Pagi ini Ardiono menikmati sarapan sambil menunggu Gayatri dan Ganendra turun dari kamar. Karena sudah memasuki liburan sekolah, sore nanti ia berusaha meluangkan waktu untuk mengajak mereka mengunjungi Art Jogja Kids, di mana seniman dewasa akan melibatkan anak-anak dalam pembuatan karya seni.
Ia tidak suka mengajak anaknya hanya ke pusat perbelanjaan, main di Timezone dan makan. Ardiono ingin memberikan pengalaman yang baru pada mereka.
"Ayaaah." Teriak Ganendra yang berlari dan langsung memeluk pinggang Ardiono. "Pangku."
Ardiono mengangkat anaknya untuk duduk di pangkuan. Ia mencium puncak kepala Ganendra. "Kalian mau apa? Nasi atau roti?" Sambil melihat Gayatri yang sudah mengambil tempat di sampingnya.
"Nasi sama telor dadar, Yah." Jawab Gayatri.
"Oke, ini untuk, Mbak Yaya. Pakai kecap?" Ardiono selalu perhatian pada anak-anaknya.
"Mau!" Jawabnya antusias.
"Hmm, ya udah deh Ganen mau juga kayak Mbak." Ganendra selalu mengikuti apa yang kakaknya lakukan.
"Nanti jadi ya kita pergi bareng." Ardiono mengingatkan.
"Yah, sore aja gimana? Siang ini Mbak Yaya mau main di rumah Viola." Ucap anak perempuannya yang menginjak usia 11 tahun. Ia sudah sering memiliki jadwalnya sendiri termasuk bermain di rumah temannya.
Ardiono mengangguk, "oke, nanti Ayah jemput di rumah Viola aja gimana?"
"Oke, Yah." Balasnya singkat.
Tatapannya beralih ke Ganendra, "jagoan ayah mau ke mana seharian ini?"
"Hmm, ada eyang uti nanti jam 9. Paling Ganen disuruh nemenin ke pasar, masak katering terus tidur siang deh."
Ardiono tersenyum mendengar penjelasan Ganendra. "Oke, nanti ayah kirim pesan ke Bu Atin ya suruh Ganen siap-siap kalau ayah udah mau jemput." Jelas Ardiono.
Ardiono memiliki empat Asisten Rumah Tangga (ART) di rumahnya. Dua untuk pekerjaan rumah mulai dari menyapu sampai memasak. Dua lainnya untuk mengurus keperluan anak-anak. Mengingat ia sibuk dengan pekerjaannya dan baru balik sekitar pukul tujuh malam setiap hari.
Ini juga yang membuatnya ingin menikah lagi. Paling tidak, ia memiliki seseorang yang bisa dipercaya mendidik, merawat dan menyayangi anak-anaknya.
***
"Besok siang udah aku atur jadwal ketemuan sama Rubi." Ujar Raden mengingatkan. "Kalau cocok, lanjut ketemu Bapaknya di Jakarta."
Setelah seminggu melakukan 'perekrutan.' Nama yang Raden dan Nissa sepakat pilihkan untuk Ardiono adalah Rubi Albarsya. Rubi mendapatkan nilai tertinggi untuk tes tertulis dan wawancara.
Perempuan itu memiliki kriteria yang tidak akan membuat Ardiono ribet jika harus menikahinya; anak piatu dan seumur hidup selalu mendapatkan beasiswa. Demi uang, maka akan mudah untuk Rubi bergantung padanya.
Berbeda dengan Ardiono, Raden malah tidak setuju. Baginya, Rubi memiliki hubungan yang tidak baik dengan sang ayah.
Setelah kematian ibunya, ia dirawat oleh keluarga tantenya dan tidak pernah mendapatkan biaya hidup.
Ardiono tidak bisa mengabaikan pendapat asistennya begitu saja karena selama ini instinct-nya selalu tepat sasaran. Raden lebih menyarankan perempuan yang berada di urutan kedua karena dari segi latar belakang keluarga dan status sosial sesuai dengan Ardiono.
Tapi untuk saat ini, Ardiono tidak terlalu peduli dengan asal usul keluarga Rubi. Pasalnya, hubungan ia dengan ibu bapaknya pun sedang tidak baik-baik saja. Jadi, buat apa dia sembarangan menilai masalah orang lain berdasarkan dugaan-dugaan yang belum ada buktinya?
"Di mana saya harus ketemu dia?" Tanya Ardiono yang masih membaca data Rubi.
"Epic Coffee, di Jalan Palagan." Jawab Raden.
