part 46

6 1 0
                                    

Seorang pria sedang membantu ibu Atika mengangkat bahan-bahan untuk memasak berbagai macam hidangan untuk dikirimkan ke keluarga besar. Padahal banyak orang yang melarangnya membantu di dapur, ada juga yang bilang untuk tidak bertemu dulu dengan Atika.       

"Tidak papa, Bu. Innamal A'malu binniyat, niat saya cuma ingin membantu, apa Ibu butuh bantuan?"

"Disini sudah banyak yang membantu, malah seharusnya calon pengantin itu dipingit lho."

"Ibu-ibu perhatian sekali, terima kasih," jawabnya singkat sambil tersenyum manis dan mengambil tahu goreng yang ada di depan seorang wanita paruh baya itu.

"Lhoh, jangan yang itu!" Tegur ibu berjilbab coklat yang ada di samping Adzin.

"Kenapa, bude?" Dengan senyum jailnya, ia tetap memasukkan tahu itu ke dalam mulutnya.

"Walah, calon ponakan bude ini kok ya bandel," tanpa basa basi ia mencubit lengan Adzin.

"Aduh! Bude jangan jahat-jahat sama ponakannya," jawab Adzin sambil cemberut ala anak kecil yang tidak diberi jajan sama ibunya.

"Lha memang kamu ini aneh, masa tahu hambar kayak gitu dimakan?"

"Ya Allah bude, pantesan kok aneh rasanya. Ternyata nggak dikasih garam."
Ekspresinya seperti mengecap sesuatu yang aneh.

"Emang sengaja toh itu buat sambel goreng, bukan buat lauk. Emang kamu kalau dibilangin nggak mau denger!" Wanita paruh baya itu tersenyum melihat gelagat Adzin.
"Ini, bude kasih tahu yang gurih."

"Satu aja, bude?" Ia mencebik.

"Emang mau berapa?"

Adzin segera mengambil tiga potong tahu dan dilahapnya habis, "alhamdulillah, enak banget tahu buatan bude sama ibu-ibu. Terimakasih bude cantik!" Ia tersenyum jail sambil cepat-cepat salim ke bude lalu meninggalkan dapur, takut dikroyok seisi dapur karena ia mengambil banyak tahu.

"Adzin!"
Benar saja, budenya sudah mengeluarkan suara emas diikuti suara tertawa seisi dapur.

"Calon ponakane sampean ini lho lucu banget, mbak." Ujar salah satu wanita di  dapur.

"Iya, bener. Meskipun baru kenal, sebenarnya dia itu memang jail tapi baik dan sopan, jadi merasa punya anak lanang lho aku."

"Iya, beruntung sekali Bu Ida dapet mantu kayak Adzin. Bisa mencairkan suasana."

Sementara yang diperbincangkan telah berpindah posisi ke ruang tamu. Tidak sengaja ia bertemu dengan Ibu Atika dan Dimas.

"Tante, Adzin bantu ya," ia mendekat ke arah beberapa kotak makan yang sudah disiapkan di atas meja.

"Aduh jangan, nak. Sebaiknya kamu istirahat di rumah atau menyiapkan keperluan acara kamu sama Atika."

"Sudah siap, in syaa Allah. Tante jangan khawatir, nanti siang Adzin pulang dan istirahat."

Ibu Atika menggeleng pelan, "kamu ini keras kepala, sama tuh kayak Dimas. Padahal tante itu pingin lihat calon menantu tante ini segar bugar pas acara."

"Iya, tante. Adzin janji nggak capek-capek."

"Oke, tante pegang janji kamu."

"Ada apa nih? Kok sebut-sebut Dimas?"

Keduanya menoleh ke sumber suara.

"Kamu ganteng, Dim."

"Wuih serius?"
Dengan wajah berseri Dimas mengangkat tangan mengajak bersalaman ala artis di film. Meskipun heran, Adzin membalas salaman itu.

"Selamat! Mas Adzin orang ketiga yang nyebut Dimas ganteng."

"Ketiga?"

"Iya, setelah mama dan ayah. Mbak Atika aja nggak pernah bilang Dimas ganteng."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang