part 14

27 3 0
                                    

"Mami, aku pingin pinjem handphone bol-..." belum selesai Zahra berucap, ia heran dengan aktivitas Atika ketika sedang melihat layar handphonenya. "Itu siapa, Mi? Kok diliatin terus? Jangan-jangan suka ya? Hayoo," cerocos Zahra ketika melihat foto seorang pria dalam handphone.

"Zahra, udah, kasihan tuh Mbak Atika," jawab Aisya lirih.

"Emang kenapa, mbak?" tanya Zahra lagi.

Aisya tampak berpikir, ia bingung harus menjawab apa karena ia tahu itu adalah masalah pribadi Atika. Ia tak mau menceritakannya kepada orang lain tanpa seizin Atika.

"Gapapa kok Zah, aku cuman liatin temen lama, nggak lebih," Atika tersenyum namun terlihat agak redup.

"Beneran, mi? Gak papa? Kalau ada apa-apa cerita ke aku aja, mi, kan aku anaknya mami tercinta," ucap Zahra dengan menampakkan deretan giginya yang rapi.

Atika menghembuskan napas, "Ya memang dia orang spesial, tapi apa boleh buat, kami tidak bisa bersatu karena tidak ada restu dari orang tua," Atika terlihat murung, rasanya ia ingin memperjuangkan lagi, namun ia sudah tak bisa berpikir lagi, ia sangat bingung.

Aisya memperhatikan Atika, memang ia tidak pernah merasakan posisi Atika saat ini, tapi ia tau betapa sakitnya harus melepaskan seseorang yang istimewa dalam hidup kita, "Mbak Tik, tapi semuanya memang harus dengan restu dan doa orang tua, jadi sabar ya mbak, pasti Allah telah menyiapkan seseorang yang lebih baik untuk Mbak Atika, aku yakin."

"Tapi aku ingin memperjuangkannya, Sya. Sedangkan semuanya terasa begitu abu-abu, aku nggak tau lagi harus bagaimana, aku juga nggak tau apakah Mas Bahrudin mau berjuang lagi atau tidak," Atika menutup wajahnya tertunduk, ia terisak. Melihat hal itu Aisya segera mendekat dan memberikan pelukannya untuk menenangkan Atika.

"Mami jangan nangis ya, aku jadi ikutan sedih," sahut Zahra. Atika merasakan sentuhan Aisya dan Zahra yang menenangkan, dalam hati ia terus berdoa untuk kebaikannya, ia tak membenci orang tuanya namun ia belum rela jika harus berpisah dengan Bahrudin.

***

Aisya bersimpuh di atas sajadahnya seraya menengadahkan kedua tangannya, suasana kamar sepi karena Zahra sudah berangkat sekolah sedangkan Atika duduk tak jauh darinya.

"Ya Allah ampunilah dosa hamba dan kedua orang tua hamba, mudahkanlah hamba dan bapak ibu dalam urusan apapun. Ya Allah... Begitu juga mudahkanlah segala urusan Mbak Atika dan Mbak Ayla, berikanlah mereka ketenangan dan petunjuk untuk segala masalah mereka, aamiin ya robbal 'alamin."

Ia melepas mukenanya dan segera mengambil kertas bertuliskan tabel jadwal kuliahnya hari ini dan seterusnya.

"Bismillah hari ini ospek, semoga lancar ya Allah, aamiin," gumamnya.

"Eh kok bisa lupa sih, kemarin aku belum izin ke ustadz, ya Allah bisa-bisanya aku gini," ia segera beranjak menuju ndalem. Dan berhenti tepat di dapur samping ruang tamu ketika melihat Ustadz Tsaqif duduk di kursi.

"Ustadz, saya mohon izin berangkat kuliah, ada kegiatan ospek hari ini ustadz," Aisya menunduk.

"Sekarang, Sya? Naik apa nanti?" Tanya Ustadz Tsaqif.

"Inggih ustadz, in syaa Allah naik ojek."

"Ya sudah, hati-hati ya, semoga lancar."

"Aamiin, terimakasih ustadz, assalamu'alaikum," Aisya pamit lalu menangkupkan tangannya dengan tergesa kemudian berlalu menuju kamar. "Mbak Atika, aku pamit dulu ya, mau ospek, ya Allah, udah jam berapa ini, padahal cuma beberapa menit tadi izin ke ustadz," beo Aisya sambil mencangklong ranselnya dan bersalaman dengan Atika.

"Pelan-pelan, Sya, ati-ati lho di jalan, jangan lupa berdoa"

"Iya, mbak," teriaknya di depan pintu kamar sambil memakai sepatu.

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang