Suara samar-samar para santri yang setoran hafalan di Ustadz Tsaqif membuat Aisya bersyukur bisa berkumpul bersama orang-orang yang baik. Ia sedang di kamarnya bersama Atika, sedangkan santri lain yang belum maju tetap di musholla bersama Ustadz Tsaqif.
Trringg..
Suara dering telpon terdengar nyaring di telinga kedua gadis itu."Assalamu'alaikum," sapa Aisya.
"Wa'alaikumussalam, Ustadzah Aisya," goda seorang laki-laki yang suayranya terdengar dari ponsel Aisya.
"Iih.. Apa sih, mas. Belum apa-apa," jawab Aisya.
"Ya ndak papa, sekarang adikku sudah gede ternyata, mau jadi ustadzah, mas ikut seneng ya, Sya," ucap Bayu, kakak kandung Aisya, meskipun kerap bercanda namun ucapannya kali ini serius.
"Iya, alhamdulillah, Aisya juga nggak nyangka, tapi Aisya minder, belum bisa apa-apa udah disuruh ngabdi, belum khatam Al-Qur'an udah disuruh nyimak hafalan," jawab Aisya murung.
"Lho, tumben adiknya mas ini sedih gitu, dengar, mengajar itu juga termasuk belajar, kalau kamu belum bisa sesuatu maka dengan mengajar kamu pasti akan semakin bisa. Ngabdi itu harus senang lho, orang lain di luar sana itu pingin kayak kamu, Sya, jangan sia-siakan kesempatan ini, kamu harus semangat, niatkan mengamalkan ilmu, jangan sampai rasa minder kamu itu menjadi bombardir untuk diri kamu sendiri."
"Iya, masku yang ganteng sejagad raya, aku nggak sedih cuma kadang aja ngerasa minder, dikit" jawab Aisya.
"Dikit kok sampe nadanya lemes tadi, tetap semangat ya, oh iya, mas ada berita buat kamu," ucapnya bersemangat, "Pas 3 bulan lagi in syaa Allah ada acara kamu bisa pulang ya?"
"Acara apa, mas?"
"Acara apa nih? Mau tau aja apa mau tau banget?" Bayu mulai menggoda.
"Ih, gitu aja terus, serius tanya, acara apa?"
"Hahaha.. iya iya, ini, acaranya mas, mau nglamar anak orang, bisa pulang kan?"
"Maa syaa Allah, masku ini ternyata bisa gini toh, alhamdulillah Aisya ikut senang, in syaa Allah Aisya bisa izin untuk beberapa hari saja, mas, jemput ya."
"Manja kali adikku satu ini, tak apalah bisa dipikirkan, hahahaa...."
Percakapan mereka terus berlanjut dengan suka cita. Terkadang mereka akur, terkadang mereka juga bertengkar apalagi kalau sudah di rumah, malah seperti kucing dan tikus, namun begitulah serunya dua bersaudara itu.
***
"Bro, nongki yuk, sama temen-temen kantor juga," ucap seorang lelaki yang tiba-tiba duduk di samping Adzin.
"Nggak dulu deh, lo aja," jawab Adzin enggan.
"Hah? Nggak salah lo? Biasanya nongki nomer satu, kenapa lo?" Tanya temannya heran.
Adzin tetap diam sambil menatap layar laptopnya.
"Wah ada yang nggak beres nih, lo patah hati, bro?"
"Ngaco lo," jawab Adzin sambil menepuk jidat temannya, "pacar aja kagak ada, mau patah hati," lanjut Adzin.
"Terus, kok tumben lo nggak mau nongkrong."
"Udah ah, mending gue sholat ashar," Adzin menutup laptop, mengemas ke dalam tas, dan berjalan keluar ruangan.
Temannya melongo melihat kepergian Adzin. "Wih kesambet khodam apa tuh orang?" Lirihnya.
***
"Apa maksudnya tadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Triple A
RomanceAisya, Atika, Ayla. Tiga wanita cantik dengan kisah-kisah mereka yang berwarna bermula di pesantren. Aisya "Aku tak mau berharap terlalu tinggi untuk mendapatkanmu, kita bagai bumi dan langit yang sulit menyatu." Atika "Di saat hatiku belum siap men...