Bagian 51 : Satu-satunya

553 25 2
                                    

Jantungku berdegup kuat sembari mempercepat langkah kaki menuju tempat parkiran pondok yang ada di halaman belakang. Ummi Zulfa menggenggam erat tanganku saat aku duduk disampingnya, ia menatapku sendu, membuatku jadi kian gelisah.

"Saya takut, Aysha," ucapnya lirih.

Kerutan di ujung matanya nampak jelas membuatku jadi memperhatikan setiap inci bentuk wajahnya. Wanita itu tidak berdandan, tak seperti biasanya. Apa sebegitu paniknya ia saat menghampiriku sampai penampilannya pun kelihatan seadanya begitu.

"Kenapa ummi?" tanyaku. Ia lalu memegang gagang setir dengan kuat.

"Saya merasa bersalah, saya bersalah karena dulu sempat berpikiran yang tidak-tidak tentang kamu, Aysha."

Aku menunduk beberapa detik, kemudian kutatap mata Ummi Zulfa dengan senyuman ringan.

"Saya baik-baik saja, Ummi, meski sekarang saya sangat bingung. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Gus Rey, apa benar ini ada hubungannya dengan Radhia, kalau iya, saya juga tidak akan tinggal diam."

Ummi Zulfa menyalakan mesin mobil, kendaraan itu mulai melaju.

"Entahlah, Aysha, saya memang tahu kalau Radhia menyukai Gus Rey. Bahkan seharusnya Gus Rey juga tahu."

Perkataan Ummi Zulfa itu membuatku mengerutkan dua alis. "Maksudnya?"

"Sebelum gus Rey menikah dengan kamu secara mengejutkan. Gus Rey memang sudah lebih dulu melamar Khumayra. Kamu juga pasti tahu, kan?"

Aku mengangguk dan menunggu.

"Sebenarnya, Radhia menyukai gus Rey dalam diam. Radhia mengagumi, ingin menjadi istri Gus Rey. Dia juga sangat senang sewaktu tahu bahwa Khumayra menikah dengan kiyai Yusuf."

Aku terdiam. Jadi, begitu rupanya. Jadi orang yang selama ini kuanggap mendukungku itu, rupanya sudah lebih dulu mengagumi suamiku. Tak kusangka, padahal sejak awal aku muncul di pesantren dan bertemu dengan Radhia sebagai santri di sana, gadis itu kelihatan sangat tulus.

"Jadi, Radhia tidak menyukai saya karena saya akhirnya malah menikah dengan pria yang ia sukai, apa begitu, Ummi?"

Ummi Zulfa menghela napas. "Ya, bisa dibilang begitu, Aysha."

Kini aku sudah keluar dari area pondok menuju ke alamat rumah Radhia. Sambil terus memikirkan kata-kata ummi Zulfa barusan, aku menunduk gelisah memainkan ujung kuku. Takkan kubiarkan Radhia merebut apa yang jadi takdirku. Meski memiliki dua istri itu dihalalkan sekalipun, aku tidak membiarkan orang lain masuk ke dalam hubungan bahagiaku dengan Reyhan.

Susah payah aku menumbuhkan perasaan cinta untuk lelaki shaleh yang Allah hadiahkan. Bisa-bisanya ujian begini datang mengusik paksa dan ingin merusaknya.

Kupandangi ponselku, masih belum ada pesan dari Reyhan. Jadi, penjelasan tentang kata talak yang dikirimkan olehnya itu sebenarnya apa. Mataku pun terasa pedih, kini sikap tenang ku mulai menipis, berganti rasa khawatir dan takut akan hal buruk yang mungkin terjadi.

"Alhamdulillah kita sudah sampai, ayo turun Aysha," kata ummi Zulfa. Ternyata jarak rumah Radhia memang tidak terlalu jauh dengan pondok.

Kini aku makin berdebar-debar. Masih terngiang apa yang dikatakan ummi Zulfa, perkataan itu membuat emosiku pun kian membuncah ingin segera melihat fakta yang terjadi. Apa benar Radhia berusaha ingin memaksa suamiku agar menikahinya.

Saat aku tengah berlari mengejar ummi Zulfa yang lebih dulu berlari menuju pintu rumah besar di sana. Sosok laki-laki yang kukenal muncul menatapku dengan mata membulat terkejut.

"Aysha?!"

"Mas Rey?"

Aku yang masih ngos-ngosan pun berhenti sambil memastikan kembali apa benar itu Reyhan atau hanya ilusiku.

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang