part 20

22 4 0
                                    

Hawa dingin pagi ini terasa begitu pekat walaupun jarum jam saat ini menunjukkan angka 9, tak jarang Ayla menggosok tangan dan kakinya untuk menghangatkan diri.

Tok tok tok...
"Assalamu'alaikum..."

Sudah biasa di waktu-waktu seperti ini banyak tamu yang datang menjenguk, dari keluarga, kerabat, hingga orang-orang yang belum pernah Ayla kenal. Tanpa pikir panjang Ayla segera mengambil jilbab.

"Wa'alaikumussalam, inggih, sebentar," jawabnya seraya berlari kecil menuju pintu.

Pintu terbuka dan menampakkan wajah seorang pria yang tak asing, bahkan yang sangat Ayla kenal. Jantungnya berdetak hebat, pikirannya juga bingung, mengapa lelaki ini bisa disini?  Apa ini mimpi? Kalau bukan, apa yang ia lakukan? Semua pertanyaan berputar di benaknya, namun yang terpenting saat ini, ia sangat terkejut dan seperti tak bisa berkata-kata.

Dengan setelan kemeja dan celana abu-abunya, ia tampak berbeda dari biasanya.

"Apa seorang tamu tak dipersilakan masuk?" Ucap laki-laki itu sontak membuat Ayla tersadar kalau ini nyata.

"Ke..kenapa-..."

"Ayla, ada tamu kok nggak disuruh masuk," Bu Salwa muncul di belakang Ayla. Pria itu tersenyum ketika melihat ibu Ayla.

"Lhoh, ini nak Arzan yang ketua pengurus pesantren itu ya, silakan masuk," ucap Bu Salwa ramah.

Pria yang namanya disebut itu langsung masuk melewati Ayla yang masih terheran dengan kedatangannya lalu mencium tangan Bu Salwa.

"Saya mau menjenguk ayah, bu. Ehm, maksud saya ayahnya Ayla," Arzan menyampaikan maksud kedatangannya.

"Oo seperti itu, kebetulan sudah bangun, tak tuntun dulu kesini."

"Inggih, bu."

Tak lama Ayla masuk dengan segelas teh di tangannya.

"Sendiri?" Ucapnya setelah menaruh gelas itu di depan Arzan.

"Iya," jawabnya terjeda, "kabar ayah  bagaimana?" Lanjutnya.

Ayla merasa aneh dengan sebutan 'ayah'  itu. Mengapa tak menyebut 'ayahmu' saja agar lebih enak didengar.

"Masih seperti biasa, makan masih agak sulit."

"Kalau kamu?"

Ayla tercekat.

"Aku kenapa?"

"Bagaimana kabarnya?"

Ayla tampak berpikir, ulah apalagi yang lelaki ini perbuat, batinnya.

"Tentu saja seperti yang kamu lihat, sehat dan baik."

Suasana kembali canggung. Jujur Arzan juga tak menyangka berani berkata demikian, sekarang giliran Arzan yang jantungnya berdetak hebat.

Untung saja ayah dan ibu Ayla sudah datang.
Ayla berdiri dan membantu menyiapkan kursi.

"Lhoh, ini siapa, bu?" Ucap ayah Ayla.

Arzan mencium tangan ayah Ayla, "saya teman pondoknya Ayla, ayah."

Pak Salman tersenyum mendengar sebutan akrab itu. Ibu Ayla memberi kode kepada Ayla untuk menyiapkan makanan bersama, biarlah ayah Ayla yang menemani Arzan.

Dengan lihai Bu Salwa meracik setiap masakannya dengan senang hati, begitu juga Ayla bersemangat memasak dan membantu ibunya itu.

Tak butuh waktu lama, masakan sudah tersaji di meja.

"Mari, nak Arzan makan dulu, kebetulan kita juga mau sarapan bersama, ayo sekalian," ajak Bu Salwa.

Arzan pun tersenyum canggung,"tidak usah bu, sudah sarapan dari rumah tadi."

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang