"Dia beneran gila?!"
Baru aku akan melangkah untuk mendatangi tiga orang itu, seseorang muncul membuatku kembali bersembunyi.
"Radhia, ayo pergi dari sini."
"Nggak, saya nggak mau pergi, Ammah."
"Ammah bilang ayo!"
"Nggak, Ammah! Radhia harus bilang yang sebenarnya pada Gus Rey tentang topeng yang selama ini Aysha—"
"Tutup mulut kamu, Radhia! Saya tak ingin mendengar apa pun yang keluar dari sana. Silakan bawa dia pergi dari sini!" Reyhan meninggikan suaranya.
Padahal ia biasanya cukup tenang. Namun kali ini kemarahan Reyhan kelihatan jelas. Aku menunduk menahan diri untuk tak melabrak Radhia dalam situasi ini. Sabar, ku tahan sebisaku karena di sana ada Umi Zulfa.
"Ammah, saya mohon...."
Umi Zulfa menampar pipi Radhia cukup keras hingga suara tamparannya membuat mataku membulat sempurna. Suasana jadi mencekam hingga aku membungkam mulutku sekuatnya.
"Kamu sudah keterlaluan, Radhia. Jaga bicaramu demi nama baik orang tuamu juga!"
Saat itu entah kenapa aku kasihan pada Radhia. Anak itu kelihatan menyedihkan dengan air mata membanjiri pipinya. Sorot mata sendu memberi kesan putus asa dan harapan kosong.
"Dia jahat Aysha, dia jelas ingin merebut suamimu," gumamku. Ku remas telapak tanganku kuat-kuat.
Rasa penasaranku belum terbayarkan karena aku tidak tahu apa saja yang Radhia katakan pada suamiku tentang masa laluku. Hanya aku merasa sedikit terbantu dengan hadirnya Umi Zulfa, yang tidak kusangka dia sampai menampar keponakannya sendiri. Padahal umi Zulfa sempat memancingku dengan mengutarakan kebaikan keponakannya itu di depanku. Benar, dia pasti amat malu melihat tingkah dan pengakuan Radhia yang mengejutkan itu. Biar bagaimanapun mereka dari keluarga paham agama.
"Kita pergi dari sini." Umi Zulfa menarik tangan Radhia paksa, membawanya pergi dari hadapan Reyhan.
Aku merunduk di antara pohon-pohon agar tidak kelihatan oleh mereka. Kulihat Reyhan hanya diam setelah Umi Zulfa membawa Radhia pergi.
"Gus!" Ahmad memegang bahu Reyhan yang mendadak lemas. Reyhan berulangkali menarik napas panjang lalu kembali berdiri tegak.
Aku nyaris menjerit. Tapi aku akan tampak ambigu jika muncul di hadapan Reyhan sekarang. Padahal aku sangat cemas melihat keterkejutan suamiku di tempatnya berdiri.
"Saya tidak apa-apa, Ahmad. Kita harus segera kembali untuk mengabari orang tua Radhia."
"Na'am Gus." Ahmad lalu mengekor dibelakang Reyhan.
Syukurlah Reyhan tidak apa-apa. Dalam situasi tadi wajar saja kalau dia syok.
"Seberapa buruk yang Radhia bilang tentang gue? Apa Reyhan sebenarnya kecewa? Gue ... beneran takut kalau Rey nantinya akan illfeel sama gue." Aku lemas dan gemetar.
Tak ada waktu untuk gemetar. Kini aku berlari memutar arah agar tak ketahuan oleh Reyhan dan Ahmad. Sekarang fokusku adalah kembali ke rumah sebelum Reyhan pulang.
Tadinya aku ingin berbicara dengan Radhia sekalian membahasnya dengan Reyhan. Tapi karena kejadian barusan aku jadi bingung dan gelagapan, sampai-sampai tidak tahu apa yang harus kulakukan.
"Apa sebaiknya gue nemuin Reyhan dulu. Tapi naik kereta seharusnya bisa lebih cepat sampai rumah sih." Aku jadi serba ragu.
Namun aku tak punya waktu berpikir panjang. Ku putuskan untuk pulang saja dan bicara dengan Reyhan nanti di rumah. Aku segera keluar dari pesantren selagi situasi masih sepi karena aktifitas belajar mengajar. Kunaiki angkutan umum menuju stasiun. Jarak menuju ke rumahku dari pesantren sekitar satu jam menggunakan kereta, lebih cepat dibanding naik kendaraan pribadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/265487553-288-k35222.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)
RomantizmFOLLOW DULU SEBELUM BACA Rate 18+ Rumaysha terpaksa harus menerima perjodohan dengan seorang pemuda bernama Reyhan. Gus dari pondok pesantren Al-Faaz. Rumaysha awalnya menolak, tapi ayahnya mengancam akan memasukkan dirinya ke pesantren jika menola...