Atika memandang langit-langit kamarnya yang biru, hatinya yang perlahan membaik kembali terusik oleh sosok Adzin yang begitu berani mengungkapkan langsung ketertarikannya, bahkan ingin menjalin hubungan lebih jauh. Matanya enggan memejam walaupun sudah ia paksakan.
"Kak!" Teriak Dimas dari luar kamar.
"Iya, kenapa?" Atika membuka pintu kamar dan tampak tubuh adik bungsunya itu.
"Kak, ditunggu mama sama ayah," ucap Dimas sambil menunjuk keberadaan orang yang dimaksud.
Atika bergegas menemui orang tuanya dan bersalaman dengan mereka. Siang ini hawanya sejuk karena matahari tampaknya masih menyembunyikan wajahnya di balik awan.
"Ayah sama mama tumben kesini, ada apa, ma?" Tanya Atika.
"Ini nih, ayah mau sowan ke Ustadz Tsaqif, sudah lama ndak ketemu beliau semenjak kita ketemu di ndalem dulu."
Atika mengangguk dan ber-Oh ria.
"Ayah," panggil Atika, padahal daritadi ayahnya sudah di depan mata.
"Hm?" Balas ayahnya.
"Ayah, Atika mau tanya. Dulu alasan ayah nggak menerima Bahrudin karena apa?"
"Kan kamu tau sendiri, Bahrudin itu seperti apa, semakin dewasa kamu pasti semakin paham kan kalau ayah melarang Bahrudin karena perilakunya yang kurang mencerminkan seorang muslim yang taat."
"Iya, yah. Atika tau."
Kali ini rasa sakitnya tak seperti dulu. Ia sadar sikapnya dulu yang salah, keras kepala dengan pilihannya."Ayah, kalau tiba-tiba ada yang serius dengan Atika, gimana menurut ayah?"
Ayahnya tersenyum, "nduk, ayah tidak pernah melarang seorang laki-laki untuk melamar kamu, ayah hanya mau yang terbaik untuk anak-anak ayah. Menjalin hubungan rumah tangga itu bagaikan naik perahu, jika nahkodanya handal dan mahir, maka gelombang besar pun akan diterjang dan membawa penumpangnya hingga selamat. Maka dari itu, ayah ingin kamu menemukan orang yang benar-benar bisa membimbing kamu hingga ke surganya Allah, paham?"
Atika terenyuh mendengar nasihat ayahnya.
"Atika, mama juga sepaham dengan ayah, tak mungkin orang tua akan menjerumuskan anaknya, mama juga ingin kamu mengarungi bahtera rumah tangga dengan benar dan diridhoi Allah," imbuh mamanya.
"Aa, ayah, mama, terimakasih. Do'akan Atika terus ya, ma, yah."
Atika merangkul ayah dan mamanya bersamaan. Dan dibalas mereka dengan mengelus pundak dan pucuk kepala anak sulungnya itu."Kak, ada apa ini?" Dimas yang baru keluar dari kamar mandi pun melongo ketika melihat mereka berpelukan.
"Ya kalau gitu, Dimas ikut!" Tanpa tahu alasannya, Dimas menghambur ke pelukan mereka bertiga, membuat Atika kaget dengan tubrukan dari adiknya yang lumayan berbobot itu.Atika sangat beruntung telah dianugerahi keluarga yang selalu mengingatkannya ketika berbuat salah, dan selalu memikirkan yang terbaik untuknya. Meski begitu, Atika masih belum menginginkan seseorang memasuki hatinya, termasuk Adzin.
***
"Ustadzah, maaf, boleh minta tolong susun bunga-bunga ini? Aku masih mau menyiapkan ruang tamu untuk keluarga Kyai Ammar dan Bu Nyai Hanifah," ucap Aisya kepada teman-temannya yang sudah selesai menyiapkan dekorasi luar.
Tanpa membantah mereka segera menyusun bunga-bunga itu ke dalam beberapa vas yang sudah disediakan.
Aisya sibuk menata karpet, gorden, dan meja di ruang tamu.Tiba-tiba ia melihat Amir melambaikan tangan ke arahnya. Sebenarnya Aisya enggan untuk dekat lagi dengan Amir, bukan enggan karena benci, melainkan ia tak mau perasaannya terus terpupuk kepada Amir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Triple A
RomanceAisya, Atika, Ayla. Tiga wanita cantik dengan kisah-kisah mereka yang berwarna bermula di pesantren. Aisya "Aku tak mau berharap terlalu tinggi untuk mendapatkanmu, kita bagai bumi dan langit yang sulit menyatu." Atika "Di saat hatiku belum siap men...