12. Not A Dream

20.1K 2K 49
                                    

"EH! ANJIR! GUE MASIH MABOK ATAU KENAPA? KOK GUE NEMUIN DARMANTARA ADHYAKSA PUTRA DI SINI?"

Teriakan melengking dari seorang wanita mengusik Darma yang masih terlelap. Lelaki itu mencoba membuka mata, sayangnya, kepalanya berat dan pusing seperti terhantam batu. Ia tidak tahu siapa yang berada di depannya sekarang.

Darma mencoba menarik napas lalu menghembuskan karbon dioksida sebanyak-banyaknya. Ia lupa apa yang terjadi semalam. Yang ia ingat, sepulangnya dari makan malam itu, ia malah kembali melipir ke kelab dan menegak minuman yang sudah tidak ia ketahui berapa banyak.

Sekarang, di mana?

"Tia! Lo kenapa keluar setengah telanjang gitu, hah?" Suara perempuan lain terdengar. Suara yang Darma rasa familiar, walaupun ia masih belum bisa mempergunakan otaknya dengan baik.

"Ini kan rumah gue, Sa! Dan lo cewek, gue cewek, kita cewek straight! Gue telanjang juga nggak masalah, kan?"

Darma mengintip dari kelopak mata yang setengah tertutup. Seorang perempuan berambut pendek tampak hanya dengan pakaian dalam berdiri di depan Darma dengan wajah melongo. Rambutnya berantakan. Sementara, seorang perempuan lain yang rambutnya dikuncir ke atas mengenakan pakaian lengkap sambil mendorong perempuan yang tidak berpakaian itu masuk ke kamar.

"Ya, tapi, sekarang kan ada orang..." Suara yang familiar itu berasal dari si perempuan berkuncir kuda. Darma masih terus menggali memori dari otaknya yang terpengaruh alkohol. 

Dia siapa? Mereka siapa?

"Sumpah, Salsabilla Anjani! Kenapa ada Darma di sini? Please bilang gue udah sadar. Itu beneran Darma, kan?" Suara melengking itu terdengar lagi.

Kenapa dua perempuan itu tahu tentang dirinya?

Setelahnya, bayangan perempuan dengan rambut kuncir kuda tampak mendorong si perempuan setengah telanjang masuk ke dalam kamar. Darma tidak bisa mendengar kelanjutan dari percakapan mereka akibat terhalang pintu. Hanya ada grasa-grusu yang terdengar di dalam dengan suara melengking saling bersahutan.

Dengan tarikan napas berat, Darma bangun dari tidurnya. Ia masih menopang dahi dengan tangan dalam posisi merunduk. Napasnya naik turun. Ia mencoba menggapi oksigen sebisanya. Tubuhnya pegal. Ia rasa, semalaman, ia tidur di atas sofa kecil ini.

Menatap sekeliling,  Darma mendapati dirinya berada di apartemen dua kamar yang berukuran tidak terlalu besar—malah cenderung kecil. Ia menatap tubuhnya yang masih berpakaian lengkap, menandakan tidak ada sesuatu yang salah terjadi malam kemarin saat mabuk. Tetapi, dia di mana? Apa yang terjadi?

Kepala Darma kembali menelungkup. Kepalanya pusing setengah mati. Ia seolah sedang berputar-putar tanpa henti.

"Darma? Udah bangun? Sorry, tadi temen gue bangunin lo, ya?" 

Suara familiar itu mengejutkan Darma. Lelaki itu mendongak, matanya menatap sang puan lagi. Perlahan, fragmen demi fragmen ingatan mulai datang silih berganti, berlanjut dengan otaknya yang perlahan mulai bekerja.

"Sa... Salsa?" Darma terlonjak. Keterkejutan seperti setrum yang membuatnya sadar sepenuhnya.

Salsa tersenyum kecil. Ia berjalan ke arah dapur yang terlihat begitu berantakan dengan confetti dan hiasan. Tidak tahu apa yang dirayakan oleh si pemilik rumah. Ada beberapa kaleng bir dan botol soju yang berantakan di sana.

Perempuan itu kemudian kembali dengan secangkir teh melati. Wanginya tercium cukup pekat.

"Pusing, nggak? Minum dulu," ucap Salsa lagi menyodorkan cangkir itu pada Darma.

Dagu Darma terangguk. Ia tidak bisa berpikir. Bahkan jika Salsa memasukan racun ke dalam cairan kecokelatan itu pun, Darma tidak peduli.

"Where am I?" tanya Darma setelah menyesap teh itu.

Reputation RescueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang