Part 7

1.2K 71 1
                                        

Gadis itu bernama Rina.
Kami mendatangi apartemennya yang cukup mewah. Dia pasti orang kaya. Pastilah. Dari barang-barang yang dia miliki,apalagi dia masih anak sekolah. Apa yang membuat orangtuanya juga memberikan apartemen? Bukannya tinggal sama-sama.

"Bagaimana ceritanya?" Tanya Kiki sambil menyiapkan buku catatannya dan ballpoint.

"Mantanku itu suka banget ngebully orang. Trus aku liat dia nyiksa salah satu adik kelas. Aku laporin... tapi ketahuan kalo aku yang ngelaporin,jadi mantanku itu nerror aku.." Cerita Rina.

"Siapa nama mantanmu itu?" Tanya Kiki

"Namanya Teo." Jawab Rina pelan.

"Dia nerror kamu bagaimana?" Tanyaku

"Yahh... dia nerror dulu lewat telpon kalau dia bakal ngebunuh aku. Awalnya aku pikir itu cuma ancaman,tapi dia beneran datang ke apartemen aku dan berusaha ngebuka pintunyaa..." Rina menceritakan dengan suara yang bergetar,takut dan ingin menangis.

"Kalian bisa liat pintuku,grendel bagian atasnya agak rusak karena berusaha di jebol..." Kata Rina sambil memandang kami,meminta dipercaya.

"Apa dampaknya ketika kamu laporin Teo ke guru-guru kamu?" Tanya Astro.

"Dia di keluarin dari skolah.." Tangis Rina akhirnya pecah. Ada guratan menyesal telah melaporkan Teo.

"Dari mana kau tau kalo Teo yang berusaha menjebol pintumu? Apakah kau melihatnya?" Tanya Hendrik menatap tajam pada Rina.

"Tidakk.. aku tidak melihatnya,tapi aku yakin sekali,itu Teo!" Rina menjelaskan dengan nada tinggi,mata membelalak dan berair. Artinya dia akan menangis lagi.

Kami berempat heran. Kenapa gadis itu yakin kalau Teo pelakunya? Betapa mungkin orang lain atau perampok yang melakukannya.

Kami melihat guratan grendel pintu yang berusaha di jebol. Tapi karena grendelnya banyak,Ada dibagian atas pada pintu,tengah,lalu dibagian bawah. Rina juga mengkunci handle pintu. Itu terlalu aman untuk terlalu takut. Selama dia tak membuka pintu sembarangan selagi kami berusaha mencari pelakunya. Namun,gadis ini masih sekolah. Dia sudah tak masuk sekolah sejak kejadian ini. Ternyata orangtuanya sibuk bekerja di Jepang. Pantas saja gadis ini tinggal sendirian.

"Adakah kamera CCTV?" Tanya Kiki

"Tak ada.. karena apartemen ini tidak ingin memasang CCTV. Mereka tak suka. Tapi aku mau memasangnya di dalam saja" Ujar Rina.

"Baiklah,cukup sekian" kata Kiki sambil menutup buku catatannya.

"Tunggu... bisakah aku meminta kalian tinggal? Aku takuut..." Rengek Rina. Kami berempat merasa,tidak ada perintah dari pak Ilyas untuk meminta kami menjagai bocah ini.

"Maaf,kami tak bisa. Belum ada perintah." Tolak Astro halus.

Dikantor,Hendrik tertawa-tawa gila menatap androidnya. Ternyata followersnya di Twitter bertambah dari hari ke hari karena kasus itu. Kami juga. Line dibanjiri chat terkagum-kagum dari masyarakat dan kepolisian. Karena kasus kemarin di ekspos begitu besar oleh wartawan. Karena wartawan dan masyarakat begitu mengagumi Divisi Kriminal kami. Dari dulu sebelum kami masuk,Divisi ini sudah menjadi favorit dan terkenal. Path kami dibanjiri tanda hati setiap kami memposting sesuatu,Facebook kami di add orang-orang,bahkan banyak yang merengek minta di konfirmasi melalui pesan. Instagram dan Twitter kami juga tiba-tiba dibanjiri followers

Kami jadi idola skarang,karena masuk di Divisi ini dan memecahkan kasus. Tentu saja,sifat sombong kami keluar.

Pak Ilyas datang dari luar kota. Dia mengumpulkan kami diruangan Divisi Kriminal.

"Perkembangan kasus Rina?" Tanya pak Ilyas acuh tak acuh.

"Kami sudah menanyai Teo,tapi dia menyangkal. Dia mengatakan itu cuma akal-akalan Rina untuk menghancurkannya. Karena Teo dulu memutuskan Rina. Dia mengakui kalo dirinya nakal. Tapi dia menolak kalau dia dituduh akan membunuh Rina." Jelasku panjang lebar.

"Gadis itu juga meminta kami mengkawalnya.. dia pikir kami bodyguard?" Keluh Hendrik kesal.

"Kalau begitu,temani gadis itu.." Perintah Pak Ilyas dengan tatapan dingin.

"Apa?!" Celetuk Hendrik dibarengi tatapan protes dari aku,Kiki dan Astro.

"Sampai kalian bisa menemukan pelakunya siapa,jaga gadis itu. Kalau perlu,jangan tidur!" Perintah pak Ilyas. Kami berempat saling memandang kesal.

"Kalian lucu. Baru memecahkan satu kasus saja kalian sudah merasa jadi detektif? Kalian membuatku jijik. Kalau sampai gadis itu kenapa-kenapa,kalian akan tau akibatnya" Ancam Pak Ilyas dengan suara direndahkan,menbuatnya jadi sangat seram. Kami tau dia serius. Bahkan kami tak berani menatap matanya.

"Mau dikerjakan?" Tanya pak Ilyas santai.

"SIAP!" Respon kami memang terlihat menurut,tapi kami tak yakin bisa menunggui bocah 17 tahun yang parnoan.

I'm a daughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang