Aisya fokus dengan buku diary dan bolpoin di tangannya. Setiap hal yang menarik selalu ia tulis dalam bukunya itu, termasuk orang-orang istimewa dalam hidupnya, mulai dari keluarga, sahabat, hingga sekarang ia telah menuliskan nama Amir dalam buku kesayangannya itu. Entah sejak kapan ia mulai kagum dan suka segala hal tentang Amir, mulai dari tutur kata, sikap, perangainya, hingga senyumnya pun turut membuatnya semakin jatuh hati kepada sosok pemuda itu.
"Sya, kamu mulai kuliahnya kapan?" Tanya Atika.
"Lhoh, udah dari satu bulan yang lalu, mbak," jawab Aisya.
"Aih! Serius, mbak? Kok nggak pernah lihat Mbak Aisya ngampus?" Sahut Zahra.
"Iya dong, kan aku belajarnya mandiri, jadi lewat laptop atau hp semua, nggak ada tatap muka kecuali saat ujian, jadi ya memang nggak perlu ke kampus."
"Wih, enak juga tuh, mbak," sahut Zahra.
"Tapi kamu harus pintar membagi waktu, jangan sampai lupa sama tugas-tugasnya, Sya" ucap Atika.
"Iya, in syaa Allah, mbak," jawab Aisya, "Mbak Atika, maaf ya, jangan tersinggung, ngomong-ngomong Mas Bahrudin gimana sekarang?"
"Ngapain minta maaf sih, Sya, Bahrudin itu sudah aku anggap masa lalu yang kelam, nggak akan aku ulangi lagi seperti dulu, aku ingin memperbaiki diri, lagian dia juga nggak ada kabar sampai sekarang, sudah terbukti dia tak akan mau lagi berjuang, perlahan aku telah mengikhlaskannya," ucapnya terjeda, ia tersenyum, "ayah dan ibu memang benar, aku sudah menyesal dulu telah membantah padahal tujuan mereka justru untuk kebaikanku."
Aisya menyentuh tangan Atika seraya tersenyum, "semoga Allah berikan yang lebih baik segera."
Atika mengamini. Zahra yang mendengarkan percakapan mereka hanya menyimak dan memperhatikan tanpa bertanya. Ia jadi teringat tentang permohonan dari Adzin kemarin.
"Zahra, adik gue yang paling cantik sejagad raya, boleh minta tolong?" Rayu Adzin.
"Wah wah... pasti ada apa-apanya nih," selidik Zahra.
"Pinter banget adik gue, gini, mau nggak cari tau apa aja kesukaannya Mbak Atika, atau kalau enggak barang-barang, makanan, pakaian, yang sering dia pake, kalau perlu kisah-kisahnya dia, loe kan deket sama Mbak Atika, jadi tolong ya."
Zahra tak bisa membendung tawanya lagi, "Kak, jadi loe suka sama mami gue? Tumben banget loe, biasanya semua cewe loe deketin, jangan kira gue nggak tau ya, gini-gini gue udah mau SMA!"
"Iya iya terserah loe aja, tolongin ya, please..." bujuk Adzin.
"Boleh, tapi beneran ya loe nggak akan nyakitin mami gue, jangan jadiin mami gue korban loe yang keseratus, kalau sampai terjadi, awas loe."
"Ah elah lebay amat loe, nggak nyampe seratus kali, tapi gue serius, kali ini gue serius, jadi tolongin gue."
"Boleh.."
"Emang loe ponakan gue tercinta, bangga juga gue punya loe, hahahaa..."
"Eits! Tak ada yang gratis di dunia ini ferguso, gue dapet apa nih kalo berhasil?"
"Ck! Ya udahlah, gue tambahin uang jajan."
Mata Zahra berbinar, "sepakat!"
***
"Assalamu'alaikum, Umi, Abi," salam Nayla dari kejauhan, ia berlari kecil menuju Umi dan Kyai yang sudah menunggu kedatangannya di teras ndalem.
Umi Halimah terlihat sangat bahagia sekaligus terharu karena putrinya telah pulang dari pendidikan setelah sekian tahun berada di Yaman.
![](https://img.wattpad.com/cover/362501142-288-k352402.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Triple A
RomanceAisya, Atika, Ayla. Tiga wanita cantik dengan kisah-kisah mereka yang berwarna bermula di pesantren. Aisya "Aku tak mau berharap terlalu tinggi untuk mendapatkanmu, kita bagai bumi dan langit yang sulit menyatu." Atika "Di saat hatiku belum siap men...