Rubi dan Gayatri sudah di mobil Anggun menuju tempat tinggal keluarga Bameswara. Ia juga menyempatkan diri membeli J.Co Donuts sebagai buah tangan. Sebenarnya itu ide Anggun.
Kalau diingat-ingat lagi, Rubi tidak pernah bertamu ke rumah orang dewasa untuk mengobrol dan menghabiskan waktu. Ia bersyukur memiliki Anggun yang mengajarinya tatakrama.
Ini juga kali pertama Rubi mengunjungi Godean yang kurang lebih berjarak dua puluh menit dari pusat kota.
"Eh, Dowa tuh di sini bukan sih, Mbak Yaya?" Tanya Anggun dari balik kemudinya.
"Iya, tante." Jawab Gayatri yang duduk di belakang.
"Apaan tuh, Nggun?" Karena Rubi tidak pernah mendengarnya.
"Itu loh, tas rajut. Tapi bagus rajutannya."
"Ke Dowa-nya bareng-bareng aja, Tan." Gayatri menawarkan. "Kita makan di Iwak Kalen sekalian."
"Eh iya, restoran Kepik Sawah di sini juga kan?" Anggun sudah seperti warga lokal yang hapal tempat-tempat di Jogja.
"Iya, tante. Tapi lebih bagus Iwak Kalen. Mirip Abhayagiri, walaupun nggak sebagus Abhayagiri sih pemandangannya." Jelas Gayatri
"Hah? Serius, Mbak?" Anggun menoleh cepat ke Rubi. "Bi, kapan-kapan sunset-an di Iwak Kalen sambil makan penyetan aja yuk. Daripada ke Abhayagiri yang harganya selangit itu."
"Mbak Yaya mau ikutan dong, tante kalau mau sunset-an." Gayatri duduk sedikit di tengah, "nah lewat jalan kecil itu, sudah dekat rumah Mbak Yaya."
"Ya ampuuun, harus lewatin sawah begini rumah Mbak Yaya?" Anggun dan mulut busuknya mulai berkomentar.
"Hush! Jaga mulut lo." Omel Rubi.
Gayatri tertawa kecil. "Nggak apa-apa tante Rubi, rumah Mbak Yaya memang lewat sawah. Dari kecil Ayah juga tinggal di sini."
"Oh gitu." Rubi tertawa dalam hati. Ia membayangkan Ardiono yang selalu rapih dan berwibawa sedang melakukan tandur atau tanam mundur di sawah.
***
"Sudah setengah lusin, Di." Raden gusar. "Apanya sih yang nggak cocok?"
Raden sedang membicarakan manusia, bukan barang. Setengah lusin yang di maksud adalah para perempuan yang sudah diajak bertemu oleh Ardiono.
"Nggak tau." Balas Ardiono.
Bos dan asisten itu tengah berada di ruang makan untuk nyemil sore; tempe mendoan dengan sambal kecap dan wedang ronde hangat.
"Harus tahu, Di!" Raden memaksa. "Kamu nih kalau soal klien cepet. Giliran perempuan, lambatnya ampun-ampunan."
"Saya nggak usah nikah lagi lah." Beginilah Ardiono ketika di hadapkan oleh wanita. Selalu bingung.
Raden mendengus sebal, "oke, aku tahu alasan kamu nggak mau sama Filzah dan dr. Pramesti. Tapi yang enam ini?"
Ardiono masih sibuk mengunyah. Ia urung menjawab keingin tahuan Raden.
"Eh, Di, atau kamu kembali ke awal aja?"
"Ngomong tuh yang jelas, jangan sepotong-sepotong." Ardiono mulai sewot.
"Maksudnya ya kembali ke Rubi aja sudah." Raden mengutarakan intinya. "Cuma sama dia kan kamu sampai ke tahap surat perjanjian segala? Tinggal tanya Rubi deh."
"Mau tanya apa nih?" Suara tersebut mengagetkan Ardiono dan Raden yang duduk membelakangi Rubi.
Perempuan itu masuk melalui pintu garasi yang tersambung ke arah dapur dan ruang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sebentar
RomanceArdiono Bameswara memerintahkan orang kepercayaannya untuk memasang pamflet dengan judul "Dicari Calon Istri dengan IPK Cumlaude." Rubi Albarsya terkejut ketika mengetahui beasiswa yang selama ini ia dapatkan setiap bulan tiba-tiba saja diputus. Ard...