44. Breakaway

14.4K 1.7K 70
                                    

Darma tersenyum puas melihat Adhisty yang berdiri di hadapannya pagi ini. Lelaki itu tak lagi mengenakan pakaian kebangsaan rumah sakit—kemeja dan celana katun bergaris-garis—melainkan kaos dan celana jins favoritnya. Ada perasaan lega ketika berjalan keluar, seperti narapidana yang baru lepas kandang.

"Welcome back, Darmantara Adhyaksa Putra." Adhisty berucap dengan senyum mengejek. "Staycation-nya nyaman, kan?"

Darma memutar bola mata. Setelah kedatangan Adhisty kemarin, butuh tiga hari untuk Darma akhirnya diperbolehkan pulang secara tiba-tiba.

"What did you do?" tanya Darma pada adiknya dengan penasaran.

Adhisty hanya mengangkat bahu, tak mau memberi tahu apapun yang ia lakukan untuk membuat Darma 'bebas' dari tahanan.

"This thing involves Romi, right?" Darma bertanya lagi.

Adhisty hanya mengulum senyum. Ia menggeleng pelan. "This involves me and Papa. Not Romi."

Darma mengerutkan dahi. Rasa penasaran terlihat begitu nyata di wajahnya. Ia yakin,  bukan penawaran main-main yang Adhisty berikan untuk membebaskannya.

Belum selesai dengan segala pikirannya, suara gemerincing yang terlempar membuat Darma refleks menangkap. Di tangannya, tampak sebuah kunci mobil Range Rover yang tak asing.

"Lo nyetir," ucap Adhisty cepat. 

Mata Darma membeliak. "Ini mobil gue? Lo bawa mobil gue? Hah?" Ia menengok tak percaya. Adhisty yang mungil dan mobil Range Rover-nya yang besar jelas tidak cocok.

"Nggak, tadi gue minta tolong Pak Agil bawa sekalian ke sini." Adhisty berucap cepat. "Lo tahu kan kalau gue nggak biasa nyetir?!"

Darma mendesis mendengar tuturan Adhisty. "Ya, makanya belajar dong, Adik cantik! Biasain!" Ia merangkul Adhisty sambil berjalan ke arah parkiran.

"Nggak perlu, udah ada Romi." Adhisty menjawab sekenanya.

Darma mendecih kecil melihat kelakuan adiknya. Tak lama, keduanya sudah masuk ke dalam mobil. Darma menghirup udara bebas dalam-dalam. Rasanya benar-benar tak tergantikan.

"Kita ke mana?" tanya Darma sambil menekan pedal gas dengan kaki.

"Rumah Mama," jawab Adhisty tanpa berpikir.

Darma mengulum bibir. Rumah Mama adalah sebutan untuk rumahnya yang berada di Tomang. Buat Adhisty dan Wira, rumah itu akan tetap jadi rumah ibu mereka walaupun nama dan haknya sudah berpindah pada Darma.  Itu berarti, kapanpun juga, Adhisty dan Wira boleh menginap atau berkunjung. 

Darma tak keberatan. Sampai kapanpun, rumahnya selalu terbuka untuk adik-adiknya bertandang. Darma bahkan memberikan satu setel kunci serep pada Adhisty dan Wira. Kunci yang selalu dimanfaatkan Adhisty untuk kabur ketika ada masalah atau ingin mencari sunyi.

Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai di kediaman Darma. Matanya menyipit ketika melihat mobil Porsche 911 Carrera dan Mercedes Benz SLK-Class terparkir rapi di depan rumahnya. Jelas, Darma sudah tahu siapa pemiliknya.

"Ramdan sama Atri ada di sini?" tanya Darma memicingkan mata.

"Ya. Wira dan Tika, juga." Adhisty menjawab tepat ketika mobil Darma berhenti. 

"Wira? Dia ikutan?"

Adhisty tertawa. "Nggak tahu, anaknya emang suka ngintil kan, Mas? Biarin aja, asal nggak bocor."

Darma melirik curiga. Matanya menatap Adhisty dengan sorot penuh tanda tanya. "Segila-gilanya lo sama pesta, gue tahu, ini bukan pesta penyambutan, kan?"

Reputation RescueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang