part 38

16 4 0
                                    

Seorang gadis berjalan lambat dari dalam kamarnya. Panggilan sang ayah membuatnya tak berdaya untuk membantah lagi. Rasa bimbang dalam hatinya semakin hari semakin bertambah, ia tak tau lagi harus berbuat apa. Hanya do'a-do'a yang bisa menenangkan hatinya saat ini.

Ayahnya sudah menunggu di ruang tamu bersama mamanya.
"Tika, sini!" Ayahnya menepuk tempat duduk di sebelahnya.

Atika mengangguk.

Ayahnya melihat Atika dengan seksama, terlihat jelas guratan kesedihan dan kebingungan di wajah Atika.

"Coba baca Al-Insyirah dan hauqalah dulu, nak. Ayah ingin kamu tetap mengingat Allah di setiap langkah kamu," ucap sang ayah.

Putrinya menuruti semua perintah ayahnya, mulutnya merapalkan doa yang ayahnya perintahkan, dalam hatinya pun berdo'a untuk diberikan yang terbaik dalam setiap langkahnya.

"Atika mau birrul walidain?"

Ia mengangguk.

"Atika mau nurut sama ayah dan mama, nak?"

Ia mengangguk lagi.

"Tika, kewajiban seorang ayah kepada anaknya ada 4. Memberikan nama yang bagus, mendidik, memberi nafkah, dan menikahkan dengan orang yang tepat."

Atika mendongak, mulai meresapi petuah dari ayahnya.

"Ayah tau, terkadang apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan apa yang kita bayangkan. Tapi ayah minta, kamu harus tetap maju ke masa depan, kamu harus tetap semangat mencari ridho Allah. Mama sudah cerita perihal penolakan kamu kemarin, tapi ayah mengambil keputusan seperti inu juga untuk kebaikan kamu. Dan sekarang, ayah ingin menunaikan kewajiban terakhir ayah. Kamu mau membantu ayah kan, nak?"

Atika terisak, ayahnya benar, tidak seharusnya ia terus menerus dalam kehampaan, ia ingin menjadi anak yanh berbakti, ia ingin berubah, tidak ingin seperti dulu lagi.

"Iya, ayah." Suaranya parau.

Ayahnya mengusap pucuk kepala Atika yang sudah tertutup hijab berwarna pink. Usapan penuh pengharapan dan kelembutan.

Mamanya menghampiri mereka, menggenggam tangan Atika lalu mengusap air mata di pipi Atika.

Melihat kasih sayang kedua orang tuanya, ia menghambur ke pelukan mamanya.

"Atika mau berusaha ikhlas, ma." Isakannya tertutupi karena erat pelukannya kepada sang mama.

Ayah dan mama Atika saling bertatapan dan memyunggingkan senyuman, mereka tau, Atika sekarang sudah berbeda dengan Atika yang dulu. Sekarang ia telah tumbuh menjadi wanita yang baik, lembut, patuh, dan rajin.

Mereka jadi semakin yakin untuk memilihkan pasangan untuknya.

Atika melepas pelukannya, isaknya sudah mulai reda. Ia mengambil tisu yang sudah diberikan ayahnya.

"Sudah nangisnya? Atau mau nangis lagi? Mama masih menampung lho ini..." goda mamanya.

Atika tertawa di tengah nafasnya yang tersengal karena bekas isakan.

"Mama jangan gitu!" Rengeknya.

"Lagian kamu nangisnya khusyuk banget," ucap mamanya.

Atika mencebik. Namun hatinya sudah lega, kini ia akan berusaha lebih ikhlas lagi untuk menerima segala ketetapan dan takdir.

"Yah, Atika mau tanya."

"Hm?"

"Sebenarnya ada seorang pria juga yang ingin menemui ayah sama mama."

"Benarkah? Siapa itu?" Tanya mama.

"Mama sama ayah belum kenal kok, namanya Adzin. Kalau seandainya dia benar-benar kesini gimana?"

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang