Piece of 20 (Part 2)

46 4 0
                                    

Pada akhirnya Jaide ikut Mayang ke rumah sakit. Pria itu ingin melihat kondisi East. Multiple myeloma pasti sudah menguras banyak energinya.

Dalam perjalanan, Mayang menceritakan detail keadaan East. Jaide angguk-anguk menyimak. Butuh perhatian khusus dalam penanganan penyakit ini.

---

Pintu kamar inap terbuka, sontak West dan East kompak menoleh. Mayang muncul dari balik pintu. Namun dia tidak sendiri, turut mengekori Jaide.

West defensif.

Sementara East membulatkan mata, mungkin pria di belakang ini adalah kerabat Mayang yang kemarin diceritakan West. East memicing mata, dia pikir kolega Mayang memiliki cirik fisik mirip Mayang yang masih kelihatan Asia, tetapi pria ini memiliki ciri fisik mirip orang-orang Malagasy.

“Assalamu alaikum,” sapa Mayang delay.

“Walaikum salam,” koor East dan West.

Jaide memberikan senyum ramah. Lalu mengamati East yang berada di brankar. Benar, matanya mirip West. Tinggi badannya bahkan sama dengan West. Sayang pria ini lebih kurus sehingga terlihat lebih tua dari West.

“Ini Jaide,” Mayang memperkenalkan Jaide pada East.

“East,” East mengulurkan tangan. Sekali lagi dia memperhatikan Jaide, ciri-cirinya memang seratus persen orang Malagasy. “West sempat cerita, ada kerabat Mayang yang datang.” East memang tak pernah bertemu Jaide saat di Toamasina dulu.

“Jaide,” Jaide menerima uluran tangan East.

East mencoba bangun dan bersila. “Ke sini urusan bisniskah?” tanya East to the point.

“Tidak, jalan-jalan saja.”

Jawaban Jaide itu memaksa West memandang Mayang. Mayang pun menyadari tatapan itu.

“Kau suka traveling juga?” tanya East spontan.

“Tidak seperti yang kau pikirkan. Hanya jalan-jalan biasa.”

“O.” Sebelum melanjutkan perhatian East teralikan dengan posisi Jaide yang sangat dekat dengan Mayang. Bahkan pria itu terlihat lebih mirip bodyguard daripada kolega atau kerabat Mayang. “Welcome to Istanbul.”

Jaide lumayan lama berada di rumah sakit. Pria itu sempat mengobrol banyak hal dengan East, termasuk obrolan tentang Mesir. Sebagai traveller, East sudah beberapa kali mengunjungi Kairo, malah pria pernah menghabiskan waktu dua minggu di kota Alexandria--salah satu kota pelabuhan penting setelah Kairo.

Sementara itu West lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan. Pria itu lebih banyak duduk sembari menyandarkan kepala ke dinding.

“Aku tak tahu apa yang terjadi jika Mayang tak datang,” ujar East. “Mungkin aku sudah mati.”

“Mati urusan Tuhan,” Jaide menenangkan. “Tidak baik berburuk sangka.”

“Semangatku tumbuh dengan kehadiran Mayang.”

Jaide kemudian keluar ruangan ketika hari mendekati maghrib. Pria itu berhenti di depan pintu saat mendapati West sedang duduk di sana. Perlahan Jaide menjangkau bangku panjang tersebut, dan ikut duduk.

West tak menoleh, tapi sadar Jaide duduk di sampingnya.

“Terima kasih sudah menjenguk East,” ujar West datar.

“Sudah jadi kewajiban sesama muslim untuk menjenguk orang sakit.”

“Dia adalah East yang sebenarnya. Aku hanyalah pemeran pengganti saat bertemu Mayang di Toamasina.”

Summer in Madagaskar, Winter in Istanbul [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang