Bagian 35 : Malam Ini, Kan?

2.4K 78 14
                                    

Aku benar-benar lemas. Bibirku kering dan perutku keroncongan. Beduk magrib masih sekitar lima belas menit lagi. Selalu saja begini, aku tak punya kekuatan bahkan untuk mengangkat kepala saja rasanya berat sekali selama bulan puasa ini.

"Aysha, kamu ngapain." Bude Ajeng muncul lalu duduk di sebelahku.

Ia dari tadi sibuk menyiapkan hidangan untuk berbuka. Sedangkan aku boro-boro membantu, yang ada aku hanya akan membuat kerusuhan karena tak becus melakukan pekerjaan di dapur. Ditambah lagi, aku lemas tak punya tenaga karena menahan lapar dan haus seharian.

"Puasa berat banget ya, Bude. Aysha, boleh gak sih besok gak puasa aja?" celotehku.

Bude Ajeng malah mencubit pipiku. "Wong bentar lagi beduk. Masa nggak kuat? Malu ih sama anak TK sekarang udah pada pinter belajar puasa tau."

Aku mencebikkan bibirku kesal. "Anak TK apaan. Aysha nggak pernah puasa dari dulu. Jadi berat banget rasanya."

Sontak raut wajah Bude Ajeng kelihatan sendu. Aku lupa malah membahas waktu dulu, pasti bude jadi sedih, pikirku.

"Bude minta maaf ya, nduk." Bude memegang tanganku lembut.

Aku tersenyum kecil. "Belum lebaran, Bude."

Bude Ajeng menggeleng. "Serius ini lho. Bude dan ayah kamu harusnya kasih kamu hukuman kalau kamu gak mau puasa dulu. Tapi bude sama ayahmu malah sibuk, boro-boro ingetin kamu puasa, shalat, dan lain-lain."

Aku menghela napas panjang. "Ya udah, sekarang kan Aysha udah ada Mas Rey. Dia bentar lagi juga muncul, ngingetin Aysha—"

"Aysha, sebentar lagi azan magrib. Ayo setor hafalanmu dulu." Reyhan benar-benar muncul mengatakan hal itu padaku.

Bude Ajeng tampak terkejut. "Hafalan?"

"Bude, maaf ya, pinjam Aysha sebentar." Reyhan tersenyum pada bude Ajeng.

Bude Ajeng manggut-manggut. "Iya, Nak. Aysha hafalan surat apa, Nak Rey?"

Aku langsung menutup mulut Reyhan secepat kilat. "Mau tau aja Bude. Ya udah, Aysha hafalan dulu. Bude jangan kepo!" ketus ku. Bisa gawat kalau bude tahu aku hafalan surat pendek. Pasti, bude Ajeng akan menertawakan ku.

"Aysha, bude bangga sama kamu lho, Sayang." Bude bangun lalu mengusap puncak kepalaku. "Yang semangat ya hafalannya."

Aku terdiam. Reyhan lalu membawaku ke depan rumah. Di sana aku duduk di teras untuk membaca hafalan surat.

"Sayang, ayo mulai nanti keburu waktu buka," kata Reyhan.

"Mas Rey jangan bilang bude kalau aku baru hafalan surat pendek ya."

"Memangnya kenapa, Sayang?"

"Aku malu tau." Aku celingukan takutnya bude Ajeng muncul tiba-tiba.

"Kamu nggak perlu malu. Bude pasti bangga sama kamu. Kenapa malu?"

"Ihhh malu lah. Harusnya aku udah segede gini tuh minimal hafalan surat apa gitu yang panjang. Masalahnya aku hafalan surat yang harusnya anak TK aja udah bisa." Aku cemberut. Benar-benar payah batinku.

Reyhan terkekeh. Ia lalu menggenggam tanganku, mengecupnya lembut. "Ya gapapa, Sayang. Aku malah bangga banget. Kamu mau berusaha, yuk kita mulai aja?"

Aku senyum-senyum tak jelas sambil memegang tangan Reyhan. "Iya."

***

"Alhamdulillah ya Allah, rasanya tenggorokan kesiram air tuh masyaAllah banget bude, ayah." Aku merasa lega karena hari ini tidak jadi buka puasa sebelum waktunya. Bayangkan, setiap hari semenjak bulan puasa ini, aku selalu takut jika aku tak kuat lalu berbuka di tengah hari bolong. Saking payahnya aku dalam ibadah ini.

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang