Clubbing.
Kalau Salsa disuruh menjabarkan apa rasanya, mungkin, perempuan itu akan itu kelimpungan setengah mati. Pengalaman pergi ke kelabnya bisa dihitung pakai jari. Cuma, dua.
Pertama, ketika di tahun pertamanya kuliah sebelum bertemu Ben. Kedua, ketika ulang tahun Venny yang ke-27—insiden yang mengakibatkan Ben marah tak keruan.
Sisanya, nihil.
Salsa tidak tahu apa yang orang pikirkan hingga pergi ke kelab. Suara spekaer yang menggelegar membuat kepalanya pusing. Keramaian membuat dadanya sesak. Jadi, ketika Venny datang untuk mengajak pergi malam ini, Salsa jelas menolak.
"Cowok lo mana?" tanya Salsa pada Venny yang tiba-tiba datang seperti jelangkung lalu mengajak mereka pergi.
"Nggak tahu, ah!" Tangan Venny terkibas.
"Berantem lagi!" ejek Tia sambil tertawa. "Kenapa lagi kali ini?"
Venny mendesis. Ia melempar tubuhnya ke sofa sambil memijat batang hidungnya. "Kena tipu investasi bodong. Katanya franchise, terus apalah nggak jelas. Dia pake duit gue, terus sekarang lenyap."
"Berapa?" tanya Salsa penasaran.
Desahan keras terdengar. "Lima puluh juta," jawab Venny kemudian yang langsung dapat tanggapan kelopak mata yang melebar dari Salsa.
Tia berdecak. Ia menggelengkan kepalanya pada dua temannya itu. "Lo itu sama Salsa sama aja, Ven. Goblok!"
Salsa dan Venny jelas saling berpandangan sebelum menatap Tia dengan tatapan tajam. Sayang, Tia malah bergeming dan tetap tertawa-tawa mengejek.
"Beda, ya! Salsa dinikahin! Terus bulol sama cowok sinting yang tukang mukul itu!" Venny membela diri.
"Terus lo nggak bego gitu?" balas Salsa. "Dinikahin kagak, dikawinin doang! Mana duitnya diambil terus! Makanya nggak nikah-nikah, duit aja nggak ada!"
Lagi, Tia hanya bisa tertawa melihat dua temannya berdebat. Pertemanan mereka memang agak unik.
"Nih ya, bedanya, yang satu nih ya, toxic masculinity, patriarki tolol yang nggak ngehargain cewek sama sekali." Tia menunjuk Salsa yang cemberut. Ia kemudian menunjuk ke arah Venny. "Dan laki lo nggak lebih dari lintah. Sok mendukung feminisme dan kesetaraan, aslinya nggak bisa kerja dan numpang hidup sama lo doang!"
Salsa dan Venny sama-sama mendengkus sebal karena tak bisa menampik fakta yang ada.
"Come on, girl! Ayo, cari cowok baru! Kali ada yang ganteng yang bisa nyantol biar muka lo nggak mumet terus!" ajak Venny membujuk.
"Gue belum cerai, technically!" balas Salsa sambil memeluk bantal sofa. Tangannya memilih-milih saluran televisi. Malam minggu, biasanya beberapa saluran televisi menampilkan film-film box office pilihan.
Venny berdecak. Perempuan itu menggelengkan kepala tak habis pikir. "Lo udah pisah sama Ben, ya!" Ia berkacak pinggang. "Gugatan udah masuk! Lagian, nggak ada bedanya, Sa. Cuma di atas kertas lo belum cerai."
"Bener! Kecuali, lo mau balikan sama Ben!" timpal Tia dengan nada tajam.
Mendengar kalimat Tia membuat Salsa bergidik. Yang benar saja? Siapa juga yang mau kembali pada Ben?
Salsa menggeleng pelan. "Bukan gitu. Gue nggak mau cari pacar dulu. There's a lot on my plate lately. Ngurusin perceraian dan kerjaan, lalu nanti Nolan. Nggak ada waktu!" Ia melempar remote TV karena merasa tidak ada tayangan yang pas. "Gue juga belum bilang bokap nyokap gue—yang pasti langsung ngoceh karena perceraian ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reputation Rescue
RomanceADHYAKSA SERIES NO.1 *** Salsa merasa dirinya tertiban durian runtuh ketika tahu bahwa Dream Sky, agensi humas tempatnya bekerja memlihnya untuk menjadi koordinator tim crisis management di perusahaan Adhyaksa. Namun, siapa sangka, ternyata dirinya...