Aku masih sibuk memainkan lengkungan di bibirku meski aku dan Reyhan sudah diperjalanan pulang menuju ke rumah. Rasanya menggelitik, momen kencan ku dengannya setelah sekian lama aku dan dia tidak jalan-jalan di luar. Juga terasa menggebu saat atmosfer yang menggetarkan memenuhi rangga dada hingga membuatku berbunga-bunga entah keberapa kalinya untuk hari ini.
"Hem, kamu seneng?" Pertanyaan itu terlontar dari mulutnya.
Aku menoleh menatapnya lembut. "Menurutmu, aku seneng, nggak?"
Reyhan pun turut senyum serupa. "Kok menurutku?"
Aku terkekeh. "Ya, harusnya tanpa aku ngomong pun kamu tahu, kan, Gus Rey."
Reyhan masih menatapku dan selalu membuatku merona akan tatapan matanya yang meneduhkan itu. "Hem? Kelihatannya kamu...." Ia coba menebaknya, tapi malah menggantung jawaban. Mungkin karena ragu, ah lucunya.
"Sangat bahagia," lanjutku menjelaskan.
"Sungguh? Kamu bahagia hanya dengan kuajak nonton dan makan saja, Aysha?"
Aku mengangguk kecil lalu memegang tangannya. "Iya, aku bahagia banget hari ini. Makasih, ya, Sayang."
Saat mobil sudah dekat dengan pesantren, tiba-tiba ponsel Reyhan berdering. Ia lalu menerima panggilan yang masuk. Raut wajah Reyhan agak berubah saat menatap layar dan membaca nama yang ada di sana.
"Siapa, Mas?" tanyaku.
"Ah ini kiyai Zaman," jawabnya.
"Kiyai Zaman? Jawab dong kalau gitu Mas, mungkin penting," sahutku.
"Hem, nanti biar ku telepon balik saja saat di pesantren." Reyhan lalu menyimpan ponselnya kembali.
"Lho, emangnya kiyai sekarang lagi nggak di pondok?"
Reyhan menatapku bingung, ini agak kelihatan aneh. Tidak biasanya Reyhan kelihatan gugup di depanku. Selama aku menikah dengannya, aku belum pernah melihat ekspresi yang menggambarkan raut wajahnya saat ini. Ia kelihatan menyembunyikan sesuatu dariku.
"Kok malah bengong Mas?"
Reyhan meneguk ludah. Ia menunduk beberapa saat.
"Aysha, nanti kamu di asrama saja ya. Aku harus temui kiyai Zaman dulu," jelas Reyhan.
"Oh, oke, Mas." Aku pun mengiyakan.
Aku membiarkan Reyhan menyelesaikan urusannya dan memilih tidak curiga berlebihan tentang ekspresi tadi. Lagipula Reyhan adalah pria terbaik yang aku kenal, jadi tak ada alasan aku mencurigainya lebih jauh.
Akhirnya gerbang pesantren Al-Faaz terlihat. Tempat itu kini terasa agak mengerikan dimataku. Ini semua karena kejadian demi kejadian yang kulalui di sana, terutama kejadian Radhia. Aku sangat membenci perempuan itu, dan sampai sekarang jujur aku masih belum ingin melihat wajahnya.
"Sayang. Tenang saja ya, dia sudah tidak di pesantren lagi."
Aku tersentak. "Beneran Mas?"
"Iya, jadi kamu jangan kepikiran lagi ya. Aku akan menjamin kenyamananmu."
Aku pun tersenyum lega. "MasyaAllah, alhamdulillah, terima kasih Mas Rey."
Reyhan mengecup keningku. "Kamu masuk ya, ingat jangan kemana-mana sampai aku datang."
Aku lalu menyaliminya dan memeluknya. "Iya Mas, tapi jangan lama-lama ya."
Lagi, aku melihat gurat kecemasan di wajahnya. Benar, dia akan menemui kiyai Zaman, kan. Itu jujur amat membuatku penasaran. Sebenarnya apa yang akan dibicarakan oleh mereka. Tapi aku takut makin membebaninya jika banyak bertanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/265487553-288-k35222.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)
RomanceFOLLOW DULU SEBELUM BACA Rate 18+ Rumaysha terpaksa harus menerima perjodohan dengan seorang pemuda bernama Reyhan. Gus dari pondok pesantren Al-Faaz. Rumaysha awalnya menolak, tapi ayahnya mengancam akan memasukkan dirinya ke pesantren jika menola...