Suara gemerisik kertas dari buku yang dibalik mengisi rungu dari ruang yang sepi. Helaan napas terdengar berikut juga senyum yang tampak dari seorang lelaki yang duduk bersila di pojok ruangan dengan buku di pangkuannya. Matanya tak lepas memandangi momen-momen yang diabadikan dalam bentuk gambar yang ditempel di sana.
I believe We've experienced a lot of ups and downs in our life. For me, the lowest point was when I lost myself. I don't know exactly when or where it happened. But, at that time, I no longer believed in true love. Well, girls kept coming like bees, but they never loved me for who I am, the true me. Until I found you. Yes, you.
"Kak Nolan? kamu di sini?" Suara seorang remaja perempuan membuat seorang si lelaki mendongak. Ia tengah duduk bersila di ujung ruangan bertembok kaca dengan rak buku di kanan dan kiri. Ada album foto yang berada di pangkuannya.
"Emillia?" balasnya. "kamu ngapain di sini?" Ia menatap gadis berusia sepuluh tahun itu dengan dahi berkerut.
"Kak Nolan yang ngapain di sini?" balas Emillia memutar bola mata. "Sebentar lagi mau berangkat, kan?"
Anak perempuan itu menggeleng tak habis pikir. Ia ikut berjongkok di sebelah kakaknya. "Ngelihatin foto pernikahan Papa dan Mama lagi?" tanyanya.
"Besok besok nggak bisa lihat lagi."
"Omonganmu kayak nggak akan pulang, aja!"
Nolan mengambil napas. Adiknya itu memang paling pintar melawan kata-kata. Kedua orangtuanya saja sudah nyaris angkat tangan. "I will go to States for four years, Emi." Ia berdecak.
"Kamu masih akan liburan ke sini, kan?" Emillia masih menjawab.
"Yah, tapi, tetep aja nggak bisa setiap hari ngelihatin ini." Nolan terkekeh.
Emillia menarik napas dengan wajah tak mengerti. Nolan selalu punya kebiasaan melihat ke arah album foto pernikahan orangtua mereka. Ketika masih kecil, Emillia merasa kelakuan kakaknya aneh. Namun, perlahan, ia mengerti kenapa kakak beda ayahnya sering mengunjungi memori tersebut.
Mata Emillia melirik ke arah lubang telinga si kakak yang tersumpah airpods. "Let me guess, you are listening to Can't Help Falling in Love?"
Nolan tersenyum sambil mengangguk. "Mau sambil denger juga?" ucapnya merogoh kantong. Ia mengeluarkan pasangan airpods lain yang tidak ia pakai.
Emillia mengambil benda putih itu dan memasangkannya di telinga. Suara Elvis Presley mengalun di telinganya. "I thought you will play Kina Grannis version one!" Ia mendumal sambil menyebut versi lain yang dinyanyikan di film Crazy Rich Asians sekitar dua tahun lalu.
"Nah, this one is better. The same version with the one that was played back then." Nolan menggeleng.
"Uhuh? It's actually the same song, though! Besides, it was covered by the band there, not was played with Spotify or something, means, there's no such things as... which version was played." Emillia masih protes. Tetapi, melihat mata kakaknya yang melotot, Emillia mau tak mau bungkam.
Ketika Nolan membalik lembaran lain, ia bisa melihat wajahnya saat masih berusia tujuh tahun, tersenyum lebar sambil berada di antara kedua orangtuanya.
"Oh, I wish I was there too!" Emillia memajukan bibir.
"It was magical." Nolan mengambil napas sambil menyandarkan tubuhnya. Ia mengambil napas. "It always be a magical moment for me and Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reputation Rescue
RomanceADHYAKSA SERIES NO.1 *** Salsa merasa dirinya tertiban durian runtuh ketika tahu bahwa Dream Sky, agensi humas tempatnya bekerja memlihnya untuk menjadi koordinator tim crisis management di perusahaan Adhyaksa. Namun, siapa sangka, ternyata dirinya...