18 - Bahasa Cinta

6.3K 466 2
                                    

Rubi seperti tersengat listrik ketika semalam Ardiono mengusap rambutnya pelan. Rasanya aneh. Apalagi disentuh dengan tatapan yang membuat bulu romanya meremang. Bukan karena Ardiono ini jenis hantu gentayangan, hanya saja, Rubi tidak pernah menjalin hubungan romantis dengan seorang pria sebelumnya. Jadi, ia tidak tahu tindakan yang harus dilakukan selanjutnya. Apakah menghambur ke pelukan suaminya? Atau cukup dibalas dengan senyuman?

Rubi cuma bisa menebak-nebak maksud dari perlakuan Ardiono. Konyol memang. Tapi mau bagaimana lagi? Sejak masa perkenalan, Rubi tahu betul kalau pria itu adalah pribadi yang tertutup, kaku dan tidak ramah. Dirinya pun bukan tipe perempuan yang mudah untuk mendekati dan didekati.

Cukup sudah, sebulan yang lalu ia meruntuhkan harga dirinya di depan Ardiono dengan menanyakan status hubungan mereka ketika pria itu tiba-tiba menghilang. Tidak untuk yang kedua kalinya.

Sekarang, Rubi akan membiarkan Ardiono yang lebih aktif. Menurut artikel yang ia baca, sepertinya love language atau bahasa cinta Ardiono adalah touching.

Setelah mereka berdua halal, Rubi bisa merasakan bagaimana Ardiono sering mengelus rambutnya, merangkul pinggang Rubi ketika sedang berjalan, bahkan mengelus punggung tangan Rubi dengan lembut dan tidak mengalihkan pandangan dari wanitanya ketika ia asyik bercerita.

Haah! Rubi mendengus kesal. Membayangkan Ardiono menyentuhnya lagi saja membuat ia merinding. Apa ini yang disebut terangsang? OMG, Ubi sudah dewasa! Teriaknya dalam hati.

Ding dong! Terima kasih untuk bel kamar yang bunyi! Rubi disadarkan dari lamunan joroknya.

"Bundaaa." Suara teriakan itu terdengar dari luar. Rubi membuka pintu dan mendapati Gayatri, Ganendra dan Pramono sudah rapih. Mereka akan sarapan di restoran. "Lagi apa, Bund?" Tanya Ganendra.

Lagi bayangin ayah.. Batin Rubi kelepasan. "Bunda baru mau pakai kerudung nih."

"Maksa mau ketemu kamu, Bi." Lapor Pramono.

Rubi mengangguk. "Semalem ngerepotin kakek nggak?" Tanyanya dan ikut bergabung di kasur dengan putra putrinya.

"Enggaaaak!" Jawab keduanya kompak.

"Libur semester sampai kapan?" Tanya Pramono dari balkon kamar. Pria itu sedang menikmati pemandangan di luar sana.

"Seminggu lagi." Jawab Rubi sambil merapikan kerudung Gayatri.

Pramono mengangguk. "Papa sudah beliin kamu mobil matic. Nanti cari instruktur buat belajar nyetir."

Dih? Apaan banget sih? Jerit Rubi dalam hati. Sejak kembali ke hidup Rubi, Pramono selalu memberikan sesuatu tanpa dirinya minta.

Ke mana saja heeey selama belasan tahun yang lalu? Takut sama si ibu suri? Ngomong-ngomong ke mana si sundal itu? Rubi baru teringat wanita yang sudah menghancurkan rumah tangga kedua orang tuanya.

Mungkin ini yang akan dilakukannya setelah menikah; memilih bermonolog dan memaki dalam hati, demi tidak marah-marah di depan kedua anaknya.

"Buat apa mobilnya?" Tanya Rubi kemudian.

Pramono tersenyum. "Ardi memang akan kasih kamu mobil dan supir, tapi papa melarang. Papa ingin kamu juga bisa mengendarai mobil dan kendaraan tersebut dari papa."

Mendengar pembicaraan Rubi dan Pramono, Ganendra menyeringai, "asiiik! Bun, nanti kita jalan-jalan ya naik mobil dari Kakek."

Oh, nambah lagi masalahnya. Suami gue sekarang ada di pihak Pramono? Pikir Rubi.

Bukan SebentarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang