24 - Menjadi Dewasa

6.2K 368 7
                                    

Rubi dan Ganendra bersiap untuk mendatangi Entrepreneur Day (ED) yang diadakan anak-anak kelas tiga. Setiap kelas terbagi ke dalam lima kelompok dan beranggotakan tujuh siswa. Sesuai kesepakatan, kelompok Ganendra akan menjual sago mangga.

Anak lelaki itu dan teman-temannya sudah sibuk sejak sehari sebelumnya untuk mempersiapkan ED mereka. Mulai dari ke pasar membeli bahan-bahannya, merebus sago, memblender mangga dan merebus santan.

"Nenen, beli dua dong sagonya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nenen, beli dua dong sagonya." Ujar salah satu teman Ganendra.

"Aku Ganendra tau!" Ganendra membantahnya dengan suara yang meninggi.

Tanpa merasa bersalah, segerombolan anak laki-laki itu hanya tertawa mengejek.

Rubi tidak tega mendengar itu. Ia langsung melihat ke arah Ganendra yang tetap terlihat tegar dan melayani mereka walaupun yang dilakukan teman-temannya masuk ke dalam kategori perundungan.

Dengan satu helaan napas, Rubi membantu Ganendra menjual sago itu kepada si perundung, menghitung uang kembalian dan memasukkan ke dalam plastik. Ia harus tetap bijak sebagai orang tua dan bersikap dewasa.

Beberapa kali Rubi menyadari kalau teman-teman Ganendra yang membeli memanggilnya Nenen. Hal tersebut membuat sang bunda terusik. Setelah acara selesai dan mereka sedang menunggu Pak Joko, Rubi bertanya, "mereka meledek Ganen ya?"

Ganendra hanya mengangguk. Bibirnya maju dan matanya menahan tangis.

Rubi tidak sanggup melihatnya. Ia membawa Ganendra ke dalam pelukan. "Ganen mau panggilan lain?"

"Nggak, Bunda." Jawabnya pendek.

"Aduuh anak bunda yang baik." Ujar Rubi gemas. "Ya sudah, cara Ganen sudah benar kok dengan bilang kalau 'namaku Ganen, aku nggak suka dipanggil Nenen.' Setelah itu, Ganen jangan mau nengok kalau dipanggil Nenen, oke?"

"Oke, Bun."

"Sekarang Bunda traktir nyemil Gelato ya?"

"Mau Nanamia juga." Makanan favorit anak-anaknya memang pizza dan spaghetti. Bukan gudeg ataupun penyetan.

Rubi berdiri ketika mobil yang menjemput mereka datang. "Baiklah, pizza, terus gelato. Itali banget nggak sih?"

Ganendra tertawa kecil. "Iya."

Dulu, Rubi pernah mengalami perundungan, cuma ia mengabaikannya. Menjawab pun tak sudi. Ia sama sekali tidak menganggap mereka ada.

Sekarang, hal serupa dialami anaknya. Walaupun hanya mengubah nama, tapi tetap saja mengganggu. Tidak ada seorang pun yang suka namanya dipermainkan oleh orang lain.

Menyaksikan hal tersebut, rasanya lebih menyakitkan daripada diri sendiri yang di-bully. Kalau mengintervensi, malah Ganendra yang akan semakin diejek sebagai anak mami.

Zztt.. Zztt..

"Wa'alaikumsalam. Ya, Mas?" Jawab Rubi.

"Kamu ke Balikpapan-nya besok aja ya?" Ardiono menyarankan dari seberang sana. "Seharian ini saya meeting, malamnya juga. Kasian kamu sendiri nanti."

Bukan SebentarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang