part 4

55 4 0
                                    

Atika masih setia memandangi layar ponselnya, lebih tepatnya pesan dari Bahrudin yang membuatnya harus berkali-kali membaca pesan tersebut yang menurutnya sangat mengejutkan.

Jadi gini, aku mau berangkat ke rumah kamu. Aku ingin cepet-cepet ketemu orang tuamu. Mungkin akhir bulan aku berangkat terus menginap di rumah temen aku.

Beneran kak?

Iya, tolong sampein ke ayah ya

Atika memang senang jika Bahrudin bisa mengungkapkan langsung ke ayahnya, tapi untuk urusan menyampaikan ke ayah Atika sepertinya Atika sendiri masih belum yakin, ia takut jika ada penolakan dari ayahnya. Sebenarnya Atika masih bingung harus menjawab apa, akhirnya ia mengetikkan balasan untuk Bahrudin.

InsyaaAllah kak

Mungkin sudah hampir tiga tahun ini ia menjalin hubungan spesial dengan Bahrudin, dan akhirnya hal yang paling ditunggu Atika akan segera tiba.

Mungkin sudah hampir tiga tahun ini ia menjalin hubungan spesial dengan Bahrudin, iya, seorang lelaki sederhana yang berhasil menaklukkan hati Atika dengan segala perhatiannya. Namun hubungan mereka ini belumlah diketahui banyak orang, termasuk orang tua keduanya. Jarak yang memisahkan itulah alasan mereka masih memendam semua dan akhirnya hal yang paling ditunggu akan segera tiba.

Atika belum berani menyampaikan ke ayahnya, tetapi dia sangat berharap jika nantinya Bahrudin bisa diterima menjadi teman hidup Atika selamanya.

*****

Ayla POV

Sebentar lagi Pondok Pesantren Manarul Huda akan mengadakan acara tasyakuran tahfidz juz amma yang pertama, para santripun berencana mengadakan rapat.

Selesai sholat isya' berjamaah, para santri sudah berkumpul di musholla, malam ini madrasah diniyah diliburkan dahulu karena Ustadz Tsaqif menghadiri acara di luar, rapat diawali penyampaian pendapat dari ketua Pengurus Ponpes.

Aku duduk bersama Aisya dan Atika di musholla, membahas acara milad pondok yang pertama sekaligus evaluasi kepengurusan.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Deg!
Entah kenapa setiap mendengarkan suara itu aku merasa ada yang aneh denganku, jantungku rasanya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ada apa lagi ini? Kenapa setiap aku melihat atau mendengar suaranya selalu ada rasa aneh seperti ini? Akupun tak tau sejak kapan marasakannya, mungkin sejak pertama kali aku bertemu dengannya sewaktu di ndalem Ustadz Tsaqif.

"...Jadi begitu konsep yang akan kita pakai, apakah ada saran, pertanyaan, atau ada yang kurang jelas?" ucap Arzan sambil menyapu pandangan di ruangan tersebut. Benar, yang memimpin saat ini adalah Arzanka Zahran Althafaraz, ketua pengurus Ponpes Manarul Huda, seorang santri yang kebetulan juga mahasiswa satu kelas denganku.

"Astaghfirullah..." Aku bergumam sendiri. Aku mencoba menghilangkan perasaan dan menetralkan detak jantungku, tapi kenapa masih ada. Aku berusaha menggoyangkan kepalaku sejenak, mungkin saja pikiranku akan lebih fokus.

"Mbak ditanyain tuh sama Kak Arzan" Aisya menepuk lenganku pelan, membuatku kaget dan sadar dari aktivitas anehku.

"Astaghfirullahal 'adzim..." Aku bergumam lagi.

"Afwan tadi antum tanya apa?" lanjutku. Tak sengaja aku melihatnya lagi, ya meskipun jantungku masih maraton, tapi aku berusaha bersikap biasa.

"Ukhty tadi menggeleng kepala apa ada yang kurang jelas atau ada saran?" ulang Arzan. Aku tidak tau kenapa sikapnya selalu sulit dimengerti, raut wajahnya pun selalu datar, apakah hanya aku yang memperhatikan sikapnya itu?

"Tidak. Eh maksud saya Insyaallah paham dan belum ada saran," ucapku sedikit gugup, tapi berhasil ku tutupi dengan cengiran khasku.

Aku benar-benar malu saat itu, kenapa bisa aku tidak konsentrasi saat rapat, dan kenapa setiap ada lekaki itu rasanya jantungku terasa aneh. Ya Allah... Ada apa ini?