Ardiono mengetikkan sesuatu di layar computer. Setelah itu, ia mendengus kesal. "Ini sih cafe untuk anak muda, Den. Yang lain nggak ada?"
Raden memejamkan mata, lalu membukanya. "Di, calonmu memang anak muda. Usianya baru dua puluh dua tahun. Lupa?"
Kadang, asistennya ini kelewat jujur kalau bicara. "Tempat lain." Tegas Ardiono.
"Ekologi Desk and Coffee." Jawab Raden pendek.
Ardiono menggeleng, "oke, Ikan Bakar Cianjur di Jalan Palagan."
Mata Raden lagi-lagi terpejam karena tidak percaya dengan selera bosnya. "Itu restoran keluarga, Di."
"Pas dong? Kan mau saya ajak berkeluarga." Jawabnya santai.
Raden terbahak, "terserahmu lah, Di, Di. Capek aku."
Ardiono tersenyum puas. "Terus, saya pakai baju apa?"
"Kamu kenapa sih, Di? Lupa caranya kencan?"
"Memangnya saya pernah kencan sama perempuan-perempuan lain setelah bercerai?"
"Ya ada." Raden mencoba mengingat. "Mbak Filzah, Desi, siapa lagi tuh Resti atau Resta?" Raden mengabsen satu per satu nama perempuan yang pernah dekat dengan Ardiono.
"Pramesti." Ralat Ardiono. "Sama mereka, saya hanya menuruti keinginan Ibu dan Bapak saja."
"Eh iya. Cocok padahal kamu sama dr. Pramesti. Beliau Dokter spesialis anak, status sama-sama sudah pisah dan punya anak juga."
Ardiono membuang muka, ia malas kalau Raden terlalu banyak bicara tanpa harus diminta. "Menurut kamu Rubi gimana?"
"Menurutku, Di, dia tipikal anak ibu kota. Dari segi penampilan masih terlalu mewah untuk penerima beasiswa. Aku juga nggak yakin dia bakal betah tinggal di Godean walaupun deket aja sih ke Jogja kota."
"Terus?"
"Hmm, ibu dan bapakmu pasti nggak setuju, Rubi belum pakai kerud.."
Ardiono memotong ucapan Raden. "Saya nggak peduli ibu dan bapak. Tentang Rubi, ada yang perlu saya antisipasi?"
Raden tertawa kecil. "Menurut aku pendirian dia kuat. Tapi kata Nissa, sifat kalian sama; keras kepala, susah dikasih tahu, tidak ramah dan masa bodoh. Nissa loh ya yang ngomong, bukan aku."
Yang dikatakan Nissa memang benar. Rubi adalah jenis perempuan yang Ardiono dan orang tuanya selalu hindari karena bakalan banyak drama.
Makanya, ketika ia menolak dr. Pramesti, orang-orang terdekat yang mengetahui perjodohan mereka merasa kecewa. Bagaimana tidak? Semua mengatakan Ardiono adalah pasangan yang tepat untuk dr. Pramesti begitupun sebaliknya. Mereka sama-sama cantik dan ganteng, keduanya datang dari latar belakang keluarga yang nggak kaleng-kaleng. Karir Ardiono dan dr. Pramesti cemerlang. Sifat mereka bertolak belakang, jadi bisa saling melengkapi. Kurang apalagi coba?
Tapi, Ardiono memiliki alasannya sendiri. Ia terlalu sayang pada kedua anaknya. Ia memilih untuk berkenalan dengan perempuan lajang atau kalaupun janda, belum memiliki anak. Ia hanya takut kalau sosok ibu sambung itu lebih menyayangi anak kandungnya ketimbang Gayatri dan Ganendra.
"Karena makan di IBC, saranku mending pakai polo shirt dan celana chino atau jeans, Di." Raden menunjukan gambar yang ia temukan di internet.
Ardiono manggut-manggut. "Oke. Kamu kabarin dia juga biar bajunya biasa aja. Nanti dikiranya saya mau bawa dia ke restoran mewah lagi."
"Siap!"
***
Emang aku tuh semangat up kalau chapter awal doang 🥴 Udah masuk chapter 10+ biasanya mager. 😖
Jangan lupa vote-nya 🥰 Makasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sebentar
RomantikArdiono Bameswara memerintahkan orang kepercayaannya untuk memasang pamflet dengan judul "Dicari Calon Istri dengan IPK Cumlaude." Rubi Albarsya terkejut ketika mengetahui beasiswa yang selama ini ia dapatkan setiap bulan tiba-tiba saja diputus. Ard...