"Assalamu'alaikum!!!" Teriak Zahra di ambang pintu kamar membuat Atika terperanjat dari posisinya.
"Wa'alaikumussalam, Ya Allah nduk, pelan-pelan aja salamnya, jangan keras-keras," keluh Atika.
"Hehee... Maaf, mami, terlalu bersemangat. Oh iya, kok sepi banget, mbak-mbak yang lain kemana? Kok sepi."
"Tadi katanya Aisya ke kampus, kalau Mbak Ayla pulang soalnya ayahnya sakit," jawab Atika.
"Kasian Mbak Ayla. Mi, aku ke dapur ya, mau goreng naget nih," Ia menunjukkan bungkusan kecil di tangannya.
"Mending kamu ganti baju dulu gih, biar seragamnya nggak kotor."
"Mami, sekalian biar Zahra nggak bolak-balik keluar kamar, mumpung masih pakai sepatu nih," bantah Zahra.
Seketika ia menaruh tas dan berlari ke dapur. Atika hanya menggelengkan kepala menyadari sifat keras kepalanya Zahra. Lalu melanjutkan melipat baju dan meletakkannya ke rak."Mamii!!!" Teriak Zahra dari dapur.
Bukannya panik, Atika hanya berjalan santai menuju dapur."Kenapa lagi?" Tanya Atika bosan mendengar teriakan-teriakan yang bertubi-tubi dari Zahra. Bukan sekali dua kali Zahra berteriak seperti itu, bahkan setiap hari gadis remaja itu tak pernah absen melakukan hal heboh semacam ini.
"Itu, mami," tunjuknya ke arah wajan di hadapannya.
"Ya Allah Zahra, ini bukan minyak. Ini, ini apa?"
Atika mematikan kompor dan meniriskan naget, memeriksa air apa yang Zahra gunakan untuk menggoreng."Aaa..nagetnya lembek, mi."
"Kamu pake apa sih ini? Darimana tadi ambilnya?"
"Dari mangkok ini," Zahra mengangkat mangkok yang telah ia gunakan.
Seketika Atika tertawa, "Kamu tuh kalau ngelakuin apa-apa dilihat dulu, ini, yang kamu tuang tadi bukan minyak, ini air kaldu, hahaha..." Atika belum berhenti tertawa.
"Yaah, terus ini gimana?"
"Wajannya kamu cuci, terus dituang minyak dari botol yang itu, langsung nagetnya digoreng kalau minyaknya sudah panas."
"Duuh...," rutuk Zahra lirih. Atika yang melihatnya hanya tertawa renyah, bak melihat drama komedi.
Beginilah cerobohnya Zahra, untunglah Atika selalu setia mengarahkan dan menasehatinya, serta membantunya bagaikan ibunya sendiri ketika di pesantren. Tak ayal perhatiannya itu membuat Zahra betah berlama-lama dengan Atika.
***
"Assalamu'alaikum," Ayla mulai melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Rindu sekali ia dengan orang tua, saudara, dan tempat tinggalnya, apalagi semenjak berita tentang sakitnya sang ayah.
"Wa'alaikumussalam, kakak, sudah sampai," jawab Bahtiar, adik satu-satunya, ia menyalami Ayla dan keluarga Bagas.
"Buu... Kak Ayla sudah datang!" teriak Bahtiar sambil berlalu menuju dapur.
"Kak Bagas, pakde, bude, mari silahkan duduk," ajak Ayla saat mereka sudah di dalam rumah. Tanpa ba bi bu mereka langsung duduk dan menikmati empuknya kursi rumah Ayla, perjalanan ini cukup membuat tubuh mereka lelah.
"Alhamdulillah sudah datang," ucap Bu Salwa dari dalam kamar.
Ayla mencium tangan ibunya itu lalu memeluknya dengan erat, ia tak tahu sudah berapa lama tak bertemu keluarganya ini.
"Sudah jangan nangis gitu, sudah gede," Ibu Ayla mengusap lembut pipi putrinya. Segera ia menyalami tamu-tamunya dengan wajah gembira.
"Ibu, Ayla ke kamar ya, mau melihat ayah," ucap Ayla seraya mengusap wajah sembabnya dan dijawab anggukan oleh ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Triple A
RomanceAisya, Atika, Ayla. Tiga wanita cantik dengan kisah-kisah mereka yang berwarna bermula di pesantren. Aisya "Aku tak mau berharap terlalu tinggi untuk mendapatkanmu, kita bagai bumi dan langit yang sulit menyatu." Atika "Di saat hatiku belum siap men...