Bagian 16 : Saya Ingin Mencintaimu Karena Allah

4.4K 212 22
                                    

Wanita itu ibarat bunga, mereka harus diperlakukan dengan lembut, baik hati, dan dengan penuh kasih sayang. – Ali bin Abi Thalib

***

Malam ini aku dan Reyhan berada di atas ranjang. Sepertinya ini kali pertama aku dan Reyhan benar-benar tidur bersama di waktu yang bersamaan. Tubuhku kaku, mendadak aku jadi gugup.

“Aysha.”

“Ya?”

“Apa kamu pernah punya impian?”

Sontak aku menoleh ke arahnya. “Maksudnya impian apa?”

“Ya ... seperti ingin menjadi bintang film, atau dokter, atau kamu mau keliling dunia, mungkin?”

Aku lantas mengekeh. Ada-ada saja pertanyaan Reyhan. Padahal selama ini tak ada yang pernah bertanya tentang hal itu. Siapa yang peduli tentang impianku.

“Oh maksudnya impian yang kayak gitu.”

“Iya, mungkin saja ada impian yang belum kamu gapai,” sahut Reyhan.

Karena pertanyaan Reyhan itu, aku jadi kepikiran. Tentang impian ku sejak kecil, aku ingin sekali berkeliling dunia. Tapi ada hal lain yang lebih aku impikan lagi selain itu.

“Aysha, kenapa kamu malah bengong?”

“Em, sebenarnya gu—”

Reyhan tiba-tiba menutup mulutku dengan telunjuknya. Bukan hanya itu, kini dia memiringkan badan hingga menatap ke arahku.

“Saya merasa jarak antara saya dan kamu terlalu jauh, Aysha. Padahal saya adalah suami kamu.”

Aku mengerutkan kening tidak mengerti apa maksud perkataan Reyhan barusan. Jarak apa yang dia maksud. Atau jangan-jangan ini karena sikapku padanya. Mungkin aku memang keterlaluan padanya.

“Bisakah kamu berbicara dengan bahasa yang lebih lembut di dengar?”

Aku langsung menyingkirkan telunjuk Reyhan di depan bibirku. Sialan memang! Reyhan selalu bisa membuatku tak berkutik. Apa maksudnya aku ini kasar padanya. Ah, seharusnya dia tak mengungkit hal itu. Aku memang sejak awal sudah begini.

“Maksudnya?”

Pria itu menatap mataku dengan serius. Hal itu membuatku berpikir kembali.

Cara bicaraku.

Dia pasti tak nyaman.

Aku menggunakan bahasa sehari-hari tapi cenderung kurang sopan.

“Maksudnya tentang cara bicara gue-elo, gitu?” ujarku bertanya padanya secara langsung.

Reyhan pun mengangguk pertanda memang karena itu. Ah jadi benar, dia mengkritik cara bicaraku.

“Terus maksudnya?” tanyaku bingung sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

Apa aku harus mengubah gayaku dalam berbicara?

Namun Reyhan malah diam saja tidak menjawab. Aku pun berpikir apa kiranya yang diinginkan Reyhan dariku.

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang