part 12

29 4 0
                                    

Brukh!
"Upss!"

Semua orang kaget dan menengok untuk melihat apa yang telah terjadi.

"Maaf, Ustadz." Aisya menunduk dalam. Saking terkejutnya Aisya sampai tak terasa menyenggol kaleng di sebelahnya. Ayla menangkupkan kedua tangan lalu bergegas membereskan kaleng yang telah digulingkan Aisya.

"Ayo, ke kamar," bisik Ayla terburu-buru sambil menggandeng tangan Aisya.

"Tidak kusangka Atika menyembunyikan masalah besarnya," renung Ayla di dalam kamar.

"Ku kira semua berjalan lancar," kata Aisya.

"Assalamualaikum," salam Atika ketika masuk ke dalam kamar, suaranya sudah terdengar sangat parau.

"Wa'alaikumussalam," jawab keduanya serempak.

"Atika," tanggap Ayla cepat. Atika terduduk lemas di antara Aisya dan Ayla. Tak bisa lagi ia membendung air matanya.

"Kenapa nggak cerita dari awal, Tik? Masalah itu cukup berat bagi kamu," lanjut Ayla sambil menatap lekat Atika.

Tanpa menjawab apa-apa Atika terisak, ia menutup wajah dengan kedua tangannya, bahunya naik turun tak beraturan.
Melihat itu Ayla memeluk Atika, memberikannya sandaran agar bisa meluapkan segala duka.

Aisya mengelus pundak Atika yang masih sesenggukan.

"Pasti Mbak Atika terbebani dengan masalah itu, makanya akhir-akhir ini jadi pendiam," timpal Aisya.

"Maaf, aku nggak cerita dari kemarin, aku nggak mau menjadi beban kalian selama acara pesantren kemarin."

"Gapapa Tik, kita semua saudara, kamu jangan memendam masalahmu sendiri, malah akan menjadi beban hati dan pikiran kamu."

Atika menangis tersedu-sedu mengingat hubungannya dengan Bahrudin yang kandas. "Lalu bagaimana, Mbak? Aku nggak sanggup, tak ku sangka ayah akan menolak Mas Bahrudin, padahal kita sudah bersama selama tiga tahun, aku terlanjur menyayanginya, Mbak."

"Aku pernah baca di buku, lepaskanlah, semoga yang lebih baik datang. Lepaskanlah, maka suasana hati akan lebih ringan," saran Aisya.

"Iya, benar, sebaiknya kamu terus berdoa, Tik, minta sama Allah, untuk mengobati luka kamu. Allah memberikan cobaan kepada makhluk-Nya pasti ada hikmahnya, jika dia bukan jodoh kamu, maka aku yakin jodoh yang dipilihkan Allah itu adalah yang terbaik untukmu."

"Tapi aku masih belum bisa melupakan Mas Bahrudin, Mbak."

Air mata Atika masih terus mengalir membasahi pipinya.

"Tak usah melupakan, cukup ikhlaskan, Tik. Walaupun ikhlas itu tak mudah tapi cobalah, seiring berjalannya waktu semua akan baik-baik saja, yang penting kamu tetap tawakkal dan ikhtiar." Ayla terus mengelus pucuk kepala Atika, meyakinkannya agar tak terlalu larut dalam kesedihan.

"Mbak Atika tenang ya, menangis boleh, tapi jangan terlalu lama, semoga Allah segera mengirimkan Mbak Atika seseorang yang tepat dan yang terbaik untuk menjadi pendamping hidup Mbak Atika, aamiin," sahut Aisya.

"Mulai saat ini, jangan lagi memendam masalah sendiri, ceritakan sama kami, in syaa Allah kita akan cari solusinya bersama," sambung Ayla.

Setelah puas meluapkan sesak di dadanya, perlahan tangis Atika mereda, perasaannya pun sudah mulai membaik, senyumnya mulai menghias wajahnya kembali. "Makasih, Mbak Ayla, Aisya, kalian mau mendengar curhatku dan menghiburku," ucap Atika sambil memeluk Ayla kembali, ia sangat bersyukur bisa memiliki sahabat seperti mereka berdua.

"Emm, jadi pingin ikutan peluk...," ucap Aisya, ia langsung menghambur ke Atika dan Ayla, memberi mereka pelukan erat.

***

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang