Detik jarum di dinding terdengar. Sudah pukul 2 pagi.
Mata Mayang sulit terpejam malam ini. Di jendela kamar wanita itu terpaku. Bulan yang sebagian tertutup awan jadi pusat pandangan. Suhu dua kali lipat lebih dingin dari beberapa jam lalu.
Jujur kata-kata Jaide tadi benar-benar mengusiknya. Ya, mungkin dia menutup mata selama ini, tapi harusnya dia tidak terkejut ketika Jaide mengatakan West dan East sama-sama mencintainya.
Alasan East mengirimkan West ke Toamasina rasanya cukup jelas mendukung untuk itu, sementara West bahkan sudah sangat terbuka mengungkapkan perasaannya. Lalu sebenarnya motivasi Mayang datang ke Istanbul untuk apa? East atau West? Atau malah keduanya. Mayang memegang kusen jendela, dan menjauhkan pandangan ke bangunan-bangunan kota, tiba-tiba dia seperti perahu yang terambang-ambing di laut.
Lalu Jaide? Bukankah pria baik hati itu calon suaminya?
Ponsel Mayang bergetar.
Sebuah pesan masuk muncul di layar. Mayang segera membuka. Pesan masuk dari ayah.
Assalamu ‘alaikum, salam tersebut menaikkan alis Mayang. Ayah seorang agnostik, tumben membuka percakapan dengan salam sejahtera. Bagaimana keadaanmu, apakah kamu sudah bertemu dengan Jaide?
Mayang menutup ponsel. Niat untuk membalas pesan ayah tak terlintas. Wanita itu tetap tak beranjak dari jendela, meski angin secara sporadis masuk dan leluasa mendinginkan ruangan.
***
Meski semalam durasi tidur Mayang terpangkas, namun pagi ini tak tampak kantong mata di wajahnya.
Wanita itu langsung menuju dapur seperti pagi-pagi yang lain. Membantu Tante Reyyen dan asisten rumah tangga di keluarga ini sudah menjadi kewajiban yang tidak tertulis.
Mayang menghentikan langkah sewaktu mendapati Om Emran di meja makan. Tumben-tumbennya beliau pagi ini ada di rumah. Belakangan ini Om Emran yang selalu bertugas menjaga East dari malam sampai pagi.
“West yang di rumah sakit,” seloroh Om Emran seolah tahu dengan isi kepala Mayang. “Om di suruh balik semalam.”
Mayang hanya senyum.
“Kemarin kerabat kamu ke sini? Tante yang cerita!”
“Iya Om.”
“Kenapa tidak suruh nginap di sini aja. Kamar kosong kan ada.”
Mayang menatap Tante Reyyen.
“Ibu sudah bilang, tapi Jaide menolak. Dia tinggal bareng kawannya. Mereka teman kuliah.” Tante Reyyen menjelaskan. Beliau membawa nampan yang berisi roti-roti ukuran besar.
“Namanya Jaide?”
“Iya,” sahut Tante Reyyen. “Kelihatan anaknya baik.”
Maka pagi itu Mayang, hanya mendengar semua percakapan antara Tante Reyyen dan Om Emran tentang Jaide. Mereka sempat menyinggung bantuan sosial yang akan diberikan ke panti asuhan Umi Haifa. Ternyata Tante Reyyen tidak main-main dengan ucapannya.
***
Faktanya setelah kedatangan Jaide ke rumah sakit, West memutuskan untuk tidak pulang ke rumah. Pria itu kembali ke apartemennya yang tak jauh dari kantor. Dulu sebelum East memintanya ke Madagaskar, pria itu memilih tinggal terpisah, sebab selama ini dia kerap dibanding-bandingkan dengan East dan selalu menjadi alternatif yang kedua.
Lantaran West yang tak pulang ke rumah, otomatis membuat akfivitas rutin Mayang ke rumah sakit berhenti. Entahlah wanita itu tiba-tiba merasa ada margin besar antara dia dan West begitu saja.
Faktornya karena kehadiran Jaide?
“Dia pulang ke apartemen?” kaget Tante Reyyen pada Om Emran suatu pagi. Kala itu Mayang mendengar percakapan mereka.“Katanya biar dekat dengan kantor,” ujar Om Emran. “Akhir-akhir ada pekerjaan mendesak yang harus diselesaikan.”
“Kenapa gak cerita ke Ibu?”
“Dia kan juga harus bertanggung jawab ke perusahaan,” bela Om Emran.
“Ibu hanya khawatir, dulu dia memilih tinggal di apartemen karena merasa tersisihkan. Kita harus belajar akan hal itu,” Tante Reyyen ingat betul bagaimana West kukuh meninggalkan rumah waktu itu. “Ibu takut ada sesuatu padanya.”
“Ayah yakin West tidak akan seperti itu lagi. Lihat, sekarang dia menjadi orang yang paling dekat dengan East.”
Mayang henyak sesaat. Dalam percakapan itu, dia bisa menarik kesimpulan kalau dulu hubungan East dan West tidak harmonis. Wanita itu lantas beringsut menjauh dari posisinya menguping, namun sayang Tante Reyyen menangkap kehadirannya.
“May, kau tahu sesuatu tentang West? Atau akhir-akhir ini dia pernah cerita sesuatu?” sergah Tante Reyyen.
Mayang menggeleng.
“Ayah kan sudah bilang, ada pekerjaan mendesak di kantor,” Om Emran menyela.
Mayang meremas-remas jari. Dia tahu alasan West kembali ke apartemen bukan sekadar pekerjaan kantor. Kehadiran Jaide membuatnya tak nyaman. Sehingga satu-satunya alasan yang masuk akal adalah West menghindar dari dirinya.
“Kebetulan Om mau ke rumah sakit. Kau mau ikut?” tanya Om Emran pada Mayang.
“Aku ada janji dengan Jaide.”
“Ya udah, kalo gitu Om pergi dulu.”
---
Sebenarnya Mayang bohong, dia tak punya janji dengan Jaide. Dia hanya sedikit tak enak hati dengan West. Mirip dengan ‘ingin menghindari’ West.
bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer in Madagaskar, Winter in Istanbul [Completed]
SpirituellesImpianku sederhana, mencintaimu seperti dulu. *** Mayang tak pernah menduga, menunggu pria selama setahun bisa menyuburkan rindu sekelam ini. Namun yang dia yakini, cinta mampu meruntuhkan segalanya. Sayang saat East datang membawa harapan, cinta ya...