"Ehm." Tiba-tiba ada suara deheman dari Alif, salah satu santri disana. Hufftt... Akhirnya ada yang menyelamatkanku dari kekonyolanku malam ini.

"Ana Akhy, ada saran, gimana kalau tempat masuk ikhwan dan akhwat dipisah?" ucap Alif sambil mengangkat tangan sejenak.

"Ehm.. Saran yang bagus Alif, tapi kira-kira dimana kita membuat jalannya?" ucap Arzan.

"Akhy bagaimana kalau kita gunakan rumah kosong yang ada di sebelah ponpes untuk tempat masuk akhawat," ucap Atika menimpali.

"Oo, iya benar, jadi para ikhwan akan lewat gerbang masuk pesantren disana, kalau begitu nanti kita bersama-sama membersihkan rumah kosong disana," jawab Arzan.

"Untuk pelatihan pembawa acaranya gimana, kak?" tanya Aisya.

"Astaghfirullah, iya, tadi Ustadz Tsaqif pesan ke saya untuk pelatihnya udah di atur sama beliau, akan dijadwalkan lagi latihannya," ucap Arzan sambil menyentuh kepalanya sejenak. Ternyata dia juga bisa lupa, pikirku.

"Baiklah, apakah ada saran lagi?" ucap Arzan.

Semua santri tampak diam tanda sudah paham dengan intruksi. Kalau aku diam mungkin karena sedang merutuki kekonyolanku tadi.

"Baiklah jika tidak ada saran lagi kita lanjut membahas masalah konsumsi dan iuran," sambung Arzan.

Rapat terus berlanjut dengan lancar meski ada perbedaan pendapat dan membahas masalah-masalah terkait para santri maupun kepengurusan. Di ruangan itu aku mulai bisa mengikuti rapat dengan semestinya.

Ayla POV END

Setelah rapat tadi, semua santri kembali ke kamarnya masing masing dan bercengkrama sejenak sebelum tidur, meskipun sudah seharian bersama, tapi rasanya mereka masih ingin bercerita barang sebentar atau mungkin hanya menuliskan sesuatu di buku seperti yang dilakukan Ayla saat ini. Kebiasaan yang hampir sama dengan Aisya.

"Mbak kira-kira siapa ya yang jadi pelatih pembawa acaranya?" ucap Aisya antusias karena dia yang menjadi salah satu pembawa acara tersebut.

"Entah/Kurang tau Sya," ucap Ayla dan Atika bersamaan.

Suasana menjadi hening sesaat, mereka melakukan kesibukannya masing-masing di dalam kamar, kasur dan bantal sudah siap mengantar mereka ke pulau mimpi.

Melihat Atika yang masih setia melihat layar ponselnya, Ayla jadi mengingat sesuatu.

"Tik, kemarin gimana?" tanya Ayla sambil menyenggol lengan Atika hingga Atika menoleh kaget.

"Gimana apanya mbak?" jawab Atika.

"Bahrudin katanya mau bicara hal penting."

"Ooh itu..." Bukannya melanjutkan pembahasan, Atika malah senyum- senyum sendiri.

"Mbak Atika kenapa sih? Kok malah senyum-senyum gitu?" Aisya beranjak mendekati Ayla sambil memperhatikan Atika yang menurutnya terlihat aneh.

"iya tuh, aneh banget, pasti ada apa-apanya." Ayla menutup buku note nya, sambil sesekali melihat ke arah Atika.

"Cepetan mbak, kenapa senyum gitu, ceritain dong ada apa, udah penasaran nih." Aisya masih melihat Atika menggebu-gebu, dia sangat penasaran mendengar cerita dari Atika. Atika memang biasa menceritakan bermacam pengalaman dan kisahnya kepada Ayla dan Aisya.

Dan saat inipun mereka mendengarkan cerita dari Atika dengan antusias. Tak mereka sangka sahabat mereka ini akan segera memiliki pujaan hati yang selama ini diidamkan.

"Uuu... so sweet banget sih, Mbak. Aku juga mau ih bisa gitu hehe..." ucap Aisya tak kalah heboh.

"Iya ya, siapa yang nggak mau mendapatkan penyempurna agama seperti itu, aku juga mau lah," sahut Ayla. Disaat seperti itu tiba-tiba sekelebat wajah Arzan terlintas di pikiran Ayla.
Kenapa tiba-tiba mikirin dia lagi sih, batin Ayla sambil menutup wajahnya.

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang