part 13

29 3 0
                                    

Ayla berjalan di taman sambil mendekatkan ponsel ke telinganya, lalu duduk di kursi taman itu.

"Assalamu'alaikum, bu."

"Wa'alaikumussalam, nduk, bagaimana kabarnya?" Suara lembut ibu Ayla dari seberang.

"Alhamdulillah, sehat, bu. Ayah bagaimana? Sudah sehat?"

"Ayah masih sakit, nduk. Apa kamu bisa pulang besok? Sepertinya ayah butuh kamu untuk menemaninya."

Ayla berpikir sejenak, ia sedih mendengar keadaan ayahnya yang masih terbaring lemas di ranjang rumahnya. Sebenarnya sudah beberapa hari ini Ayla mendengar keadaan ayahnya, namun ia hanya bisa mendo'akan dan meminta tolong adiknya untuk menjaga dan merawat ayahnya.

"In syaa Allah Ayla bisa, bu," jawabnya mantap.

"Ya sudah, besok kamu pulang bersama Pakde dan Bagas."

"Lhoh bu, apa tidak merepotkan?"

"In syaa Allah tidak, mereka sekeluarga juga ingin menjenguk ayah. Kalau begitu kamu siap-siap ya, ibu mau masak dulu, assalamualaikum."

"Iya bu, wa'alaikumussalam."
Ayla menjauhkan ponsel itu dari telinganya, melihat suasana taman siang ini, sepi, pasti semuanya sedang berbaring di kamar mereka masing-masing, istirahat sejenak sebelum melakukan aktivitas pesantren nanti.

Ia tak sabar bertemu ayahnya, sosok lelaki yang tegas dan berwibawa, yang selalu menuntun Ayla menjadi seorang wanita yang kuat dan cerdas, meski tergolong orang yang keras, namun ayahnya berhati lembut dan penyayang.

Banyak sekali nasihat ayahnya yang tersimpan di otak Ayla, salah satunya ketika dulu Ayla pernah dijauhi oleh beberapa temannya. Kemudian ayahnya berkata, "Jangan pernah ragu untuk mempertahankan hal yang benar meskipun banyak orang tak mempercayainya. Karena kebenaran tidak terhitung dari berapa orang yang memihakmu." Nasihat itulah yang selalu Ayla ingat ketika ia sedang dalam masalah besar.

"Ya Allah, hanya kepada-Mu aku memohon, berikanlah kesembuhan untuk ayah, ciptakan kembali keceriaan untuk keluarga kami," gumam Ayla.

***

"Assalamu'alaikum." Ayah dan ibu Aisya masuk ke Pesantren Manarul Huda.

"Wa'alaikumussalam," jawab Aisya riang. Ia berlari kecil menuju kedua orang tuanya, tak mempedulikan para santri yang berlalu lalang. Masih di pintu pagar, Aisya langsung bersalaman dan memeluk mereka, ia sangat senang dikunjungi mereka, mengingat tasyakuran pesantren kemarin orang tuanya tidak menjadi tamu undangan.

"Kangen banget kayaknya," ucap Bu Lastri sambil tersenyum mengelus pucuk kepala Aisya yang terbalut kerudung.

"Hehe... Ayo duduk," ajak Aisya. Ia menggandeng tangan ibunya hingga sampai di kursi taman.

"Alhamdulillah sampai," tutur ayah Aisya sambil mengistirahatkan tubuhnya di atas kursi taman.

"Berangkat jam berapa, yah?" tanya Aisya.

"Setelah subuh ayah sama ibu berangkat, takut kesiangan nanti tambah lelah," jawab ayah Aisya.

"Iya, kan habis ini masih harus nemenin Aisya daftar kuliah," imbuh Bu Lastri.

"Oiya, lupa." Aisya menepuk dahinya pelan.

"Ya sudah, sekarang saja ya kita berangkat, ayah biar istirahat di sini." Bu Lastri memang wanita yang tangguh, jika biasanya seorang istri selalu didampingi suaminya Bu Lastri malah mengantar putrinya sendiri meskipun jaraknya cukup jauh, ia paham jika suaminya masih sangat lelah.

"Iya, bu, aku ambil tas dulu. Oiya, ayah jangan disini, nggak nyaman, tiduran di kamar itu aja" Aisya menunjuk ke kamar sebelah musala, biasanya para tamu akan dipersilakan masuk ke sana untuk istirahat.
Ayah Aisya melihat tempat yang ditunjuk anaknya.

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang