Dua gadis cantik sedang menikmati udara pagi di kursi taman. Bunga-bunga di dalam pot tumbuh dengan cepat, namun tidak sedikit pula yang masih malu-malu untuk bermekaran. Hembusan angin membuat mereka terbuai dengan sejuknya hawa hari ini.
Atika masih setia mendengarkan alunan muroja'ah dari Aisya sejak satu jam yang lalu. Ia menolak untuk memikirkan segala terpaan kebimbangan yang ia alami, memilih untuk memandang taman dan menikmati lantunan suara Aisya yang masih asyik dengan Al-Qur'an kecil di tangan kanannya, sesekali ia membuka Al-Qur'an itu jika lupa barang satu atau dua bagian hafalannya.
"Shodaqollohul 'adziim..." Aisya mengakhiri muroja'ahnya dan menyandarkan punggungnya.
"Jadi sepi ya?"
Aisya beralih menatap Atika penuh tanya.
Atika balik menatap Aisya lalu tersenyum dan ikut menyandarkan punggungnya.
"Satu per satu bagian dari kita telah hilang, Mbak Ayla, Kak Arzan," ucap Atika.
"Oo... Iya juga ya, mbak."
"Kamu juga sekarang jadi lebih sibuk."
Aisya mengangguk ketika beberapa detik yang lalu sempat terkejut, "iya, mbak. Kita jadi jarang curhat nggak sih?"
"Kalau malem setelah dzikir isya' paling kita diniyah, habis itu kembali ke kamar sebentar, ngobrol cuma setengah jam udah ngantuk."
Mereka berdua terkekeh.
"Tapi kan sekarang kita udah tambah temen, ada dua malah."
"Beda kali, Sya."
"Habis ini kayaknya ada yang mau masuk sini lagi lho, mbak."
"Iya? Kok kamu tau?"
"Kemarin malem ada yang sowan ke ndalem, bilang ke Ustadz Tsaqif kalau mau daftar ke sini. Hehe... aku lupa mau cerita."
"Alhamdulillah, semoga tambah terus ya santri disini."
"Aamiin..."
Suasana kembali hening.
"Gimana nih, mbak? Mau cerita?" Ucap Atika memecah keheningan.
Ia sadar jika selama ini semakin jarang bertukar cerita dengan sahabatnya itu.
"Cerita nggak, ya?" Goda Atika.
"Ayolah, mbak," rengek Aisya.
"Cerita tentang Zahra aja deh!" Atika menahan tawa.
"Ah! Nggak seru, kalau dia mah udah setiap hari ketemu, ngapain harus diceritain? Mending nyeritain Gus Azmi, Gus Zizan, Ustadz Agam, atau Syakir Daulay jodoh aku," Aisya menggerutu.
Akhirnya tawa Atika tak bisa dibendung, sudah lama ia tidak melihat ekspresi Aisya yang konyol itu.
"Aisya...Aisya... Gemes banget, wajah kamu itu lho pingin aku cubit-cubit. Btw nggak ada ta yang naksir sama sahabat aku yang imut ini?" Ucap Atika sembari mencubit pipi Aisya dengan kedua tangannya.
"Aww!" Aisya mengaduh dengan memegangi pipinya. Ya meskipun tubuhnya pendek, namun tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk, bisa dibilang ideal, tapi pipinya yang chubby membuat ia terlihat menggemaskan.
"Banyak kali yang naksir. Contohnya habib siapa itu yang jadi pemain sinetron? Aduh lupa! Emm, oiya! Habib Alwi Assegaf pasti klepek-klepek sama aku, hahaha..." tawa Aisya dengan bangganya.
"Idih! Bangga banget kamu, jangan ya dek yaa..." jawab Atika sambil menirukan tren jaman sekarang.
Mereka tertawa bersama, momen yang sudah lama tak mereka rasakan kini telah kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Triple A
RomanceAisya, Atika, Ayla. Tiga wanita cantik dengan kisah-kisah mereka yang berwarna bermula di pesantren. Aisya "Aku tak mau berharap terlalu tinggi untuk mendapatkanmu, kita bagai bumi dan langit yang sulit menyatu." Atika "Di saat hatiku belum siap men...