Melirik ke arah Ramdan, Darma bisa melihat wajah sepupunya itu menunjukan gestur tersenyum-senyum mengejek yang ingin dilempari Darma dengan batu bata. Ramdan tertawa-tawa sesudahnya sambil menggeleng kepala keheranan.
"Gue nggak paham ya, Mas. Lo selama ini dikenalin bokap gue sama cewek cakep-cakep, muda-muda, eh, lo malah kepincut sama janda yang lebih tua."
Kini, alis darma bergerak naik sedikit tersinggung. "Maksudnya?"
"Bukan gue ngatain Mbak Salsa loh, ya. Gue nggak nolak sih kalau dapet janda secakep, sepinter, dan se-hot Mbak Salsa juga." Ramdan melipat tangan. "Gue kaget aja, soalnya, lo anaknya bandel, doyan main-main sana-sini, tapi deep down, gue tahu, soal prinsip dan kerjaan lo tuh lurus banget. Kayak, lo punya imajinasi soal keluarga hangat yang kayak di film. Jadi, gue pikir, lo akan memilih cewek manut-manut dan nurut gitu loh. Bukan yang... sangat independen kayak Mbak Salsa."
Darma menggeleng. "Then, you haven't know me yet, Ramdan." Ia menyungging senyum tipis.
Ramdan mengangkat bahu. Tak melanjutkan obrolan itu sementara mobil berjalan menempus jalanan Jakarta.
Darma mengerang ketika kemacetan Jakarta terhampar di depan matanya. Ia mendesis sebal. Dari semua yang ditawarkan oleh ibukota, macet jadi konsekuensi yang harus dibayar. Lelaki itu mengambil ponsel. Untuk sesaat, ia memeriksa pekerjaannya.
Setelah melalui proses yang panjang, DigiPro akan diluncurkan minggu depan. Pihak Ben sepertinya mencabut tuntutan setelah Darma menuntut balik untuk pencemaran nama baik juga kekerasan atas Salsa. Darma sendiri enggan mencabut tuntutan itu. Untuk kali ini, ia ingin Ben masuk penjara.
Darma tersenyum miring. ia menekan nomor telepon Salsa dan menghubungi perempuan kesayangannya itu untuk mengabari keterlambatannya. Ia yakin, Salsa sudah selesai mandi.
Namun, sudah tiga panggilan, Salsa sama sekali tak menjawab. Ini aneh.
Jantung Darma berdegup tak karuan. Ia meremas angin. Ada firasat buruk yang menyergap. Rasanya, ia ingin menerbangkan mobil ini dan membawanya sampai ke tempat Salsa dengan segera.
Waktu terasa begitu lambat hingga akhirnya ia sampai di depan apartemen Salsa. Tanpa basa-basi, Darma melompat turun dari mobil.
"Mas, barang-barang lo?" Ramdan berteriak tetapi Darma tak peduli.
Tangan Darma meremas angin dengan gelisah ketika lift membawanya ke atas. Kakinya berlari ke arah pintu unit apartemen Salsa. Dengan tangan bergetar, ia menekan kode kunci pintu tersebut.
Matanya membeliak melihat kekacauan di apartemen itu. Lebih kaget lagi karena matanya bersitatap dengan seorang lelaki yang tengah memukuli Salsa yang sudah bersimbah darah.
"Brengsek!"
Darma gelap mata. Ia mendorong Ben yang menabrak televisi hingga barang elektronik itu jatuh. Tinjunya melayang ke arah lelaki tersebut seperti orang kesetanan. Perkelahian menyebabkan kekacauan yang semakin menjadi. Ben yang berada di hadapan Darma seperti orang gelap mata.
Tubuh Ben limbung sejenak, tetapi dengan cepat, ia bangkit lagi, melawan Darma yang langsung menangkisnya. Darma kembali menghajar Ben. Ia mendorong Ben ke meja kopi yang terbuat dari kaca, menyebabkan kaca itu pecah ke bawah.
Ben harus mati. Ia benar-benar harus mati.
"Mas! Cukup, Mas!" Sebuah suara membuat Darma tersentak. "Pikirin Mbak Salsa dulu ini!"
Darma menoleh. Ia mendapati Ramdan yang sudah berada di dalam apartemen dengan memegangi tubuh Salsa yang sudah tak sadarkan diri. Pintu yang tidak tertutup menyebabkan lelaki itu bisa masuk begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reputation Rescue
RomanceADHYAKSA SERIES NO.1 *** Salsa merasa dirinya tertiban durian runtuh ketika tahu bahwa Dream Sky, agensi humas tempatnya bekerja memlihnya untuk menjadi koordinator tim crisis management di perusahaan Adhyaksa. Namun, siapa sangka, ternyata dirinya...