaKirana. Lu mata-matanya?!"


I'm a daughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang