part 35

17 4 0
                                    

Yaman,
Bagaimana kabar dia disana?
Tidak mendengar tentangnya sudah lama, bukan?
Semoga dia masih ingat janjinya ya
Dan jika boleh meminta
Bisa kah jangan memasukkan nama seorang gadis siapapun dalam hatinya?
Karena aku disini setia menanti
Dengan segenap hati
Dan segenap kesabaran yang aku miliki
Sekarang salah satu benda berharga yang ia titipkan kepadaku masih pergi
Sejenak,
Aku yakin tak akan lama
Aku harap itu bukan pertanda suatu keburukan
Dua benda itu bagaikan satu hatiku
Jika salah satu tidak ada, maka hanya tersisa separuh, tidak utuh
Maka sekarang aku harus segera melengkapi separuh itu
Segera!

Ayla menutup diary nya ketika mendengar suara Bagas di ruang tamu. Buru-buru ia memakai jilbabnya.

"Kak Bagas," sapanya. Ia menempatkan posisi duduknya di sofa panjang berhadapan dengan Bagas.

"Gimana? Udah ketemu belum?"

Ayla menunduk, raut wajahnya sedih.
Ia menggeleng kepala pelan.

"Oke, sudah aku duga, misi kita mulai!" Jawab Bagas dengan semangat menyala. Ia tidak mau melihat adiknya bersedih setiap waktu.

Ayla ikut berdiri karena bahagia melihat saudaranya yang sangat mengerti perasaannya meskipun mereka tak sedarah.

"Kamu duduk! Biar Kak Bagas yang cariin," titah Bagas.

"Yakin, kak? Tau tempat-tempatnya?"

"Yakin, kan bisa tanya ke kamu kalau Kak Bagas nggak tau."

Ayla manggut-manggut.

Tempat pertama, Bagas memasuki kamar ayah.

"Permisi, paklik. Bagas boleh memeriksa kamar ini? Mau bantu Ayla nyari barangnya yang hilang," ia meminta izin kepada Pak Salman yang masih merapalkan dzikrullah dengan posisi duduk.

"Lho, monggo. Memang dari kemarin-kemarin itu adikmu nggak semangat sama sekali, kamu bantu cari aja, ndak papa," Pak Salman mengizinkan.

Bagas memeriksa satu demi satu rak, lemari, hingga karpet dan ranjang.

"Kak, hari Jum'at gini Kak Bagas libur?"
Tanya Ayla sambil berniat mengintip apa yang dilakukan saudaranya itu, macam seorang detektif saja Bagas ini.

"Izin, satu hari."

"Wuih cuma buat bantu aku?"

"He em."

"Serius, kak?"

"Dua rius."

"Baik banget, aku doain jodohnya Kak Bagas seorang anak presiden!"

"Aamiin," ucap Bagas.

Mereka berdua tergelak, sedangkan Ayah Ayla menggelengkan kepala dan tersenyum.

Ayla berjongkok dan meraih kotak di sampingnya, membuka dan membongkar seluruh isinya, tidak menemukan apapun, ia masukkan kembali. Berpindah ke sudut ranjang Pak Salman ia konsentrasi melihat setiap incinya.

"Nduk, jangan lupa setiap waktu ingat kepada Allah, dzikir, mencari barang seperti ini juga harus selalu minta petunjuk kepada Allah."

Ayla mengangguk. Perlahan ia sadar jika akhir-akhir ini ia hanya tenggelam dengan pencariannya, tanpa mengingat penciptanya.

"Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah..." samar-samar bibirnya merapal kalimat istighfar sambil konsentrasi dalam pencariannya.
Ayah Ayla sampai heran, baru kali ini ia sangat menginginkan suatu barang kesayangan.

Mereka berpindah haluan ke ruang tamu, cukup luas, kemungkinan besar ada di ruangan itu karena sering disinggahi Ayla.

Ayla sangat gigih mencari sampai ke sudut ruangan sekalipun. Bagas yang memperhatikan adiknya begitu yakin, tak henti-hentinya Ayla mencari seperti ini, pasti 'sang pemberi tasbih' sangatlah istimewa untuk hidup Ayla.

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang