part 3

43 4 0
                                    

Happy reading guys! Jangan lupa Tinggalkan jejak ya...

¤¤¤
****

Sudah menjadi jadwal Ustadz Tsaqif setiap hari Rabu malam Kamis untuk mengisi ceramah di Masjid Al-Kautsar desa sebelah.

"Yes!" ucap Ayla, Aisya, dan Atika serempak setelah mendengar perintah Ustadz Tsaqif untuk ikut beliau bersama para santri lainnya. Siapa yang tidak bahagia jika diajak jalan-jalan, pikir mereka. Cepat-cepat mereka pergi ke kamar dan bersiap.

"Emang tempatnya jauh ya, mbak?" tanya Aisya sambil memilih jilbab di dalam raknya.

"Nggak terlalu jauh kok, Sya."

Ayla dan Atika juga tengah sibuk merapikan tatanan jilbab mereka masing-masing.

"Mbak!! Disuruh cepetan, nanti langsung ngunciin gerbang terus kita naik mobil sama ustadz." Suara Dimas sedikit mengagetkan mereka bertiga.

"Iya, bentarr," jawab mereka singkat.

Dimas adalah adik kandung dari Atika, tetapi Ayla dan Aisya sudah menganggapnya sebagai adik mereka juga.

Tak perlu waktu lama mereka sudah siap dengan gamis dan jilbab berwarna nude senada sehingga tampak begitu anggun dan menawan.

Melihat kedatangan mereka bertiga, para santri yang telah menunggu di depan pagar rumah ustadz langsung masuk ke dalam mobil, santriwati berada paling belakang lalu dua baris depan diisi oleh santri putra serta Ustadz Tsaqif yang menyetir.

Aisya POV

Acara telah selesai, aku, Mbak Ayla, dan Mbak Atika sibuk membantu ibu-ibu merapikan semua peralatan yang tadi digunakan untuk suguhan para jamaah.

"Sya, kita langsung cuci piring aja yuk." Mbak Atika menggandengku ke arah kran samping kamar mandi masjid, disana sudah ada tumpukan piring, gelas, mangkok, serta beberapa peralatan lain.

Mbak Ayla juga turut mencuci piring hingga selesai.

"Alhamdulillah...selesai," gumamku seraya duduk di teras masjid bersama Mbak Ayla, sementara Mbak Atika masih sibuk berbicara dengan Dimas.

Masih banyak orang disana, sedang berbincang-bincang atau hanya istirahat sejenak.

"Mbak, Ustadz hebat banget ya, dimana-mana banyak undangan," ucapku kepada Mbak Ayla yang duduk di sebelahku.

"Iya dong, belum lagi kalau setiap hari jum'at pasti udah ada jadwal khutbah dimana-mana," timpal Mbak Ayla.

"Iya mbak? Beneran? oiya ustadz juga ngajar di Ponpes Al-Falah yang kemarin kan?"

"Iya, selain ngajar disitu ustadz juga ngajar di kampus Ihoh."

Aku hanya bisa ber-oh ria, sungguh aku kagum dengan Ustadz Tsaqif, bisa mendirikan pondok, mengajar dimana-mana, khutbah dimana-mana, maa syaa Allah.

"Pingin deh aku daftar kuliah, mbak," lanjutku.

"Ya nggak papa, secepatnya aja daftar, mau dimana emangnya?" Tanya Mbak Ayla.

"Belum tau juga sih, kapan-kapan mau lihat deh sama ibu."
Aku mulai membayangkan jika aku bisa lulus sarjana dan membuat keluargaku tersenyum bahagia melihat keberhasilanku suatu hari nanti. Aku juga ingin menjadi seorang penulis yang mampu membuat semua orang pembacanya terinspirasi dengan karyaku.

"Udahan yuk, kita langsung ke depan, kayaknya ustadz udah mau pamit, tuh Atika juga udah di depan."

Aku hanya menjawab Mbak Ayla dengan anggukan dan beranjak menuju halaman masjid.

"Ternyata lumayan rame ya, Mbak," ucapku setelah sampai di rombongan.

"Iya, ku kira tadi nggak serame ini," jawab Mbak Atika.

"Seneng banget ya, masjidnya besar lagi, berati kita kesini setiap malam kamis ya?"

"Mungkin iya Mbak," jawabku.

Sambil menunggu ustadz, kami berdiri di halaman sembari bercanda dan melihat lalu lalang beberapa orang yang masih disana.

Klek!

Sepertinya sepatuku telah menginjak sesuatu yang asing. Aku melihat Mbak Ayla dan Mbak Atika yang terlihat terkejut.

Perasaanku mulai tak enak, refleks aku menoleh ke belakang.

"Astaghfirullah!" ternyata tak sengaja aku menginjak kaki seorang pemuda di belakangku.

Aku menatap ujung kakinya yang telah kuinjak. Dan langsung melihat wajah pemuda di depanku, dia tampak meringis tanpa suara.

"Maaf...," ucapku lirih dengan menangkupkan kedua tanganku, tak tau lagi harus berkata apa. Aku menunduk dalam.

"Maaf banget, kak, gak senga-."

Belum sempat melanjutkan ucapanku pemuda itu sudah pergi.

Hanya ku lihat dia memegang handphone di samping telinganya. Mungkin dia sangat sibuk sehingga langsung meninggalkan kami bertiga yang masih mematung disana.

Aku sangat merasa bersalah dan sedikit takut. "Sya..." Mbak Ayla dan Mbak Atika menghampiriku, mungkin mereka tau jika aku merasa tidak tenang saat ini.

"Aku tadi nginjeknya kenceng apa nggak sih, mbak?" Aku khawatir.

"Nggak tau ya, kayaknya nggak kenceng deh," ucap Mbak Ayla sejenak.

"Udah, gak papa, mungkin orang itu sudah memaafkanmu," lanjut Mbak Ayla sambil mengusap punggungku.

"Iya, emang tadi kita sempat kaget, tapi dilihat dari wajahnya, dia baik-baik aja, kayaknya dia lagi sibuk banget jadi langsung balik gitu," sahut Mbak Atika.

"Semoga aja nggak papa," gumamku masih sedikit cemas.

"Udah, Sya, in syaa Allah nggak papa kok, tadi kamu juga udah minta maaf kan," ucap Mbak Atika menenangkanku.

"Iya, Sya, nggak usah terlalu dipikirin, yuk kita pamit sama ibu-ibu disana dulu, tuh Ustadz udah salam-salaman sama bapak- bapak," ajak Mbak Ayla kemudian.

Meskipun masih sedikit cemas, aku berusaha menetralkan pikiran dan mengikuti Mbak Ayla berjalan ke arah ibu-ibu disana, dan berpamitan. Sedangkan Ustadz sudah lebih dulu menuju tempat parkir.

"Kalian santrinya Pak Ustadz ya?" tanya salah seorang ibu disana.

"Iya, bu." Kami bertiga menjawab serempak sambil tersenyum.

"Oo, kalau begitu ini ada sedikit untuk kalian dan teman-teman tadi, lalu yang ini untuk Pak Ustadz, tolong disampaikan ya," ucap ibu itu sambil memberikan dua bungkus makanan.

"Oo baik bu, akan kami sampaikan, terimakasih banyak bu," sebenarnya kami sangat sungkan, tapi aku ingat kata ibu, jangan menolak pemberian.

Selesai bersalaman kami bergegas menuju mobil, khawatir Ustadz menunggu terlalu lama.

Aisya POV end

Kakak kemarin mau ngomong apa sih, kok sampe sekarang belum telepon. Batin Atika. Dia sangat penasaran setelah Bahrudin mengatakan ingin menelepon kemarin, tak biasanya Bahrudin mengatakan hal demikian.

Ting..

Notifikasi di ponsel Atika berbunyi. Sangat antusias Atika langsung membuka pesan masuk, siapa tahu hal yang ditunggu- tunggu sedari tadi menjadi jelas.

Dek, kamu sekarang di pondok ya?


Iya, kak

Maaf ya kemaren aku belum sempat telepon lagi, ada urusan sedikit.

Iya kak, nggak papa kok, mau ngomong apasih? Kayaknya penting banget.

Benar saja, akhirnya setelah menunggu beberapa lama Atika akan mendapat jawaban.

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang