part 2

71 4 0
                                    

Keesokan harinya, hari ahad, setelah semua kegiatan pagi terselesaikan, para santri bisa beristirahat dengan tenang, banyak dari mereka yang memilih keluar untuk sarapan. Atika dan Aisya masih bersantai seusai membereskan kamar mereka, sedangkan Ayla masih sibuk menata baju dan buku-bukunya di dalam loker.

"Sya, ngapain?" ucap Atika.

"Nggak ngapa-ngapain, Mbak, hehe... Lagi gabut aja, pingin nulis-nulis." Jari-jari Aisya sangat lincah menggerakkan pena ke atas sebuah buku catatan bersampul warna biru, sudah tertulis satu paragraf panjang sejak beberapa menit yang lalu. Sejak masa SMA dia jadi gemar membaca novel-novel islami, sampai akhirnya dia juga suka menulis ide dan pengalaman hidupnya ke buku diary miliknya.

"Keluar yuk, laper nih, pingin beli cemilan," ajak Atika.

"Yah... Masa laper beli cemilan, beli nasi aja, kan kita juga belum sarapan dari tadi," jawab Mbak Ayla sambil menyusun tumpukan baju di lokernya.

"Emmm... Oke deh, tapi kita patungan aja ya, Mbak, sekalian beli cemilan," ujar Atika.

"Iya nih, sekalian ajak Aisya keluar, dia kan belum tau daerah sini," sambung Ayla.

"Oke, aku ikut!" ucap Aisya sangat bersemangat sambil menyambar kerudung di sampingnya.

"Kebiasaan deh, kalo diajak jalan- jalan langsung berangkat," kata Ayla yang sudah tau kebiasaan Aisya dulu.

Aisya tertawa lirih sambil melihat Atika yang masih mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Mbak Atika chattingan sama siapa sih?"

"Ini lho, sama temen," jawab Atika.

"Temen apa temen hayoo...," tatap Aisya penuh selidik seakan tau kalau Atika sangat dekat dengan kawannya itu.

Atika hanya membalas pertanyaan Aisya dengan seulas senyuman.

"Udah yuk berangkat," Atika mengalihkan pembicaraan sembari beranjak dari duduknya.

"Namanya siapa?" tanya Aisya kemudian.

"Bahrudin," sahut Ayla tanpa basa basi.

"Ihh Mbak Ayla selalu gitu, kan Aisya jadi tauu," balas Atika sedikit kesal. Memang sejak saat itu Atika menjadi sangat dekat dengan Bahrudin walau hanya berkomunikasi lewat ponsel. Melihat kebiasaannya itu, mungkin teman-temannya juga akan mengira kalau Atika memiliki lelaki spesial di hatinya.

Flashback on

Atika sedang asyik membersihkan dan menyapu ruangan, menata sederet jilbab juga mengecek semua jilbab di toko itu. Semua pegawai sangat sibuk dengan tugasnya masing-masing.

Drtt..drrt...

Ponsel dalam saku gamisnya bergetar tanda pesan masuk.

Assalamualaikum

Aneh, ada pesan masuk dari nomor tak dikenal, Atika langsung mengetik sebuah balasan.

Waalaikumussalam, siapa ya?

Aku Bahrudin, boleh kenalan?

Boleh, tapi darimana kamu dapat nomorku?

Dari temanmu, namanya Ali, katanya dia mau memperkenalkanku denganmu.

Atika mengerutkan keningnya, tengah mengingat sesuatu, berpikir apakah ia mempunyai teman yang bernama Ali.

"Oiya," katanya lirih sambil menjentikkan jarinya. Atika memang sangat kenal dengan Ali, teman masa SMP dulu. Tapi kenapa dia mau mengenalkan Atika dengan Bahrudin? Entah mengapa, namun Atika langsung membalas pesan.

Oo begitu

Boleh ya aku jadi temen kamu?

Boleh aja kak

Nama kamu siapa?

Namaku Atika, salam kenal

Memang pada dasarnya Atika adalah orang yang terbuka, semua orang yang dianggap nyaman diajak bicara pasti akan banyak cerita yang la ungkapkan dan banyak curhatan yang ia sampaikan. Dan kondisi itulah yang ia alami saat berbalas pesan dengan Bahrudin, pemilik nomor asing itu.

Flashback off

Ayla, Aisya, dan Atika berjalan menuju pasar terdekat, mungkin hanya memerlukan waktu 10 menit berjalan ke sana, melewati sekolah-sekolah dan perumahan warga di sekitarnya.

Memang lokasi pondok mereka sangat strategis, dekat dengan rumah sakit, pertokoan, serta beberapa sekolah, lengkap mulai jenjang Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan. Sampai dimana perhatian Aisya beralih ke sebuah pesantren yang cukup besar.

"Mbak, itu ya pesantren yang deket dari pesantren kita?" tanya Aisya.

"Iya, yang itu namanya Pondok Pesantren Al-Falah, biasanya ustadz juga ngajar disitu." Mbak Atika menjelaskan.

"Wah besar banget," ujar Aisya sambil memandangi gedung pesantren itu, di bagian depan tampak aula pondok dan kantor sekretariat, serta di sebelahnya terdapat kamar-kamar bertingkat milik para santri. Ada jalan masuk di tengahnya yang mungkin saja masih ada beberapa gedung di dalam sana.

"Iya lah, udah banyak banget santrinya," sahut Ayla.

Terlihat banyak santri di depan aula sekedar duduk di teras dan mengobrol dengan teman- temannya, banyak juga yang berjalan keluar pondok untuk membeli makanan di warung terdekat, dan ada pula yang dijenguk oleh sanak saudaranya.

"Kok semua santri putra ya mbak? Kayaknya aku denger ada santri putrinya juga," tanya Aisya.

"Ada dong, temenku dulu banyak juga yang disitu, emang sih kalo pondok putri ada di kompleks sebelahnya, kan terpisah Sya, mau jalan-jalan juga ke kompleks santri putri?" Atika menawari.

"Lhah jangan dulu deh, kapan-kapan aja ya, kita kan belum sarapan," Ayla menimpali.

Aisya mengangguk dan meneruskan langkahnya. Mereka terus berjalan menuju pasar, biasanya disana banyak yang berjualan makanan, minuman, maupun camilan.

"Mbak mbak, berhenti disini dulu yuk, pingin beli minum." Tiba-tiba Aisya berhenti di depan toko kecil.

"Ya udah sekalian duduk dulu sebentar, aku tunggu disini ya" jawab Atika sembari mengecek layar ponselnya mungkin saja ada pesan masuk. Benar saja, sudah ada lima pesan sekaligus. Mungkin kalau dilihat-lihat Atika lah yang paling sering memegang ponsel di antara mereka, ia sangat betah berlama-lama bertukar pesan ke teman-temannya, tak terkecuali ke Bahrudin.

"Wih udah berapa pesan tuh, betah banget Mbak Atika," goda Aisya memberi tatapan jail sambil berjalan ke dalam toko. Namun yang ditatap hanya tersenyum tipis.

"Yuk, Sya, beli minum dulu," Ayla menggandeng Aisya ke dalam toko.

"Eh!" Atika kaget ketika ponselnya berdering, ada panggilan masuk.

"Assalamu'alaikum." Atika mengangkat panggilan itu.

"Wa'alaikumussalam, kamu dimana?" terdengar suara lelaki di seberang.

"Aku lagi di jalan kak, ada apa?"

"Oh nggak jadi deh, kalau gitu aku telpon lagi nanti, ada hal penting."

"Hal penting apa, kak?"

"Ya udah, nanti aja kalau kamu udah di pondok, biar nyaman ngomongnya."

"Bikin penasaran aja."

"Nanti aku hubungi lagi, udah ya, assalamu'alaikum." Bahrudin menutup telponnya.

"Wa'alaikumussalam," jawab Atika.

"Kenapa, Tik?" Ayla keluar dari toko bersama Aisya.

"Gak tau nih Mbak, Kak Bahrudin pingin ngomong sesuatu yang penting katanya," jawab Atika.

Mereka pun melanjutkan perjalanan ke pasar sambil menengok kanan kiri memilih menu sarapan hari ini. Di sepanjang perjalanan Atika memikirkan perbincangannya dengan Bahrudin tadi di telepon.

Kira-kira apa ya yang mau dibicarakan kakak? batin Atika.

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang