Ardiono sudah tahu kalau beasiswa Rubi Albarsya diputus oleh Ciptahadi Foundation secara sepihak. Satu hal yang sangat disayangkan, perusahaan konstruksi terkenal dan sebesar Ciptahadi tega melakukan itu kepada pelajar yang memang butuh didanai.
Menurut penuturan Raden, Rubi tidak menuntut apa-apa dari Ciptahadi. Wanita itu menjalani takdirnya dengan ikhlas.
Ardiono berpikir, Rubi bukan tipe perempuan yang akan mencari keuntungan. Oleh sebab itu, sebelum datang ke sini, ia sudah mengatakan pada Raden, "cocok nggak cocok. Suka nggak suka, saya pilih Rubi Albarsya, Den."
"Di, jangan gitu. Kalau nggak cocok sama Rubi, kamu tinggal pilih mau perempuan yang mana ke aku biar nanti aku yang bakal hubungin mereka." Ucapnya sambil mengangkat iPad. "Jangan dipaksakan untuk cocok. Ini pernikahan."
Ardiono tertawa, "makin sama kayak ibu dan bapak saya saja kamu tuh."
Ternyata, Rubi dan Raden punya pemikiran yang sama. Perempuan di hadapannya berpikir kalau Ardiono akan bertemu dengan perempuan lain yang sudah mendaftar.
Tidak. Ardiono tidak ada niatan untuk terus mencari dan memilih. Sederhana saja, kalau Rubi menolak dirinya, baru ia akan berkenalan dengan perempuan yang sudah berada di waiting list. Tapi kalau wanita itu menerimanya; selamat datang kehidupan pernikahan.
"Ya, kamu gimana? Masih mau lanjut sama saya?" Tanya Ardiono.
Perempuan di hadapannya mendongak mendengar pertanyaan Ardiono dan menjawab, "pasti. Nggak ada yang bisa menghalangi saya."
Ardiono berusaha menahan senyumnya. Benar seperti yang Raden katakan, Rubi memiliki pendirian yang kuat. "Kenapa kamu yakin sekali? Tadi kayaknya masih ragu?"
"Saya BU atau butuh uang. Jadi, kapan tanggal pernikahannya?"
"Wow tunggu dulu." Perempuan ini selalu tidak sabaran, pikir Ardiono. "Rencana saya, kita akan bertemu bapak kamu lalu orang tua saya, baru bisa tentukan tanggal."
Air mukanya berubah. "Kok ketemu bapak saya? Nggak bisa pakai wali hakim?"
"Menurut Informasi yang saya dapatkan, beliau masih hidup, kan?"
Rubi Albarsya hanya mengangguk lemah. Dari wajahnya, perempuan itu enggan bicara lebih lanjut mengenai bapaknya.
Sebenarnya Ardiono sudah mencari tahu siapa bapak dari Rubi Albarsya. Dirinya juga memiliki banyak pertanyaan tapi ia rasa, sekarang bukan lah waktu yang tepat untuk membicarakan hal itu.
"Terus, saya bisa ketemu anak Bapak kapan? Katanya Mas Raden tujuan pernikahan ini juga untuk meningkatkan nilai mereka."
"Setelah kamu setuju sama semua persyaratan dan peraturan yang saya buat."
"Kalau begitu, Pak Ardiono kirim sekarang saja perjanjiannya. Saya mau baca dan tanda tangan secepatnya."
Mendengar itu, Ardiono membuka handphone untuk mengabari Raden dan beberap saat kemudian, orang kepercayaannya sudah datang dengan dua lembar kertas di depan Rubi.
"Kamu baca dulu di kosan." Saran Ardiono. "Lalu coba renungkan. Begitulah pernikahan dengan seorang duda dan dua orang anak SD."
Mata Rubi sudah sibuk bergerak, bibirnya komat kamit karena membaca cepat dan Ardiono memanggil pelayan untuk membayar bill mereka.
"Ia, saya akan baca dulu di kosan." Jawab Rubi dengan mantap seraya memasukkan kertas-kertas tersebut ke dalam tas.
"Oke. Obrolan hari ini cukup jelas kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sebentar
RomanceArdiono Bameswara memerintahkan orang kepercayaannya untuk memasang pamflet dengan judul "Dicari Calon Istri dengan IPK Cumlaude." Rubi Albarsya terkejut ketika mengetahui beasiswa yang selama ini ia dapatkan setiap bulan tiba-tiba saja diputus. Ard...