Bagian 31 : InsyaAllah Aysha-Ku

2.6K 97 10
                                    

Waktu terasa cepat berlalu. Menjelang bulan suci ramadhan yang sudah semakin dekat. Reyhan banyak kegiatan di pesantren. Begitupun aku yang lebih fokus untuk memperdalam ilmu agama.

"Makasih, ya, Mas." Aku tersenyum sambil memberikan Reyhan baju untuk shalat. Sebentar lagi Reyhan akan mengimami shalat isya di masjid Al Faaz.

Reyhan pun membalas senyumku manis. "Terima kasih untuk apa lagi ini, Sayang?" jawabnya membuatku tersipu.

"Karena sudah memperbolehkan aku jadi santri kamu dong," terang ku.

Reyhan lalu tertawa kecil. "Oh rupanya itu. Aku juga masih santri kok. Kita sama-sama santri. Kita masih harus belajar lagi dan lagi. Jangan pernah bosan, kita harus butuh belajar, haus ilmu itu baik, Aysha."

Aku mengangguk. "Tapi kalau belajar terus juga pusing, ya, Mas."

Reyhan tertawa lagi. "Iya, harus seimbang, Sayang. Kamu pusing belajar?"

"Em, sebenarnya bukan pusing. Tapi aku malu, karena aku belum bisa baca Al-Qur'an." Aku jujur saat mengatakannya karena memang aku merasa amat payah.

Reyhan kemudian mengusap puncak kepalaku lembut. "MasyaAllah. Sayangku, kamu tahu sekarang kamu sedang mengumpulkan banyak sekali pahala kebaikan."

Aku terdiam.

"Belajar Al-Qur'an itu sumber pahala. Membaca satu huruf saja sudah berpahala. Membaca tersendat, juga sama, berpahala. Jadi, bisa kamu bayangkan, berapa banyak pahala yang kamu dapatkan?"

Aku menggeleng pelan.

"Sangat banyak, melimpah, insyaAllah asalkan ikhlas dan berharap keridhaan Allah saja."

Perkataan Reyhan membuatku merinding. Apa benar begitu? Pasti benar karena Reyhan sudah banyak belajar tentang agama. Selain anak pimpinan pesantren, Reyhan itu santri, dia pasti menimba ilmu cukup dalam.

Aku senang mendengarnya. "Jadi, Allah kasih aku pahala juga walau aku belum lancar bacanya, ya, Mas?"

Reyhan memegang tanganku, mengecupnya lemah lembut. "InsyaAllah, Aysha-ku."

Ia merentangkan tangannya. Seolah tahu, bahwa mataku yang sedikit basah pertanda aku membutuhkan sebuah pelukan.

Kupeluk tubuh tingginya, terasa amat hangat seperti biasa. "Terima kasih karena sudah menjadi suamiku, Gus Rey."

"Hem?" Reyhan menatapku dengan kening mengerut. "Menurut kamu siapa yang paling beruntung?"

Aku melepas pelukan sejenak, masih sambil mendongakkan wajahku menatapnya.

"Yang beruntung?"

"Ya. Apa kamu merasa beruntung menikah denganku?" tanya Reyhan.

Aku cepat menganggukkan kepala. "Tentu saja. Aku yang paling beruntung dibandingkan siapapun!"

Reyhan tersipu. Pipinya kelihatan merona.

"Kamu salah, Sayang. Mana mungkin kamu lebih beruntung. Karena ada satu orang yang lebih beruntung dari kamu."

Aku melebarkan mata tak percaya jika itu benar. "S-Siapa?"

Senyum Reyhan membuatku terpaku.

"Tentu saja aku lebih beruntung lagi karena Allah menjodohkan wanita sebaik kamu denganku, Sayang."

Seumur hidupku belum pernah merasa amat dicintai setulus ini selain cinta keluargaku sendiri. Kata-katanya membuat dadaku amat penuh.

"Apa aku boleh sebahagia ini, Mas Rey?"

Reyhan memelukku lagi. "Itu harus. Kamu harus terus bahagia, Aysha-ku. Aku akan berusaha membuat kamu bahagia meski dengan cara yang sederhana. Karena aku bukan pria yang romantis, tak lebih romantis dari pria di luar sana. Tapi aku akan berusaha menjadi orang yang paling tulus untukmu."

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang