Bagian 44 : Payung Kuning

1.1K 44 17
                                    

Hari itu mendung. Saya berjalan menuju pemberhentian bis terakhir. Hari memang sudah seharusnya gelap, mengingat waktu magrib hampir tiba.

Hujan turun rintik-rintik memaksa saya sedikit berlari menuju bangku panjang dimana saya akan menunggu bis datang.

Saya menghela napas sambil memperbaiki topi yang saya kenakan pada hari itu. Namun tak lama seseorang berlarian dan duduk disebelah saya.

"Kenapa hujan turun disaat begini sih!"

Saya refleks menatap orang yang ada di sebelah karena mendengar suaranya marah-marah. Kemudian dia pun turut menatap saya. Untuk beberapa detik saya dan dia saling tatap. Dia agak tersenyum, dan saya hanya menatapnya datar sebelum kembali menatap ke sembarang arah.

"Ganteng juga."

Saya mendengar orang itu berkata demikian. Entah perkataan itu ditujukan pada siapa, tapi anehnya kenapa saya malah tersenyum merasa seolah itu ditujukan pada saya.

Aneh, dan saya langsung mengeluarkan buku dari dalam tas untuk membunuh perasaan tidak jelas itu begitu saja.

"Ehm."

Saya menengok pada orang itu lagi. Dia seorang gadis dengan rambut tergerai yang memiliki senyum sederhana. Gadis itu memberikan pada saya sebuah benda berwarna kuning.

"Ini buat lo," katanya memberikan benda yang saya tebak, itu sepertinya payung.

Saya hanya diam dan juga tidak menerima payung darinya. Aneh, ini sedang hujan, kenapa dia malah memberikan payung itu pada saya. Bukannya seharusnya, dia simpan saja payung itu untuk digunakan sendiri.

"Ambil aja. Gue cuman numpang duduk di sini. Oke, gue pergi dulu, ya!"

Gadis itu mengejutkan. Ia berlari ditengah hujan sambil tersenyum kearah saya dan melambaikan tangan dengan riang. Sementara ditangan saya ada payung berwarna kuning pemberiannya, dan saya hanya bisa tertegun sendirian.

"Apa maksudnya." Saya bergumam pelan sambil menatap payung dari gadis pemilik senyum sederhana yang pertama kali saya jumpa barusan.

Saya tersenyum kecil lalu bis yang saya tunggu sejak tadi pun datang. Saya masuk ke dalam bis bersama dengan payung pemberian gadis tadi. Dalam hati saya jadi memikirkan, bagaimana bisa gadis itu terlihat amat menarik perhatian di pandangan pertama saya melihatnya. Padahal selama ini saya nyaris tidak bisa berpaling dari satu hati yang sudah saya ukir di dalam hati saya.

"Namanya Aysha, menurutmu, apa dia cukup cantik?" Pertanyaan Kiyai Zaman membuat saya terdiam tanpa ekspresi.

Saya memegang selembar foto yang membuat saya tercengang melihatnya. Dia memang cantik, saya akui itu. Tapi yang membuat saya tercengang bukan kecantikannya, melainkan gadis itu sendiri.

"Rey, kenapa kok malah bengong? Jangan kelamaan dilihatnya, dosa." Kiyai Zaman mengambil kembali foto itu dari saya.

"Ekhem." Saya hanya berdekhan lalu diam lagi.

"Kurang suka?" tanya Kiyai Zaman.

Saya refleks menggeleng. "Tidak kok, saya suka, Kiyai."

Kiyai Zaman tersenyum. "MasyaAllah, jaga hati jaga hati," katanya meledek saya.

Saya beristighfar pelan.

"Kalau begitu, apa mau langsung saya beritahu walinya kalau kamu bersedia?"

Saya terkejut, apa mungkin gadis itu sudah mengetahui siapa orang yang akan dijodohkan dengannya. Saya jadi amat penasaran, apa mungkin dia sudah tau siapa saya saat bertemu di tempat pemberhentian bis tadi.

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang