part 34

17 4 0
                                    

Sebuah mobil putih masuk ke halaman Pesantren As-Salam. Tampak tiga pria bersarung dengan kemeja dan peci hitam keluar dari mobil itu.

Salah satu dari mereka membuka bagasi.
"Gus, melihat segini banyaknya sepertinya kita butuh bantuan," ucap Adzin sambil memandangi tumpukan kitab di depannya.

"Wah tapi disini kelihatan sepi sekali," timpal Iwan.

"Kalau sore seperti ini memang para santri mulai setoran, juga para ustadz dan ustadzah. Kalau abdi ndalem pasti ada di dapur, memasak makan sore untuk para santri," jawab Amir.

Mereka melihat di sekitar halaman tidak ada satupun yang muncul, padahal biasanya bagian keamanan akan selalu terlihat di halaman dan taman.

Adzin yang ikut melihat di sekelilingnya memicingkan mata ketika menemukan seseorang masuk dari gerbang pesantren.

"Aisya!" Sontak teriakannya membuat Amir dan Iwan mengikuti arah pandang Adzin.

Aisya yang baru saja datang segera memenuhi panggilan Adzin.

"Assalamu'alaikum," salam Aisya ketika keberadaannya sudah cukup dekat dengan ketiga pemuda itu. Ia cukup heran dengan adanya Adzin di tempat ini.

"Wa'alaikumussalam," jawab ketiganya kompak.

"Oh iya, Ustadzah Aisya, benar?" Tanya Iwan ketika mengingat pertemuannya di acara pernikahan Nayla.

"Benar, ustadz," jawab Aisya.

"Sebentar, gus. Boleh aku berkenalan sebentar? Kemarin ingin kenalan tapi tidak boleh sama Gus Amir," ucap Iwan tanpa rasa bersalah. Sengaja ia ingin memancing reaksi sahabatnya itu, usil sekali.

Benar saja, keusilannya langsung dihadiahi pelototan oleh Amir.

"Eh maaf gus, maaf. Keceplosan," kali ini Iwan tersenyum menangkupkan tangan dan menundukkan kepalanya berkali-kali untuk minta ampun pada Amir. Walaupun sepertinya kejahilannya tidak akan pudar.

Amir memutar bola matanya malas. Aisya yang melihat tingkah laku mereka hanya bisa menahan tawa.

"Oke lanjut, perkenalkan nama saya Ikhwan Al-Hasan, biasa dipanggil Iwan."

"Salam kenal, Ustadz Iwan," Aisya menangkupkan tangannya.

Iwan menanggapinya dengan senyuman.

"Mas Adzin kok bisa disini?" Lanjut Aisya.

"Iya, ceritanya panjang, pokoknya mulai  sekarang saya siap untuk membantu Gus Amir jika dibutuhkan. Oiya, Aisya, kami perlu bantuan sebentar boleh? Kitab di dalam sangat banyak jika hanya kita bertiga yang ngangkat, apa kamu bisa bantu?"

Mendengar itu, entah dorongan darimana Amir segera menanggapi, "Mas Adzin, mungkin jangan Aisya, tidak baik jika seorang wanita yang mengangkat, karena kurasa akan memberatkan."

"Tepat sekali! Aku akan mencari bantuan yang lain," Sahut Iwan sambil bergegas meninggalkan mereka bertiga.

"Aisya tolong carikan tempat saja di ruang tengah di meja depan rak kitab," perintah Amir dijawab Aisya dengan anggukan.

"Jadi Aisya disini juga ngajar begitu, gus?" Tanya Adzin setelah Aisya pergi.

"Benar, dia ikut menyimak santri yang setoran hafalan Al-Qur'an, hanya sore hari," jelasnya.

Tak berselang lama, Iwan mengajak seorang wanita dan juga dua orang pria untuk membantu.

"Ustadz tolong bantu kami mengangkat barang, ustadzah bisa minta tolong menatakan tempat juga di ruang tengah," titah Adzin yang dijawab Syifa dengan anggukan.

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang